Kurang dari seminggu, pembunuhan massal yang dilakukan tentara Myanmar telah memakan korban lebih dari 2000 umat Islam dan membakar habis tidak kurang dari 40 desa umat Islam Rohingya di tiga kecamatan Maungdaw, Buthidaung dan Rathedaung.
Salah satu tokoh Muslim Rohingya yang dibunuh adalah Syaikh Faizul Islam bin Abdul Jabbar, 62 tahun, seorang ulama terkemuka yang disegani di Buthidaung.
Foto jenazah Syaikh Faizul Islam tersebar luas melalui media sosial, kepalanya cedera parah.
Menurut keponakannya yang berhasil diwawancarai, beliau ditembak dari jarak dekat bersama empat jamaahnya, termasuk dua Muslimah. Sejak terbunuhnya Syaikh Faizul pada Rabu, 6 September 2017 lalu, sampai saat berita ini kami siarkan, keberadaan istri dan ketujuh anaknya tidak diketahui.
Berikut ini adalah hasil wawancara kami dengan Syaikh Muhammad Ayoub, keponakan Syaikh Faizul Islam yang bermukim di Makkah.
Pertama-tama, atas nama kaum Muslimin Indonesia kami sampaikan ucapan duka atas syahidnya –in syaa Allah– Syaikh Faizul Islam. Semoga Allah mengampuninya dan menerima syahadahnya.
Bagaimana tepatnya peristiwa keji itu terjadi?
Syeikh Faizul Islam bin Abdul Jabbar adalah paman saya, kakak dari ibu saya. Kami sangat bersedih mendengar berita syahidnya beliau disebabkan oleh kekejian militer Myanmar.
Paman saya –Asy-Syahid Maulana– Qari Faizul Islam, bersama teman-temannya sedang meninggalkan rumah-rumah mereka menuju perbatasan Bangladesh dikarenakan adanya paksaan dari militer Burma.
Pihak militer mengintimidasi dengan mendatangi lalu mengusir mereka atau mereka akan ditembaki bahkan dibakar hidup-hidup. Setelah batas jam malam, Syeikh memutuskan untuk mulai mengungsi, melakukan perjalanan menuju perbatasan, pada 30 Agustus 2017 lalu.
Kemana tujuannya?
Beliau berjalan melewati jalur hutan dan pegunungan untuk menghindari para biksu dan orang-orang Buddha Rakhine yang secara membabi buta membunuhi siapa saja yang melewati jalan itu.
Jarak kami untuk sampai ke perbatasan sekitar 20 kilometer, namun karena adanya penghadangan para militer dan biksu, dibutuhkan enam hari untuk sampai ke desa perbatasan Falang Khali – Kuwang See Bang.
Pada tanggal 6 Sepetember pukul 11 siang, Syaikh dan kelompoknya berhasil mendapatkan kapal kecil untuk menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh, mereka pun mulai menyeberang. Namun nahas, tanpa mereka sadari, militer Myanmar mengawasi lalu langsung menembaki mereka, dan membunuh lima orang. Diantaranya Syaikh Faizul Islam, dua orang dari kelompoknya termasuk Aalim, serta dua orang Muslimah yang sedang bersamanya.
Ketika penembakan terjadi, di kedua sisi perbatasan terdapat banyak kamera dan para tim media, juga murid terdekatnya Maulana Faizul Haq berada di tempat kejadian.
Usai pembunuhan itu, kami segera menerima rekaman video dari Faizul Haq.
Bagaimana kehidupan beliau semasa hidup?
Beliau mendedikasikan hidupnya untuk mengajarkan Islam dan Al-Quran di Rohingya, beliau bertugas mengajar di Madrasah di Buthidaung lebih dari 15 tahun. Beliau juga menjadi Imam dan Khatib Masjid Jami’ Buthidaung. Beliau menguasai qira’ah sab’ah (tujuh jenis bacaan Al-Quran yang terjaga kebenaran riwayatnya sampai ke Rasulullah).
Sebagian besar waktunya digunakan untuk membimbing murid-muridnya belajar Al-Quran.
Bagaimana kedudukan beliau di tengah masyarakatnya?
