Kekerasan mematikan semakin memburuk di negara bagian Rakhine, Myanmar, dalam tiga hari terakhir hingga Minggu (27/8/2017), dengan hampir 100 orang meninggal dunia.
Korban terus meningkat karena bentrokan bersenjata antara tentara dan militan Rohingya berlanjut untuk hari ketiga, Minggu kemarin, seperti diberitakan kantor berita Perancis, AFP dan media Inggris, The Guardian.
Pemerintah telah mengevakuasi setidaknya 4.000 warga desa non- Muslim di tengah bentrokan yang berlangsung di Rakhine barat laut. Ribuan Muslim Rohingya melarikan diri ke Banglades.
Kontak senjata yang mematikan itu berawal dari penyerangan pemberontak etnis minoritas Muslim Rohingya yang menyasar 30 pos polisi, Jumat (26/8/2017). Saat itu 32 orang tewas.
Jumlah korban tewas akibat kekerasan akibat serangan terkoordinasi oleh gerilyawan Rohingya telah meningkat menjadi 98 orang, yakni 80 gerilyawan dan 12 anggota pasukan keamanan.
Bentrokan tersebut, yang merupakan insiden terburuk sejak sekurangnya Oktober 2016, telah mendorong pemerintah untuk mengevakuasi staf dan ribuan penduduk desa non-Muslim.
Evakuasi khusus penduduk non-Muslim itu dilakukan karena pemberontakan berasal dari etnis minoritas Muslim, yang selama ini diperlakukan sebagai imigran ilegal yang tak diakui negara.
Sudah puluhan ribuan warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh sejak kekerasan pertama terjadi pada Oktober 2016 di mana militan membunuh sembilan polisi di pos berbatasan Rakhine.
Di samping itu, kekerasan terbaru dalam tiga hari terakhir ini, kembali memicu gelombang pelarian warga Muslim Rohingya untuk melintasi perbatasan menuju Banglades.
Bentrokan sengit terjadi di pinggiran kota Maungdaw, menurut penduduk dan pemerintah. Serangan itu menandai peningkatan dramatis konflik yang telah merebak di kawasan ini sejak Oktober lalu.
Akhiri kekerasan
Sementara itu di Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, menyerukan agar kekerasan atas warga Rohingya segera diakhiri.
Paus mengatakan bahwa ia menerima berita buruk tentang penganiayaan agama minoritas, “saudara-saudara kita warga Rohingya”.
"Saya ingin mengungkapkan kedekatan penuh dengan mereka. Mari kita minta Tuhan menyelamatkan mereka dan memberi pria dan wanita kebaikan untuk membantu mereka, agar mereka mendapat hak-hak penuh."
Perlakuan terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya di sebagian besar negara Buddha, Myanmar, telah muncul sebagai tantangan terbesar bagi pemimpin nasional, Aung San Suu Kyi.
Pada Jumat lalu, dia mengecam penyerangan oleh gerilyawan Muslim yang membawa senjata, tongkat, dan bom rakitan ketika mereka menyerang 30 kantor polisi dan sebuah pangkalan militer.
Peraih hadiah Nobel Perdamaian telah dituduh oleh beberapa kritikus Barat karena tidak berbicara mengenai minoritas Muslim yang telah lama dianiaya, dan tetap mempertahankan serangan balasan tentara setelah serangan Oktober 2016.
Win Myat Aye, menteri kesejahteraan sosial, mengatakan pada Sabtu malam, 4.000 "penduduk desa" telah dievakuasi dari desa mereka - merujuk pada penduduk non-Muslim di wilayah tersebut.
Kementerian tersebut menyediakan fasilitas untuk non-Muslim di tempat-tempat seperti vihara-vihara, kantor pemerintah, dan kantor polisi setempat di kota-kota besar.
Belum terdengar informasi yang melaporkan evakuasi khusus penduduk Rohingya, kecuali berita tentang pelarian mereka ke Banglades.
Korban terus meningkat karena bentrokan bersenjata antara tentara dan militan Rohingya berlanjut untuk hari ketiga, Minggu kemarin, seperti diberitakan kantor berita Perancis, AFP dan media Inggris, The Guardian.
Pemerintah telah mengevakuasi setidaknya 4.000 warga desa non- Muslim di tengah bentrokan yang berlangsung di Rakhine barat laut. Ribuan Muslim Rohingya melarikan diri ke Banglades.
Kontak senjata yang mematikan itu berawal dari penyerangan pemberontak etnis minoritas Muslim Rohingya yang menyasar 30 pos polisi, Jumat (26/8/2017). Saat itu 32 orang tewas.
Jumlah korban tewas akibat kekerasan akibat serangan terkoordinasi oleh gerilyawan Rohingya telah meningkat menjadi 98 orang, yakni 80 gerilyawan dan 12 anggota pasukan keamanan.
Bentrokan tersebut, yang merupakan insiden terburuk sejak sekurangnya Oktober 2016, telah mendorong pemerintah untuk mengevakuasi staf dan ribuan penduduk desa non-Muslim.
Evakuasi khusus penduduk non-Muslim itu dilakukan karena pemberontakan berasal dari etnis minoritas Muslim, yang selama ini diperlakukan sebagai imigran ilegal yang tak diakui negara.
Sudah puluhan ribuan warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh sejak kekerasan pertama terjadi pada Oktober 2016 di mana militan membunuh sembilan polisi di pos berbatasan Rakhine.
Di samping itu, kekerasan terbaru dalam tiga hari terakhir ini, kembali memicu gelombang pelarian warga Muslim Rohingya untuk melintasi perbatasan menuju Banglades.
Bentrokan sengit terjadi di pinggiran kota Maungdaw, menurut penduduk dan pemerintah. Serangan itu menandai peningkatan dramatis konflik yang telah merebak di kawasan ini sejak Oktober lalu.
Akhiri kekerasan
Sementara itu di Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, menyerukan agar kekerasan atas warga Rohingya segera diakhiri.
Paus mengatakan bahwa ia menerima berita buruk tentang penganiayaan agama minoritas, “saudara-saudara kita warga Rohingya”.
"Saya ingin mengungkapkan kedekatan penuh dengan mereka. Mari kita minta Tuhan menyelamatkan mereka dan memberi pria dan wanita kebaikan untuk membantu mereka, agar mereka mendapat hak-hak penuh."
Perlakuan terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya di sebagian besar negara Buddha, Myanmar, telah muncul sebagai tantangan terbesar bagi pemimpin nasional, Aung San Suu Kyi.
Pada Jumat lalu, dia mengecam penyerangan oleh gerilyawan Muslim yang membawa senjata, tongkat, dan bom rakitan ketika mereka menyerang 30 kantor polisi dan sebuah pangkalan militer.
Peraih hadiah Nobel Perdamaian telah dituduh oleh beberapa kritikus Barat karena tidak berbicara mengenai minoritas Muslim yang telah lama dianiaya, dan tetap mempertahankan serangan balasan tentara setelah serangan Oktober 2016.
Win Myat Aye, menteri kesejahteraan sosial, mengatakan pada Sabtu malam, 4.000 "penduduk desa" telah dievakuasi dari desa mereka - merujuk pada penduduk non-Muslim di wilayah tersebut.
Kementerian tersebut menyediakan fasilitas untuk non-Muslim di tempat-tempat seperti vihara-vihara, kantor pemerintah, dan kantor polisi setempat di kota-kota besar.
Belum terdengar informasi yang melaporkan evakuasi khusus penduduk Rohingya, kecuali berita tentang pelarian mereka ke Banglades.