“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yusuf: 53)
Prolog
Sungguh berat malam yang panas itu dirasakan oleh Ra’il, istri seorang penguasa Mesir yang biasa dipanggil dengan nama Zulaiha.
Ia senantiasa mempercantik paras, menghias diri, dan memakai wangi-wangian. Kemudian berdiri, pagi dan petang, di beranda istananya di atas Sungai Nil, dalam kegelisahan yang tak jelas penyebabnya.
Angin sepoi bertiup lembut, seakan enggan mengusik ranting-ranting pohon bunga yang mengelilingi beranda istana itu, Zulaiha memandangi sungai dan airnya yang tenang, sesekali wajahnya menoleh ke atas, melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit nan tinggi, mengelilingi bulan yang sebagian sinarnya terhalang oleh awan.
Sesaat kemudian, seorang pelayan menghampiri dengan segelas sari buah dingin untuknya, tetapi ia menolak dan malah memerintahkan pelayan itu untuk kembali. Nafasnya semakin menyesakkan, serasa hampir-hampir mencekik lehernya.
Dia sendiri tidak tahu apa yang digelisahkannya. Kecantikan? Bukan! Dia wanita tercantik di seluruh Mesir. Anak? Mungkin itu benar, sebab sampai saat ini ia belum dikaruniai seorang anak pun.
Sebenarnya ia dapat saja mengambil anak angkat yang disukainya, sebab ia istri orang terkaya di negeri itu. Tapi naluri keibuannya ternyata menentang niatnya. Dia ingin mengandung dan melahirkan puteranya sendiri, sebagaimana wanita-wanita lain. Tapi suratan takdir menghendaki lain, suaminya tidak kuasa mengubah impiannya menjadi kenyataan.
Berkecamuklah semua hal itu di kepalanya. Ia terlena dalam lamunannya, sampai suara halus suaminya tiba-tiba mengejutkan hatinya.
“Ra’il, istriku yang cantik, bergembiralah!” Kata suaminya sambil menunjukkan sesuatu.
Zulaiha menoleh kepada suaminya, dan betapa terkejut ketika ia lihat suaminya datang bersama seorang anak kecil.
“Siapa namamu?” tanya Zulaiha.
Dengan suara terbata, anak itu menjawab, “Yusuf”.
Al-Aziz, suami Zulaiha, kemudian mengikutinya dari belakang serta berkata, “Telah kubeli ia dari kafilah yang kutemui disebuah telaga di padang pasir. Berikanlah kepadanya tempat dan pelayanan yang baik, bisa jadi ia bermanfaat bagi kita, atau kita pungut ia sebagai anak”
Masa Pubertas yang menyenangkan
“ Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Yusuf: 22)
Istri al-Aziz tidak mengetahui takdir apa yang bakal terjadi antara dia dan anak itu di hari-hari yang akan datang. Yang jelas ia merasa senang atas kedatangan anak itu, dan hilanglah kesedihan yang selama ini menghimpit dadanya. Hari-hari berlalu. Yusuf semakin besar dan Menjadi dewasa. Wajahnya tampak semakin tampan.
Istri Aziz tidak mengerti kebahagiaan apa yang meresap di hatinya setiap kali ia memandang Yusuf, dan kesedihan yang menghantuinya ketika Yusuf hilang dari pandangannya.
Setiap kali malam tiba, dan Yusuf pergi ke kamar tidurnya, Zulaiha merasa ada sesuatu yang mengusik lubuk jiwanya, sehingga kadang kala ia bangun meninggalkan suaminya yang sedang tidur, kemudian pergi ke pintu kamar Yusuf.
Zulaiha berdiri di pintu kamar Yusuf beberapa saat. Dalam hatinya timbul keraguan: apakah sebaiknya ia masuk menemui Yusuf seperti yang diinginkannya, ataukah ia kembali ke tempatnya sendiri di samping suaminya.
Pikiran seperti itu selalu mengganggu hatinya semalaman, sampai cahaya matahari pagi terlihat masuk melalui jendela-jendela kamarnya. Jika sudah demikian, ia kembali ke kamar suaminya.
Setiap kali pandangannya bertemu dengan pandangan Yusuf, ia merasakan keinginan yang kuat untuk selalu berada dekat pemuda itu, dan tak ingin rasanya berpisah untuk selama-lamanya. Namun, hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak memendam perasaan yang sama seperti perasaannya. Pertanyaan yang selalu mengusik kalbunya adalah:
Apakah Yusuf mencintainya sebagaimana ia mencintai Yusuf? Apakah Yusuf memendam perasaan seperti yang dipendamnya? Meskipun hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak menampakkan sikap seperti itu, ia tidak mahu mendengar jawaban itu.
Pada suatu malam, istri Aziz merasa tidak kuasa lagi hanya berdiri di ambang cinta yang disimpannya kepada Yusuf. Ia kemudian berdiri dimuka cermin, mengagumi kecantikan parasnya, seraya berkata kepada dirinya sendiri, “Adakah, di seluruh Mesir ini, wanita yang kecantikannya melebihi kecantikanku, sehingga Yusuf menghindar dariku? Tidak boleh tidak, wahai, Yusuf, hari ini aku akan menjumpaimu dengan segala macam bujukan dan rayuan, sampai engkau tunduk kepadaku”.
Kemudian ia membuka lemari, dan matanya mengamati setumpuk pakaian di dalamnya. Dipilihnya salah satu gaunnya yang paling indah, berwarna merah dengan model yang membangkitkan gairah laki-laki. Manakala gaun itu dikenakan, maka sebahagian auratnya yang seharusnya tersembunyi akan tampak.
Itulah yang justru dikehendakinya. Kemudian ia memakai wangi wangian disekujur tubuhnya, yang menyebabkan seorang lelaki akan bergairah kerana baunya.
Setelah itu, ia atur rambutnya seindah-indahnya di malam yang sunyi itu. Setelah menyelesaikan dan menyempurnakan dandanannya, Zulaiha mengamati sekelilingnya, hingga ia benar-benar yakin bahawa tidak ada seorang pun pelayannya yang masih menunggunya di situ; semuanya sudah lelap di kamarnya masing-masing di kegelapan malam itu. Ia pun tahu bahawa suaminya sedang memenuhi panggilan seorang hakim Mesir dan sibuk dengan urusan-urusannya, sehingga tidak mungkin ia akan kembali sebelum fajar pagi tiba.
Fitnah wanita
Setelah semuanya terlihat beres, pergilah ia menuju kamar Yusuf. Didapatinya pintu kamar itu tertutup dan lampunya sudah dimatikan. Dengan perlahan ia mengetuk; satu kali, dua kali … dan tiga kali. Tak lama kemudian, Yusuf pun bangun menyalakan lampu dan membukakan pintu. Alangkah terkejutnya Yusuf ketika ia melihat istri al-Aziz sudah berada di hadapannya. Tapi ia tidak berkata apa-apa kecuali hanya diam menunduk.