Syaikh Faizul Islam bukanlah anggota organisasi politik. Beliau sangat dicintai oleh masyarakat Rohingya karena ketakwaan dan kemuliaannya.
Masyarakat Rohingya yang berada di dalam dan di luar negeri, menghormati beliau secara tulus serta memandang beliau sebagai ulama yang tawadhu', hubungan antara beliau dan mereka sangat baik.
Bagaimana riwayat kelahiran dan kehidupan masa kecilnya?
Syaikh Faizul Islam lahir dan dibesarkan di sebuah Desa Tong Bazar, Buthidaung. Beliau wafat di usia 62 tahun.
Semasa kecil, beliau mengenyam pendidikan di madrasah di desanya yang bernama Darul Ulum Tong Bazar. Lalu melanjutkan pendidikan tinggi di Lahore, Universitas Asyrafia di Pakistan, kemudian kembali ke Bangladesh untuk mengambil spesialisasi dalam Qira’ah Sab’ah di Universitas Fatia di Chittagong.
Tentara Myanmar membunuh ulama kami tanpa sebab apa-apa.
Bagaimana istri dan anak-anak beliau?
Sejak mengungsi sampai hari ini, tidak ada kabar apa-apa tentang mereka. Syaikh Faizul dikaruniai tujuh anak, empat perempuan dan tiga laki-laki. Diantaranya adalah Aisyah, Hafsa, Ruqiyah, Mahmudul Hasan Yunus.
Apakah di masa hidupnya beliau aktif di salah satu organisasi?
Tidak, hidupnya sepenuhnya dicurahkan untuk mengajarkan dan mendakwahkan Al-Quran di bumi Rohingya.
Bagaimana latar belakang sampai beliau memutuskan untuk mengungsi?
Sebenarnya dalam situasi sekarang ini, Syaikh Faizul Islam memiliki pendirian yang tegas untuk tidak meninggalkan rumah dan menetap di negeri kami, namun karena diancam dengan senjata beliau tidak memiliki pilihan alternatif.
Beliau selalu menganggap tindakan pemerintah Myanmar menindas rakyat Rohingya sebuah kejahatan.* (Hidayatullah/Sahabat Al-Aqsha)
Salah satu tokoh Muslim Rohingya yang dibunuh adalah Syaikh Faizul Islam bin Abdul Jabbar, 62 tahun, seorang ulama terkemuka yang disegani di Buthidaung.
Ulama Rohingya yang disegani di Buthidaung , Syaikh Faizul Islam bin Abdul Jabbar (62) syahid dibunuh tentara Myanmar |
Foto jenazah Syaikh Faizul Islam tersebar luas melalui media sosial, kepalanya cedera parah.
Menurut keponakannya yang berhasil diwawancarai, beliau ditembak dari jarak dekat bersama empat jamaahnya, termasuk dua Muslimah. Sejak terbunuhnya Syaikh Faizul pada Rabu, 6 September 2017 lalu, sampai saat berita ini kami siarkan, keberadaan istri dan ketujuh anaknya tidak diketahui.
Berikut ini adalah hasil wawancara kami dengan Syaikh Muhammad Ayoub, keponakan Syaikh Faizul Islam yang bermukim di Makkah.
Pertama-tama, atas nama kaum Muslimin Indonesia kami sampaikan ucapan duka atas syahidnya –in syaa Allah– Syaikh Faizul Islam. Semoga Allah mengampuninya dan menerima syahadahnya.
Bagaimana tepatnya peristiwa keji itu terjadi?
Syeikh Faizul Islam bin Abdul Jabbar adalah paman saya, kakak dari ibu saya. Kami sangat bersedih mendengar berita syahidnya beliau disebabkan oleh kekejian militer Myanmar.
Paman saya –Asy-Syahid Maulana– Qari Faizul Islam, bersama teman-temannya sedang meninggalkan rumah-rumah mereka menuju perbatasan Bangladesh dikarenakan adanya paksaan dari militer Burma.
Pihak militer mengintimidasi dengan mendatangi lalu mengusir mereka atau mereka akan ditembaki bahkan dibakar hidup-hidup. Setelah batas jam malam, Syeikh memutuskan untuk mulai mengungsi, melakukan perjalanan menuju perbatasan, pada 30 Agustus 2017 lalu.
Kemana tujuannya?
Beliau berjalan melewati jalur hutan dan pegunungan untuk menghindari para biksu dan orang-orang Buddha Rakhine yang secara membabi buta membunuhi siapa saja yang melewati jalan itu.
Jarak kami untuk sampai ke perbatasan sekitar 20 kilometer, namun karena adanya penghadangan para militer dan biksu, dibutuhkan enam hari untuk sampai ke desa perbatasan Falang Khali – Kuwang See Bang.
Pada tanggal 6 Sepetember pukul 11 siang, Syaikh dan kelompoknya berhasil mendapatkan kapal kecil untuk menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh, mereka pun mulai menyeberang. Namun nahas, tanpa mereka sadari, militer Myanmar mengawasi lalu langsung menembaki mereka, dan membunuh lima orang. Diantaranya Syaikh Faizul Islam, dua orang dari kelompoknya termasuk Aalim, serta dua orang Muslimah yang sedang bersamanya.
Ketika penembakan terjadi, di kedua sisi perbatasan terdapat banyak kamera dan para tim media, juga murid terdekatnya Maulana Faizul Haq berada di tempat kejadian.
Usai pembunuhan itu, kami segera menerima rekaman video dari Faizul Haq.
Bagaimana kehidupan beliau semasa hidup?
Beliau mendedikasikan hidupnya untuk mengajarkan Islam dan Al-Quran di Rohingya, beliau bertugas mengajar di Madrasah di Buthidaung lebih dari 15 tahun. Beliau juga menjadi Imam dan Khatib Masjid Jami’ Buthidaung. Beliau menguasai qira’ah sab’ah (tujuh jenis bacaan Al-Quran yang terjaga kebenaran riwayatnya sampai ke Rasulullah).
Sebagian besar waktunya digunakan untuk membimbing murid-muridnya belajar Al-Quran.
Bagaimana kedudukan beliau di tengah masyarakatnya?
Syaikh Faizul Islam bukanlah anggota organisasi politik. Beliau sangat dicintai oleh masyarakat Rohingya karena ketakwaan dan kemuliaannya.
Masyarakat Rohingya yang berada di dalam dan di luar negeri, menghormati beliau secara tulus serta memandang beliau sebagai ulama yang tawadhu', hubungan antara beliau dan mereka sangat baik.
Bagaimana riwayat kelahiran dan kehidupan masa kecilnya?
Syaikh Faizul Islam lahir dan dibesarkan di sebuah Desa Tong Bazar, Buthidaung. Beliau wafat di usia 62 tahun.
Semasa kecil, beliau mengenyam pendidikan di madrasah di desanya yang bernama Darul Ulum Tong Bazar. Lalu melanjutkan pendidikan tinggi di Lahore, Universitas Asyrafia di Pakistan, kemudian kembali ke Bangladesh untuk mengambil spesialisasi dalam Qira’ah Sab’ah di Universitas Fatia di Chittagong.
Tentara Myanmar membunuh ulama kami tanpa sebab apa-apa.
Bagaimana istri dan anak-anak beliau?
Sejak mengungsi sampai hari ini, tidak ada kabar apa-apa tentang mereka. Syaikh Faizul dikaruniai tujuh anak, empat perempuan dan tiga laki-laki. Diantaranya adalah Aisyah, Hafsa, Ruqiyah, Mahmudul Hasan Yunus.
Apakah di masa hidupnya beliau aktif di salah satu organisasi?
Tidak, hidupnya sepenuhnya dicurahkan untuk mengajarkan dan mendakwahkan Al-Quran di bumi Rohingya.
Bagaimana latar belakang sampai beliau memutuskan untuk mengungsi?
Sebenarnya dalam situasi sekarang ini, Syaikh Faizul Islam memiliki pendirian yang tegas untuk tidak meninggalkan rumah dan menetap di negeri kami, namun karena diancam dengan senjata beliau tidak memiliki pilihan alternatif.
Baca Juga: Ini 14 Fakta Muslim Rohingya Yang Mengejutkan
Beliau selalu menganggap tindakan pemerintah Myanmar menindas rakyat Rohingya sebuah kejahatan.* (Hidayatullah/Sahabat Al-Aqsha)