Tiba-tiba Zulaiha masuk ke dalam, mendekatinya dengan ramah, dan memegang tangannya sambil menutup pintu kamar. Zulaiha merasakan kegelisahan, ketakutan, dan tak kuasa menatap pandangan kedua mata Yusuf. Ia lalu berpaling ke arah Yusuf, sedangkan Yusuf selalu berusaha menjauh darinya.
Istri al-Aziz kemudian berkata, “Apakah maksud semua ini, hai, Yusuf? Janganlah engkau menjauh dariku, sehingga aku binasa karena rindu kepadamu”. Yusuf diam tanpa jawaban.
Istri al-Aziz mendekatinya lagi seraya berkata, “Wahai Yusuf, betapa indahnya rambutmu!”
Yusuf menjawab, “Inilah sesuatu yang pertama kali akan berhamburan dari tubuhku setelah aku mati”.
“Aduhai, Yusuf, betapa indahnya kedua matamu!”, Bujuk istri al-Aziz lagi.
“Keduanya ini adalah benda yang pertama kali akan lepas dari kepalaku dan akan mengalir di muka bumi!”
Istri al-Aziz berkata lagi, “Betapa tampannya wajahmu, hai Yusuf”.
“Tanah kelak akan melumatnya”, Jawab Yusuf.
Kemudian Zulaiha berkata kepadanya, “Telah terbuka tubuhku kerana ketampanan wajahmu”.
“Syaitan menolongmu untuk berbuat hal itu!” Kata Yusuf.
“Yusuf! Bagaimanapun aku harus mendapatkan apa yang selama ini kudambakan, dan kini aku datang karenanya”. Kata Zulaiha.
Yusuf menjawab: “Kemanakah aku akan lari dari murka Allah jika aku mendurhakaiNya?”
Istri al-Aziz sadar bahwa Yusuf benar-benar tidak mau memenuhi apa yang ia inginkan.
Maka, ia pun lebih mendekat lagi, dan meletakkan badan Yusuf di atas dadanya. Ia berharap Yusuf akan tertarik kepadanya dan mau memenuhi keinginannya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Yusuf malah menghindar darinya dan segera berlari hendak keluar dari kamar itu.
Istri al-Aziz tak habis berfikir mengapa Yusuf sedemikian keras mempertahankan kesuciannya di hadapan wanita cantik yang telah siap melayaninya, bahkan lari menjauh darinya. Ia lalu mengejar Yusuf dari belakang untuk memaksanya. Ketika sudah sangat dekat, dipegangnyalah bahagian belakang baju Yusuf dan ditariknya kuat-kuat. Dengan penuh kemarahan, ia melarang Yusuf keluar dari kamar.
Akhirnya, Koyaklah bagian belakang baju Yusuf. Pada saat yang sama, tiba-tiba al-Aziz sudah berada dihadapan mereka berdua, bersama saudara sepupu Zulaiha. (QS. Yusuf: 25)
Dengan serta merta istri al-Aziz berkata: “Apakah hukuman bagi orang yang akan berbuat serong kepada istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksaan yang pedih?” Dengan perkataan itu, Zulaiha bermaksud menyatakan bahwa Yusuf telah berbuat yang melampaui batas atas dirinya.
Al-Aziz sangat marah atas terjadinya peristiwa memalukan itu. Karena tidak menduga hal itu dilakukan oleh Yusuf, seorang anak terlantar yang telah dibelinya, dipeliharanya, dan dikasihinya seperti kasih sayang seorang ayah kepada puteranya sendiri. Tidak mungkin hal itu bisa terjadi?
Yusuf sadar bahwa istri al-Aziz telah berkata dusta tentang dirinya dan menuduhnya dengan tuduhan palsu. Maka, segeralah Zulaiha berkata kepada al-Aziz:
“Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”. (QS. Yusuf: 26)
Pertolongan Allah
Allah ternyata menghendaki bebasnya Yusuf dari tuduhan wanita itu. Seorang bayi yang masih menyusu, anak salah seorang keluarga Zulaiha yang ketika itu datang ke istana, tiba-tiba berkata, “Jika bajunya koyak di bagian muka, maka wanita itulah yang benar dan Yusuf termasuk orang-orang dusta. Dan jika bajunya koyak di bahagian belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar”.(QS. Yusuf: 26-27)
Mendengar itu, segeralah al-Aziz menghampiri Yusuf untuk melihat bajunya. ketika didapatinya baju Yusuf koyak di bagian belakang (kerana tarikan istrinya), mengertilah al-Aziz akan pengkhianatan istrinya dan bersihnya Yusuf dari tuduhan itu. Kemudian ia berkata: “Sungguh, inilah tipu muslihatmu. Sungguh dahsyat tipu muslihatmu!” (QS. Yusuf: 28)
Kemudian ia memandang Yusuf seraya berkata: “Hai, Yusuf, berpalinglah dari ini!” Maksud perkataan itu adalah agar Yusuf tidak memberitakan aib yang terjadi atas diri istrinya itu, sehingga tidak terdengar oleh orang ramai. Sedangkan kepada istrinya ia berkata: “Dan (kamu, hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, kerana sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah”. “Celakalah kamu, Yusuf!” Kata istri al-Aziz dengan kemarahan yang memuncak, kerana Yusuf menolak kecantikan dan kebesarannya.
“Tidak! aku tak akan membiarkanmu, Yusuf. Bagaimana pun akan kucari jalan lain yang dapat mempedayakanmu, hingga kamu memenuhi apa yang kuinginkan…”
Hari-hari pun berlalu, dan al-Aziz yang kalah dalam urusan itu berusaha memohon kerelaan istrinya menghadapi kenyataan itu, sementara sang istri menyanggahnya dengan dalih bahwa suaminya telah menjatuhkan martabat dan kemuliaannya.
Zulaiha tahu benar bahawa setiap kali ia menampakkan Kebenciannya kepada suaminya,sang suami benar-benar berusaha mendekati dan membujuknya karena ia sangat mencintainya dan merasa lemah di hadapan kecantikan wajahnya dan ketinggian peribadinya, yang sebenarnya bersifat mulia.
Yusuf sendiri akhirnya berdiam sepanjang hari di dalam kamarnya, karena peristiwa aib itu terjadi di situ. Ia tidak keluar dari kamarnya kecuali ada suatu pekerjaan penting yang ditugaskan oleh tuannya, al-Aziz.
Hari-hari yang berat dan keras selalu menghantui istri al-Aziz. Ia menanti datang suatu peluang untuk kembali melakukan tipu dayanya atas diri Yusuf, sebab apa yang baru terjadi itu justru menambah rasa cinta dan keinginan untuk berhubungan dengan Yusuf, meskipun secara terang-terang ia telah berdusta atas diri Yusuf untuk menghilangkan keraguan suaminya terhadapnya.
Hari demi hari dirasakan oleh istri al-Aziz dengan berat dan terasa lambat berjalan. Di kota, beberapa peristiwa yang tak terduga telah terjadi.
Wanita-wanita di Mesir, ketika itu, tidak ada pembicaraan lain kecuali tentang peristiwa aib antara istri al-Aziz dan Yusuf. Yang sungguh mengherankan, bagaimana peristiwa itu dapat tersebar di seluruh kota, padahal semua pihak di istana al-Aziz berusaha merahasiakannya.
Dugaan sementara dialamatkan kepada pelayan laki-laki istana dan sebahagian pelayan wanita yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Besar kemungkinan, merekalah yang membocorkan rahsia itu.
Langit ibu kota Mesir penuh dengan gema kisah sekitar kejadian itu. Dalam setiap kelompok wanita, tidak ada masalah lain yang dibicarakan kecuali tentang istri al-Aziz dan Yusuf, semuanya dicurahkan tanpa segan lagi. Akhirnya, sampailah berita yang menyakitkan itu ke telinga istri al-Aziz. Dan tentu saja hal itu menimbulkan kemarahannya yang luar biasa.
Akan tetapi, apa hendak dikata, ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menerima kenyataan itu dengan hati yang semakin pedih.
“Betapa perjalanan hidupku menjadi sepotong roti dalam mulut wanita-wanita kota yang dipenuhi cemoohan dan ejekan.” Keluhnya dalam hati, “padahal, di hari-hari kemarin, tak seorangpun dari mereka berani menyebut namaku kecuali dengan segala penghormatan dan kemuliaan”.
Kemudian ketenangan mulai meresap di hati istri al-Aziz, setelah jiwanya tergoncang kerana kemarahan. Mulailah ia berbicara kepada dirinya sendiri: ” Aku wanita, dan mereka pun wanita. Harus mereka terima hinaan sebagaimana hinaan yang mereka tujukan kepadaku. Jika mereka memperolok-olokku dengan lidahnya, maka sesungguhnya olok-olokku nanti lebih keras atas diri mereka…” Maka, keluarlah dia dari kamarnya menuju beranda istananya yang menghadap Sungai Nil. Di tepian sungai itu, ia mulai berfikir, sementara angin lembut menerpa pepohonan bunga yang mengelilingi istana, membuat harum udara di sekitarnya. Istri al-Aziz mulai merenung; fikirannya berputar ke sana kemari, mengikuti alunan ombak sungai yang tenang.
Tak lama kemudian, wajahnya tampak sedikit berseri, kemudian mulutnya tersenyum. Telah ditemukan satu cara untuk membereskan masalah itu. Ya, mengapa ia tidak menghentikan cemuhan wanita-wanita itu tentang dirinya dan Yusuf dalam suatu pertemuan terbuka? Mengapa ia tidak memanggil wanita-wanita itu untuk duduk bercakap-cakap seperti biasa ia lakukan sebelum ini, lalu ia perintahkan Yusuf keluar (menampakkan diri di hadapan mereka)? Nanti mereka akan sadar dan mengerti mengapa istri al-Aziz jatuh hati kepada anak angkatnya.
Kemudian dipanggilnya semua wanita itu ke istana untuk bersukaria. Kepada mereka dipersembahkan berbagai macam buah-buahan, dan masing-masing diberi sebilah pisau sebagai alat pemotongnya. Akan dilihat oleh istri Al-Aziz apa yang nanti bakal terjadi ketika Yusuf muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah mereka.
Heranlah kebanyakan wanita bangsawan terhadap panggilan istri al-Aziz itu. Mereka menyaksikan suasana yang lain dari biasanya. Ruangan istana, ketika itu, dihiasi dengan penuh kemegahan. Wanita-wanita yang hadir duduk di kursi yang indah. Di hadapan mereka masing-masing terdapat sepinggan buah segar dan sebilah pisau pemotongnya.
Semua pandangan hadirin ditujukan kepada barang-barang yang ada dalam ruangan istana itu. Semuanya diam membisu, tak ada yang berani berbicara dengan jelas tentang apa yang tersimpan di dada dan mulailah istri Aziz membuka acara. Pembicaraan hanya berkisar tentang buah dan masalah-masalah pesta ria itu, sama sekali jauh dari masalah peristiwa dirinya dengan Yusuf. Ia berkata bahwa segala yang disediakannya kali ini dimaksudkan sebagai kejutan bagi wanita-wanita itu.
Di antara wanita-wanita yang hadir dalam jamuan itu, ada salah seorang yang menyindir. Dengan cara yang cerdik, ia berkisah kepada hadirin tentang seorang pemudi yang jatuh cinta, dan mati dalam kesedihan karena laki-laki yang meminangnya tewas di medan perang melawan musuh-musuh negerinya. Tetapi istri al-Aziz, dengan lebih cerdik, mengalihkan pembicaraan ke masalah-masalah lain.
Kemudian ia berkata kepada Yusuf, “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.”
Maka, keluarlah Yusuf dari tempatnya menuju jamuan wanita-wanita itu. Betapa terkejutnya wanita-wanita itu demi melihat ketampanan Yusuf. Mereka pada tercengang dan keheranan. Dan tanpa disadari, mereka memotong jari-jari mereka sendiri dengan pisau. Mereka mengira sedang memotong buah, padahal tidak dirasakan darah mengalir dari tangan mereka. Lama-kelamaan mereka baru ingat dan menyadari apa yang telah mereka lakukan, kemudian berkata, “Maha Besar Allah. Ini bukanlah manusia. Ia tiada lain adalah malaikat yang mulia”.
Ketika itu wajah istri al-Aziz menahan sedih dan duka. Berubahlah wajah nan cantik itu menjadi marah. Ia berkata seraya menunjuk kepada Yusuf: “Itulah orang yang menyebabkan aku di cela karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menginginkan dirinya, tetapi ia menolak. Dan (sekarang) jika dia tidak mentaati apa yang kuperintahkan, nescaya ia akan dipenjarakan dan dia akan menjadi orang yang hina”
Demi menghindar dari fitnah, penjara lebih menarik
Yusuf mendengar apa yang dikatakan oleh istri Aziz dengan sikap yang tenang dan tabah, di hadapan wanita-wanita kota. Ia pun mendengar keinginan setiap wanita yang hadir, sebagaimana keinginan istri al-Aziz terhadapnya. Sambil berlindung kepada Allah, Yusuf berkata, “Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Allah hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku tertarik kepada mereka. Dan tentulah aku termasuk orang yang jahil”. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang mukmin serta berlindung dan berpegang dengan kebenaran yang diperintahkan oleh-Nya. Maka, Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Mengetahui. Pulanglah wanita-wanita kota itu dengan tangan mereka berlumuran darah. Mereka semua akhirnya sedar bahwa Zulaiha, istri al-Aziz, terhalang cintanya kepada Yusuf. Yusuf kemudian meninggalkan ruangan itu dan pergi ke kamarnya. Istri al-Aziz tampak duduk sambil berfikir. Ia memang menghendaki kehinaan atas wanita-wanita yang menghina dirinya dengan Yusuf, dan hal itu telah selesai ia lakukan. Menanglah ia dengan suatu kemenangan yang dapat menyembuhkan sakit hatinya.
Akan tetapi, setelah ia lebih dalam berfikir, ia sadari bahwa perasaan yang ditanggungnya selama ini adalah suatu sebab yang berat baginya. Ia berbicara dengan dirinya sendiri: “Yusuf telah menghindar dariku dua kali; sekali dikamarnya dan sekali di hadapan wanita-wanita kota. Sesungguhnya wanita-wanita kota itu pun mencintai Yusuf sebagaimana aku, tetapi semuanya tidak memperoleh sesuatu darinya. Ancamanku kepadanya tidak ditakutinya. Celakalah kamu meskipun aku mencintaimu.”
Pergilah istri al-Aziz menemui suaminya. Al-Aziz kemudian bertanya tentang jamuan yang diadakannya. Istrinya menjelaskan bahwa jamuan itu hanya menambah keburukan baginya.
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Tanya Al-Aziz. “Jika Yusuf tidak disembunyikan dari seisi istana dan kota, dia akan selalu berbicara tentang apa yang memburukkanku…” Jawabnya.
Maka, mendekatlah al-Aziz kepada istrinya seraya berkata. “Bagaimana engkau bisa rela dengan apa yang memburukkanmu?”
Gemetarlah badan wanita itu, dan kemudian berkata: “Kalau begitu, masukkanlah Yusuf ke dalam penjara, sehingga semua orang akan melupakannya”.
Al-Aziz menyetujui usul istrinya itu. Tak lama kemudian, beberapa pengawal istana membawa Yusuf ke penjara. Tatkala Yusuf keluar dari pintu istana, istri al-Aziz berdiri di belakang jendela kamarya sambil memandanginya. Ia merasa seolah-olah sebagian dari hatinya tercabut, meskipun dialah yang mendesak suaminya agar memasukkan Yusuf ke dalam penjara.
Tiap hari berlalu, dan kesedihan selalu mewarnai wajah istri al-Aziz, sementara suaminya hanya bisa melihat hal itu dengan sikap diam dan tidak kuasa berbuat sesuatu. Wanita itu bertanya kepada dirinya sendiri: “Salahkah aku tatkala menyuruh al-Aziz memasukkan Yusuf ke dalam penjara? Ya, kuharamkan diriku melihat Yusuf… “. Sekali lagi ia berfikir dalam kegelisahannya: “Tetapi, apakah aku bersalah dalam urusan itu?”. Ia menyanggah dirinya sendiri untuk lepas dari azab, seperti seorang dermawan yang haus, tetapi tidak sanggup menjangkau air yang dipikul di bahunya sendiri.
Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berjalan tanpa sepi dari cerita istri al-Aziz dengan Yusuf. Pada suatu hari, datanglah utusan raja, memerintahkannya untuk datang keistana. Istri al-Aziz sangat heran, sebab hal itu belum terjadi sebelumnya. Ia bertanya kepada suaminya apa kira-kira yang menyebabkan sang raja memanggilnya ke istana. Al-Aziz menjawab, “Mungkin ada urusan yang berhubungan dengan Yusuf.”
Dengan penuh pertanyaan di benaknya, pergilah istri al-Aziz menuju istana raja. Di sana didapatinya wanita-wanita yang telah memotong tangannya beberapa waktu yang lalu, semuanya menghadap Raja Mesir. Sementara itu, sang raja memandangi wajah para wanita itu satu persatu, kemudian mengajukan pertanyaan singkat kepada wanita-wanita itu: “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka menjawab serentak: “Kami tiada mendapati suatu keburukan padanya (Yusuf)”.
Tiba-tiba, tanpa diminta oleh Raja, istri al-Aziz berbicara. Ia merasa telah tiba saatnya untuk berbicara terus terang perihal itu, agar hilang semua beban dosa kerana tindakan aniayanya terhadap Yusuf. Di hadapan Raja, wanita-wanita kota, dan seluruh yang hadir di situ, ia menerangkan: “Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”. (Yusuf berkata), “Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya dan bahwasanya Allah tidak merestui tipudaya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang”
Epiloge
Terjadi perbedaan pendapat tentang kehidupan perempuan itu selanjutnya. Sebahagian orang berpendapat bahawa sejak itu istri al-Aziz hidup bersama kesedihan dan putus asa kerana ingatannya kepada Yusuf.
Sebahagian yang lain berpendapat bahawa istri al-Aziz itu akhirnya pindah ke suatu tempat yang jauh, dan tiada kabar beritanya sama sekali. Yang jelas, kehidupan wanita itu menjadi terganggu, kerana cintanya kepada Yusuf.
Namun ada yang mengisahkan setelah peristiwa itu Zulaiha bertaubat kepada Allah S.W.T. Ketika Yusuf diutus menjadi Rasul dan penguasa menggantikan Al-Aziz, Nabi Yusuf berjumpa dengan Zulaiha yang ketika itu keadaannya sudah tua. Akhirnya Allah menjadikan Zulaiha muda remaja dan menikah dengan Nabi Yusuf. Maka jadilah Zulaiha sebagai seorang wanita yang solehah yang sentiasa beramal kepada Allah S.W.T.
Pesan Akhir
Nabi Yusuf Berhasil menunjukkan cinta tertingginya, yaitu cinta kepada Allah dan jihad di jalanNya. Orang yang mukmin akan mencintai Allah, karena keyakinanya yang kuat bahwa Allah itu:
Penguasa alam semesta dan Maha berkehendak (QS. al-Qashas: 68, QS. al-Ahzab; 36)
Maha mengetahui (QS.al-Baqarah: 140, 232, 282)
Maha bijaksana (QS. al-Anfal: 63, 71)
Maha kuasa dan manusia tidak dapat berkuasa dan membuat peraturan atas dirinya (QS. al-An’am : 114) dan (QS. al-Jatsiyah : 23)
a. Islam akan kokoh apabila setiap individu muslim mencintai Allah, RasulNya dan jihad di jalanNya. Dan bila masyarakat muslim saling mencintai dan bersaudara antara satu dengan yang lainnya.
b. Bila cinta telah bersemi, bercintalah dengan sewajarnya, dan bila tumbuh benih-benih kebencian, maka membencilah dengan sewajarnya pula.
Sahabat Ali pernah berkata: ” Cintailah kekasihmu dengan sederhana, barangkali di lain waktu, ia menjadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu dengan sederhana, barangkali di lain waktu, ia menjadi kekasihmu”
c. Bekerjalah dengan cintamu sekuat tenaga dan sebaik mungkin. Sebab Allah, rasul-Nya dan kaum Muslimin akan menjadi saksi. Dan yakinlah semua akan kembali kepada Allah mempertanggungjawabkan amanah-amanah yang telah dipercayakan kepadanya. (QS. at-Taubah : 105).
(Kisah Zulaiha ini dapat dibaca dalam Al-Quran surah Yusuf ayat 21-53)
Prolog
Sungguh berat malam yang panas itu dirasakan oleh Ra’il, istri seorang penguasa Mesir yang biasa dipanggil dengan nama Zulaiha.
Ia senantiasa mempercantik paras, menghias diri, dan memakai wangi-wangian. Kemudian berdiri, pagi dan petang, di beranda istananya di atas Sungai Nil, dalam kegelisahan yang tak jelas penyebabnya.
Angin sepoi bertiup lembut, seakan enggan mengusik ranting-ranting pohon bunga yang mengelilingi beranda istana itu, Zulaiha memandangi sungai dan airnya yang tenang, sesekali wajahnya menoleh ke atas, melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit nan tinggi, mengelilingi bulan yang sebagian sinarnya terhalang oleh awan.
Sesaat kemudian, seorang pelayan menghampiri dengan segelas sari buah dingin untuknya, tetapi ia menolak dan malah memerintahkan pelayan itu untuk kembali. Nafasnya semakin menyesakkan, serasa hampir-hampir mencekik lehernya.
Dia sendiri tidak tahu apa yang digelisahkannya. Kecantikan? Bukan! Dia wanita tercantik di seluruh Mesir. Anak? Mungkin itu benar, sebab sampai saat ini ia belum dikaruniai seorang anak pun.
Sebenarnya ia dapat saja mengambil anak angkat yang disukainya, sebab ia istri orang terkaya di negeri itu. Tapi naluri keibuannya ternyata menentang niatnya. Dia ingin mengandung dan melahirkan puteranya sendiri, sebagaimana wanita-wanita lain. Tapi suratan takdir menghendaki lain, suaminya tidak kuasa mengubah impiannya menjadi kenyataan.
Berkecamuklah semua hal itu di kepalanya. Ia terlena dalam lamunannya, sampai suara halus suaminya tiba-tiba mengejutkan hatinya.
“Ra’il, istriku yang cantik, bergembiralah!” Kata suaminya sambil menunjukkan sesuatu.
Zulaiha menoleh kepada suaminya, dan betapa terkejut ketika ia lihat suaminya datang bersama seorang anak kecil.
“Siapa namamu?” tanya Zulaiha.
Dengan suara terbata, anak itu menjawab, “Yusuf”.
Al-Aziz, suami Zulaiha, kemudian mengikutinya dari belakang serta berkata, “Telah kubeli ia dari kafilah yang kutemui disebuah telaga di padang pasir. Berikanlah kepadanya tempat dan pelayanan yang baik, bisa jadi ia bermanfaat bagi kita, atau kita pungut ia sebagai anak”
Masa Pubertas yang menyenangkan
“ Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. Yusuf: 22)
Istri al-Aziz tidak mengetahui takdir apa yang bakal terjadi antara dia dan anak itu di hari-hari yang akan datang. Yang jelas ia merasa senang atas kedatangan anak itu, dan hilanglah kesedihan yang selama ini menghimpit dadanya. Hari-hari berlalu. Yusuf semakin besar dan Menjadi dewasa. Wajahnya tampak semakin tampan.
Istri Aziz tidak mengerti kebahagiaan apa yang meresap di hatinya setiap kali ia memandang Yusuf, dan kesedihan yang menghantuinya ketika Yusuf hilang dari pandangannya.
Setiap kali malam tiba, dan Yusuf pergi ke kamar tidurnya, Zulaiha merasa ada sesuatu yang mengusik lubuk jiwanya, sehingga kadang kala ia bangun meninggalkan suaminya yang sedang tidur, kemudian pergi ke pintu kamar Yusuf.
Zulaiha berdiri di pintu kamar Yusuf beberapa saat. Dalam hatinya timbul keraguan: apakah sebaiknya ia masuk menemui Yusuf seperti yang diinginkannya, ataukah ia kembali ke tempatnya sendiri di samping suaminya.
Pikiran seperti itu selalu mengganggu hatinya semalaman, sampai cahaya matahari pagi terlihat masuk melalui jendela-jendela kamarnya. Jika sudah demikian, ia kembali ke kamar suaminya.
Setiap kali pandangannya bertemu dengan pandangan Yusuf, ia merasakan keinginan yang kuat untuk selalu berada dekat pemuda itu, dan tak ingin rasanya berpisah untuk selama-lamanya. Namun, hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak memendam perasaan yang sama seperti perasaannya. Pertanyaan yang selalu mengusik kalbunya adalah:
Apakah Yusuf mencintainya sebagaimana ia mencintai Yusuf? Apakah Yusuf memendam perasaan seperti yang dipendamnya? Meskipun hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak menampakkan sikap seperti itu, ia tidak mahu mendengar jawaban itu.
Pada suatu malam, istri Aziz merasa tidak kuasa lagi hanya berdiri di ambang cinta yang disimpannya kepada Yusuf. Ia kemudian berdiri dimuka cermin, mengagumi kecantikan parasnya, seraya berkata kepada dirinya sendiri, “Adakah, di seluruh Mesir ini, wanita yang kecantikannya melebihi kecantikanku, sehingga Yusuf menghindar dariku? Tidak boleh tidak, wahai, Yusuf, hari ini aku akan menjumpaimu dengan segala macam bujukan dan rayuan, sampai engkau tunduk kepadaku”.
Kemudian ia membuka lemari, dan matanya mengamati setumpuk pakaian di dalamnya. Dipilihnya salah satu gaunnya yang paling indah, berwarna merah dengan model yang membangkitkan gairah laki-laki. Manakala gaun itu dikenakan, maka sebahagian auratnya yang seharusnya tersembunyi akan tampak.
Itulah yang justru dikehendakinya. Kemudian ia memakai wangi wangian disekujur tubuhnya, yang menyebabkan seorang lelaki akan bergairah kerana baunya.
Setelah itu, ia atur rambutnya seindah-indahnya di malam yang sunyi itu. Setelah menyelesaikan dan menyempurnakan dandanannya, Zulaiha mengamati sekelilingnya, hingga ia benar-benar yakin bahawa tidak ada seorang pun pelayannya yang masih menunggunya di situ; semuanya sudah lelap di kamarnya masing-masing di kegelapan malam itu. Ia pun tahu bahawa suaminya sedang memenuhi panggilan seorang hakim Mesir dan sibuk dengan urusan-urusannya, sehingga tidak mungkin ia akan kembali sebelum fajar pagi tiba.
Fitnah wanita
Setelah semuanya terlihat beres, pergilah ia menuju kamar Yusuf. Didapatinya pintu kamar itu tertutup dan lampunya sudah dimatikan. Dengan perlahan ia mengetuk; satu kali, dua kali … dan tiga kali. Tak lama kemudian, Yusuf pun bangun menyalakan lampu dan membukakan pintu. Alangkah terkejutnya Yusuf ketika ia melihat istri al-Aziz sudah berada di hadapannya. Tapi ia tidak berkata apa-apa kecuali hanya diam menunduk.
Tiba-tiba Zulaiha masuk ke dalam, mendekatinya dengan ramah, dan memegang tangannya sambil menutup pintu kamar. Zulaiha merasakan kegelisahan, ketakutan, dan tak kuasa menatap pandangan kedua mata Yusuf. Ia lalu berpaling ke arah Yusuf, sedangkan Yusuf selalu berusaha menjauh darinya.
Istri al-Aziz kemudian berkata, “Apakah maksud semua ini, hai, Yusuf? Janganlah engkau menjauh dariku, sehingga aku binasa karena rindu kepadamu”. Yusuf diam tanpa jawaban.
Istri al-Aziz mendekatinya lagi seraya berkata, “Wahai Yusuf, betapa indahnya rambutmu!”
Yusuf menjawab, “Inilah sesuatu yang pertama kali akan berhamburan dari tubuhku setelah aku mati”.
“Aduhai, Yusuf, betapa indahnya kedua matamu!”, Bujuk istri al-Aziz lagi.
“Keduanya ini adalah benda yang pertama kali akan lepas dari kepalaku dan akan mengalir di muka bumi!”
Istri al-Aziz berkata lagi, “Betapa tampannya wajahmu, hai Yusuf”.
“Tanah kelak akan melumatnya”, Jawab Yusuf.
Kemudian Zulaiha berkata kepadanya, “Telah terbuka tubuhku kerana ketampanan wajahmu”.
“Syaitan menolongmu untuk berbuat hal itu!” Kata Yusuf.
“Yusuf! Bagaimanapun aku harus mendapatkan apa yang selama ini kudambakan, dan kini aku datang karenanya”. Kata Zulaiha.
Yusuf menjawab: “Kemanakah aku akan lari dari murka Allah jika aku mendurhakaiNya?”
Istri al-Aziz sadar bahwa Yusuf benar-benar tidak mau memenuhi apa yang ia inginkan.
Maka, ia pun lebih mendekat lagi, dan meletakkan badan Yusuf di atas dadanya. Ia berharap Yusuf akan tertarik kepadanya dan mau memenuhi keinginannya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Yusuf malah menghindar darinya dan segera berlari hendak keluar dari kamar itu.
Istri al-Aziz tak habis berfikir mengapa Yusuf sedemikian keras mempertahankan kesuciannya di hadapan wanita cantik yang telah siap melayaninya, bahkan lari menjauh darinya. Ia lalu mengejar Yusuf dari belakang untuk memaksanya. Ketika sudah sangat dekat, dipegangnyalah bahagian belakang baju Yusuf dan ditariknya kuat-kuat. Dengan penuh kemarahan, ia melarang Yusuf keluar dari kamar.
Akhirnya, Koyaklah bagian belakang baju Yusuf. Pada saat yang sama, tiba-tiba al-Aziz sudah berada dihadapan mereka berdua, bersama saudara sepupu Zulaiha. (QS. Yusuf: 25)
Dengan serta merta istri al-Aziz berkata: “Apakah hukuman bagi orang yang akan berbuat serong kepada istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksaan yang pedih?” Dengan perkataan itu, Zulaiha bermaksud menyatakan bahwa Yusuf telah berbuat yang melampaui batas atas dirinya.
Al-Aziz sangat marah atas terjadinya peristiwa memalukan itu. Karena tidak menduga hal itu dilakukan oleh Yusuf, seorang anak terlantar yang telah dibelinya, dipeliharanya, dan dikasihinya seperti kasih sayang seorang ayah kepada puteranya sendiri. Tidak mungkin hal itu bisa terjadi?
Yusuf sadar bahwa istri al-Aziz telah berkata dusta tentang dirinya dan menuduhnya dengan tuduhan palsu. Maka, segeralah Zulaiha berkata kepada al-Aziz:
“Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)”. (QS. Yusuf: 26)
Pertolongan Allah
Allah ternyata menghendaki bebasnya Yusuf dari tuduhan wanita itu. Seorang bayi yang masih menyusu, anak salah seorang keluarga Zulaiha yang ketika itu datang ke istana, tiba-tiba berkata, “Jika bajunya koyak di bagian muka, maka wanita itulah yang benar dan Yusuf termasuk orang-orang dusta. Dan jika bajunya koyak di bahagian belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar”.(QS. Yusuf: 26-27)
Mendengar itu, segeralah al-Aziz menghampiri Yusuf untuk melihat bajunya. ketika didapatinya baju Yusuf koyak di bagian belakang (kerana tarikan istrinya), mengertilah al-Aziz akan pengkhianatan istrinya dan bersihnya Yusuf dari tuduhan itu. Kemudian ia berkata: “Sungguh, inilah tipu muslihatmu. Sungguh dahsyat tipu muslihatmu!” (QS. Yusuf: 28)
Kemudian ia memandang Yusuf seraya berkata: “Hai, Yusuf, berpalinglah dari ini!” Maksud perkataan itu adalah agar Yusuf tidak memberitakan aib yang terjadi atas diri istrinya itu, sehingga tidak terdengar oleh orang ramai. Sedangkan kepada istrinya ia berkata: “Dan (kamu, hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, kerana sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah”. “Celakalah kamu, Yusuf!” Kata istri al-Aziz dengan kemarahan yang memuncak, kerana Yusuf menolak kecantikan dan kebesarannya.
“Tidak! aku tak akan membiarkanmu, Yusuf. Bagaimana pun akan kucari jalan lain yang dapat mempedayakanmu, hingga kamu memenuhi apa yang kuinginkan…”
Hari-hari pun berlalu, dan al-Aziz yang kalah dalam urusan itu berusaha memohon kerelaan istrinya menghadapi kenyataan itu, sementara sang istri menyanggahnya dengan dalih bahwa suaminya telah menjatuhkan martabat dan kemuliaannya.
Zulaiha tahu benar bahawa setiap kali ia menampakkan Kebenciannya kepada suaminya,sang suami benar-benar berusaha mendekati dan membujuknya karena ia sangat mencintainya dan merasa lemah di hadapan kecantikan wajahnya dan ketinggian peribadinya, yang sebenarnya bersifat mulia.
Yusuf sendiri akhirnya berdiam sepanjang hari di dalam kamarnya, karena peristiwa aib itu terjadi di situ. Ia tidak keluar dari kamarnya kecuali ada suatu pekerjaan penting yang ditugaskan oleh tuannya, al-Aziz.
Hari-hari yang berat dan keras selalu menghantui istri al-Aziz. Ia menanti datang suatu peluang untuk kembali melakukan tipu dayanya atas diri Yusuf, sebab apa yang baru terjadi itu justru menambah rasa cinta dan keinginan untuk berhubungan dengan Yusuf, meskipun secara terang-terang ia telah berdusta atas diri Yusuf untuk menghilangkan keraguan suaminya terhadapnya.
Hari demi hari dirasakan oleh istri al-Aziz dengan berat dan terasa lambat berjalan. Di kota, beberapa peristiwa yang tak terduga telah terjadi.
Wanita-wanita di Mesir, ketika itu, tidak ada pembicaraan lain kecuali tentang peristiwa aib antara istri al-Aziz dan Yusuf. Yang sungguh mengherankan, bagaimana peristiwa itu dapat tersebar di seluruh kota, padahal semua pihak di istana al-Aziz berusaha merahasiakannya.
Dugaan sementara dialamatkan kepada pelayan laki-laki istana dan sebahagian pelayan wanita yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Besar kemungkinan, merekalah yang membocorkan rahsia itu.
Langit ibu kota Mesir penuh dengan gema kisah sekitar kejadian itu. Dalam setiap kelompok wanita, tidak ada masalah lain yang dibicarakan kecuali tentang istri al-Aziz dan Yusuf, semuanya dicurahkan tanpa segan lagi. Akhirnya, sampailah berita yang menyakitkan itu ke telinga istri al-Aziz. Dan tentu saja hal itu menimbulkan kemarahannya yang luar biasa.
Akan tetapi, apa hendak dikata, ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menerima kenyataan itu dengan hati yang semakin pedih.
“Betapa perjalanan hidupku menjadi sepotong roti dalam mulut wanita-wanita kota yang dipenuhi cemoohan dan ejekan.” Keluhnya dalam hati, “padahal, di hari-hari kemarin, tak seorangpun dari mereka berani menyebut namaku kecuali dengan segala penghormatan dan kemuliaan”.
Kemudian ketenangan mulai meresap di hati istri al-Aziz, setelah jiwanya tergoncang kerana kemarahan. Mulailah ia berbicara kepada dirinya sendiri: ” Aku wanita, dan mereka pun wanita. Harus mereka terima hinaan sebagaimana hinaan yang mereka tujukan kepadaku. Jika mereka memperolok-olokku dengan lidahnya, maka sesungguhnya olok-olokku nanti lebih keras atas diri mereka…” Maka, keluarlah dia dari kamarnya menuju beranda istananya yang menghadap Sungai Nil. Di tepian sungai itu, ia mulai berfikir, sementara angin lembut menerpa pepohonan bunga yang mengelilingi istana, membuat harum udara di sekitarnya. Istri al-Aziz mulai merenung; fikirannya berputar ke sana kemari, mengikuti alunan ombak sungai yang tenang.
Tak lama kemudian, wajahnya tampak sedikit berseri, kemudian mulutnya tersenyum. Telah ditemukan satu cara untuk membereskan masalah itu. Ya, mengapa ia tidak menghentikan cemuhan wanita-wanita itu tentang dirinya dan Yusuf dalam suatu pertemuan terbuka? Mengapa ia tidak memanggil wanita-wanita itu untuk duduk bercakap-cakap seperti biasa ia lakukan sebelum ini, lalu ia perintahkan Yusuf keluar (menampakkan diri di hadapan mereka)? Nanti mereka akan sadar dan mengerti mengapa istri al-Aziz jatuh hati kepada anak angkatnya.
Kemudian dipanggilnya semua wanita itu ke istana untuk bersukaria. Kepada mereka dipersembahkan berbagai macam buah-buahan, dan masing-masing diberi sebilah pisau sebagai alat pemotongnya. Akan dilihat oleh istri Al-Aziz apa yang nanti bakal terjadi ketika Yusuf muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah mereka.
Heranlah kebanyakan wanita bangsawan terhadap panggilan istri al-Aziz itu. Mereka menyaksikan suasana yang lain dari biasanya. Ruangan istana, ketika itu, dihiasi dengan penuh kemegahan. Wanita-wanita yang hadir duduk di kursi yang indah. Di hadapan mereka masing-masing terdapat sepinggan buah segar dan sebilah pisau pemotongnya.
Semua pandangan hadirin ditujukan kepada barang-barang yang ada dalam ruangan istana itu. Semuanya diam membisu, tak ada yang berani berbicara dengan jelas tentang apa yang tersimpan di dada dan mulailah istri Aziz membuka acara. Pembicaraan hanya berkisar tentang buah dan masalah-masalah pesta ria itu, sama sekali jauh dari masalah peristiwa dirinya dengan Yusuf. Ia berkata bahwa segala yang disediakannya kali ini dimaksudkan sebagai kejutan bagi wanita-wanita itu.
Di antara wanita-wanita yang hadir dalam jamuan itu, ada salah seorang yang menyindir. Dengan cara yang cerdik, ia berkisah kepada hadirin tentang seorang pemudi yang jatuh cinta, dan mati dalam kesedihan karena laki-laki yang meminangnya tewas di medan perang melawan musuh-musuh negerinya. Tetapi istri al-Aziz, dengan lebih cerdik, mengalihkan pembicaraan ke masalah-masalah lain.
Kemudian ia berkata kepada Yusuf, “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.”
Maka, keluarlah Yusuf dari tempatnya menuju jamuan wanita-wanita itu. Betapa terkejutnya wanita-wanita itu demi melihat ketampanan Yusuf. Mereka pada tercengang dan keheranan. Dan tanpa disadari, mereka memotong jari-jari mereka sendiri dengan pisau. Mereka mengira sedang memotong buah, padahal tidak dirasakan darah mengalir dari tangan mereka. Lama-kelamaan mereka baru ingat dan menyadari apa yang telah mereka lakukan, kemudian berkata, “Maha Besar Allah. Ini bukanlah manusia. Ia tiada lain adalah malaikat yang mulia”.
Ketika itu wajah istri al-Aziz menahan sedih dan duka. Berubahlah wajah nan cantik itu menjadi marah. Ia berkata seraya menunjuk kepada Yusuf: “Itulah orang yang menyebabkan aku di cela karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menginginkan dirinya, tetapi ia menolak. Dan (sekarang) jika dia tidak mentaati apa yang kuperintahkan, nescaya ia akan dipenjarakan dan dia akan menjadi orang yang hina”
Demi menghindar dari fitnah, penjara lebih menarik
Yusuf mendengar apa yang dikatakan oleh istri Aziz dengan sikap yang tenang dan tabah, di hadapan wanita-wanita kota. Ia pun mendengar keinginan setiap wanita yang hadir, sebagaimana keinginan istri al-Aziz terhadapnya. Sambil berlindung kepada Allah, Yusuf berkata, “Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Allah hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku tertarik kepada mereka. Dan tentulah aku termasuk orang yang jahil”. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang mukmin serta berlindung dan berpegang dengan kebenaran yang diperintahkan oleh-Nya. Maka, Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Mengetahui. Pulanglah wanita-wanita kota itu dengan tangan mereka berlumuran darah. Mereka semua akhirnya sedar bahwa Zulaiha, istri al-Aziz, terhalang cintanya kepada Yusuf. Yusuf kemudian meninggalkan ruangan itu dan pergi ke kamarnya. Istri al-Aziz tampak duduk sambil berfikir. Ia memang menghendaki kehinaan atas wanita-wanita yang menghina dirinya dengan Yusuf, dan hal itu telah selesai ia lakukan. Menanglah ia dengan suatu kemenangan yang dapat menyembuhkan sakit hatinya.
Akan tetapi, setelah ia lebih dalam berfikir, ia sadari bahwa perasaan yang ditanggungnya selama ini adalah suatu sebab yang berat baginya. Ia berbicara dengan dirinya sendiri: “Yusuf telah menghindar dariku dua kali; sekali dikamarnya dan sekali di hadapan wanita-wanita kota. Sesungguhnya wanita-wanita kota itu pun mencintai Yusuf sebagaimana aku, tetapi semuanya tidak memperoleh sesuatu darinya. Ancamanku kepadanya tidak ditakutinya. Celakalah kamu meskipun aku mencintaimu.”
Pergilah istri al-Aziz menemui suaminya. Al-Aziz kemudian bertanya tentang jamuan yang diadakannya. Istrinya menjelaskan bahwa jamuan itu hanya menambah keburukan baginya.
“Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Tanya Al-Aziz. “Jika Yusuf tidak disembunyikan dari seisi istana dan kota, dia akan selalu berbicara tentang apa yang memburukkanku…” Jawabnya.
Maka, mendekatlah al-Aziz kepada istrinya seraya berkata. “Bagaimana engkau bisa rela dengan apa yang memburukkanmu?”
Gemetarlah badan wanita itu, dan kemudian berkata: “Kalau begitu, masukkanlah Yusuf ke dalam penjara, sehingga semua orang akan melupakannya”.
Al-Aziz menyetujui usul istrinya itu. Tak lama kemudian, beberapa pengawal istana membawa Yusuf ke penjara. Tatkala Yusuf keluar dari pintu istana, istri al-Aziz berdiri di belakang jendela kamarya sambil memandanginya. Ia merasa seolah-olah sebagian dari hatinya tercabut, meskipun dialah yang mendesak suaminya agar memasukkan Yusuf ke dalam penjara.
Tiap hari berlalu, dan kesedihan selalu mewarnai wajah istri al-Aziz, sementara suaminya hanya bisa melihat hal itu dengan sikap diam dan tidak kuasa berbuat sesuatu. Wanita itu bertanya kepada dirinya sendiri: “Salahkah aku tatkala menyuruh al-Aziz memasukkan Yusuf ke dalam penjara? Ya, kuharamkan diriku melihat Yusuf… “. Sekali lagi ia berfikir dalam kegelisahannya: “Tetapi, apakah aku bersalah dalam urusan itu?”. Ia menyanggah dirinya sendiri untuk lepas dari azab, seperti seorang dermawan yang haus, tetapi tidak sanggup menjangkau air yang dipikul di bahunya sendiri.
Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berjalan tanpa sepi dari cerita istri al-Aziz dengan Yusuf. Pada suatu hari, datanglah utusan raja, memerintahkannya untuk datang keistana. Istri al-Aziz sangat heran, sebab hal itu belum terjadi sebelumnya. Ia bertanya kepada suaminya apa kira-kira yang menyebabkan sang raja memanggilnya ke istana. Al-Aziz menjawab, “Mungkin ada urusan yang berhubungan dengan Yusuf.”
Dengan penuh pertanyaan di benaknya, pergilah istri al-Aziz menuju istana raja. Di sana didapatinya wanita-wanita yang telah memotong tangannya beberapa waktu yang lalu, semuanya menghadap Raja Mesir. Sementara itu, sang raja memandangi wajah para wanita itu satu persatu, kemudian mengajukan pertanyaan singkat kepada wanita-wanita itu: “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka menjawab serentak: “Kami tiada mendapati suatu keburukan padanya (Yusuf)”.
Tiba-tiba, tanpa diminta oleh Raja, istri al-Aziz berbicara. Ia merasa telah tiba saatnya untuk berbicara terus terang perihal itu, agar hilang semua beban dosa kerana tindakan aniayanya terhadap Yusuf. Di hadapan Raja, wanita-wanita kota, dan seluruh yang hadir di situ, ia menerangkan: “Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”. (Yusuf berkata), “Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya dan bahwasanya Allah tidak merestui tipudaya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang”
Epiloge
Terjadi perbedaan pendapat tentang kehidupan perempuan itu selanjutnya. Sebahagian orang berpendapat bahawa sejak itu istri al-Aziz hidup bersama kesedihan dan putus asa kerana ingatannya kepada Yusuf.
Sebahagian yang lain berpendapat bahawa istri al-Aziz itu akhirnya pindah ke suatu tempat yang jauh, dan tiada kabar beritanya sama sekali. Yang jelas, kehidupan wanita itu menjadi terganggu, kerana cintanya kepada Yusuf.
Namun ada yang mengisahkan setelah peristiwa itu Zulaiha bertaubat kepada Allah S.W.T. Ketika Yusuf diutus menjadi Rasul dan penguasa menggantikan Al-Aziz, Nabi Yusuf berjumpa dengan Zulaiha yang ketika itu keadaannya sudah tua. Akhirnya Allah menjadikan Zulaiha muda remaja dan menikah dengan Nabi Yusuf. Maka jadilah Zulaiha sebagai seorang wanita yang solehah yang sentiasa beramal kepada Allah S.W.T.
Pesan Akhir
Nabi Yusuf Berhasil menunjukkan cinta tertingginya, yaitu cinta kepada Allah dan jihad di jalanNya. Orang yang mukmin akan mencintai Allah, karena keyakinanya yang kuat bahwa Allah itu:
Penguasa alam semesta dan Maha berkehendak (QS. al-Qashas: 68, QS. al-Ahzab; 36)
Maha mengetahui (QS.al-Baqarah: 140, 232, 282)
Maha bijaksana (QS. al-Anfal: 63, 71)
Maha kuasa dan manusia tidak dapat berkuasa dan membuat peraturan atas dirinya (QS. al-An’am : 114) dan (QS. al-Jatsiyah : 23)
a. Islam akan kokoh apabila setiap individu muslim mencintai Allah, RasulNya dan jihad di jalanNya. Dan bila masyarakat muslim saling mencintai dan bersaudara antara satu dengan yang lainnya.
b. Bila cinta telah bersemi, bercintalah dengan sewajarnya, dan bila tumbuh benih-benih kebencian, maka membencilah dengan sewajarnya pula.
Sahabat Ali pernah berkata: ” Cintailah kekasihmu dengan sederhana, barangkali di lain waktu, ia menjadi musuhmu. Dan bencilah musuhmu dengan sederhana, barangkali di lain waktu, ia menjadi kekasihmu”
c. Bekerjalah dengan cintamu sekuat tenaga dan sebaik mungkin. Sebab Allah, rasul-Nya dan kaum Muslimin akan menjadi saksi. Dan yakinlah semua akan kembali kepada Allah mempertanggungjawabkan amanah-amanah yang telah dipercayakan kepadanya. (QS. at-Taubah : 105).
(Kisah Zulaiha ini dapat dibaca dalam Al-Quran surah Yusuf ayat 21-53)