Inilah Wanita Yang Dilaknat Malaikat, Naudzubillah, Jangan Sampai Kamu Seperti Ini Wahai Para Muslimah Yang Dirahmati Allah!
Sebagai seorang wanita muslimah tentu kita sangat mendamba kebajikan. Entah itu di dunia, tempat kita berpijak saat ini. Maupun di akhirat nanti, tempat kembali kita. Dan inilah yang senantiasa kita minta dalam doa-doa kita, doa sapu jagat. Doa kebaikan dunia akhirat. Salah satu indikator kebaikan yang kita lakukan adalah makhluk Allah SWT banyak yang ridha atau senang dengan perilaku kita, termasuk ciptaan Allah SWT yang selalu taat, yakni malaikat. Namun, perlu kita perhatikan ada beberapa perilaku wanita yang dilaknat oleh malaikat.
Laknat malaikat terhadap wanita hal ini berarti bahwa ia telah melakukan sesuatu yang sangat dibenci di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala atau makhluk-Nya.
Sebagaimana telah disampaikan oleh Syaikh Shaleh Al-fauzan, beliau menjelaskan, laknat hanya diberikan untuk perbuatan yang haram dan berat tingkat keharamannya. Bahkan termasuk dosa besar. Karena diantara batasan dosa besar adalah adanya ancaman laknat, murka, neraka, ancaman, atau hukuman di dunia. (Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan, 16/44)
Dan di antara wanita yang dilaknat Malaikat adalah seorang istri yang menolak ajakan suaminya untuk berjima. Di antara dalil yang menunjukan hal tersebut adalah:
Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke atas ranjangnya, tetapi ia tidak mematuhinya, maka para Malaikat akan melaknatnya sampai pagi.”
Hadits riwayat Imam Muslim dari Sahabat Abu Hurairah pula ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika seorang wanita tidur dengan meninggalkan tempat tidur suaminya, maka para Malaikat melaknatnya sampai pagi.”
Dan di dalam riwayat yang lain:
“Sehingga si istri itu kembali.”
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah di dalam menjelaskan hadits ini berkata, “Ini adalah sebuah dalil yang menunjukkan haram bagi seorang istri menolak ajakan suaminya ke atas ranjang (untuk berjima’) jika tidak ada alasan secara syara, dan haidh pun bukanlah alasan untuk menolaknya, karena sang suami dalam keadaan seperti ini dapat beristimta (menikmatinya) dengan sesuatu yang di atas kain penutup bagian bawah dari badan. [Shahih Muslim, Syarah an-Nawawi]
Di antara faedah yang terkandung di dalam kedua hadits ini adalah:
1. Sesungguhnya laknat -sebagaimana dijelaskan oleh Imam an-Nawawi- berlangsung sampai kemaksiatan itu hilang dengan terbit fajar dan rasa tidak membutuhkan dari pihak suami, atau dengan taubat dan kembalinya sang istri dengan memenuhi keinginan sang suami.
2. Al-Imam Abu Hamzah mengungkapkan faidah lain dari hadits ini, beliau rahimahullah berkata, “Di dalamnya ada sebuah dalil bahwa do‘a Malaikat, yang baik atau yang buruk adalah sebuah do‘a yang diterima, karena di dalam hadits tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam dengan hal tersebut.” [Dinukil dari kitab Fat-hul Baari (X/8)]
Ada hadits lain lagi yang menunjukkan sikap seperti ini, di antaranya adalah:
Pertama: Al-Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tiga orang yang shalatnya tidak akan diterima, dan kebaikan mereka tidak akan naik kepada Allah, (1) orang yang mabuk sehingga dia sadar, (2) seorang wanita yang dibenci oleh suaminya, dan (3) seorang hamba sahaya yang lari sehingga dia kembali dan meletakkan tangannya di tangan tuannya.” [Dinukil dari kitab Majma’uz Zawaa-id wa Manbaul Fawaa-id kitab an-Nikaah bab Haqqul Zauj ‘alal Mar-ah]
Kedua: Al-Imam ath-Thabrani meriwayatkan juga dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada dua orang yang shalat mereka tidak pernah melewati kepala mereka: (1) seorang hamba sahaya yang lari dari tuan-tuannya sehingga ia kembali kepada mereka, dan (2) seorang wanita yang berbuat maksiat kepada suaminya sehingga ia kembali.” [Majma’uz Zawaa-id wa Manba-ul Fawaa-id]
Ada dua perkara penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan masalah ini:
Pertama, penetapan hukum haram bagi istri yang menolak keinginan suami ke atas ranjang (untuk berjima’) disyaratkan dengan tidak ada alasan secara syar’i, hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi, karena itu seorang suami harus selalu memperhatikan keadaan sang istri ketika ia memintanya. Syaikhul Islam berkata, “Seorang suami berhak untuk bersenang-senang dengan sang istri kapan saja, selama hal itu tidak memberikan dampak negatif kepadanya atau menyibukkannya dari sesuatu yang lebih wajib, jika semua itu tidak ada, maka seorang istri harus memenuhinya.” [As-Siyaasah asy-Syar’iyyah fii Ishlaahir Raa‘i war Raa‘iyyah]
Kedua, sesungguhnya penetapan hukum yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pengharaman sikap seorang istri yang menolak ajakan sang suami adalah sebuah tatanan yang membantu terwujudnya makna dari sebuah hubungan suami istri, dengan harapan agar seorang suami lebih dapat menundukkan pandangan, juga menjaga kemaluan. [at-Tadaabirul Waaqi’iyyah minal Zina fil Fiqhil Islam]
[Diterjemahkan dari kitab Man Tushalli ‘alaihimul Malaa-ikah wa Man Tal‘anuhum, edisi Indonesia Orang-Orang yang Dilaknat Malaikat. Penulis Dr. Fadhl Ilahi, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Sebagai seorang wanita muslimah tentu kita sangat mendamba kebajikan. Entah itu di dunia, tempat kita berpijak saat ini. Maupun di akhirat nanti, tempat kembali kita. Dan inilah yang senantiasa kita minta dalam doa-doa kita, doa sapu jagat. Doa kebaikan dunia akhirat. Salah satu indikator kebaikan yang kita lakukan adalah makhluk Allah SWT banyak yang ridha atau senang dengan perilaku kita, termasuk ciptaan Allah SWT yang selalu taat, yakni malaikat. Namun, perlu kita perhatikan ada beberapa perilaku wanita yang dilaknat oleh malaikat.
Laknat malaikat terhadap wanita hal ini berarti bahwa ia telah melakukan sesuatu yang sangat dibenci di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala atau makhluk-Nya.
Sebagaimana telah disampaikan oleh Syaikh Shaleh Al-fauzan, beliau menjelaskan, laknat hanya diberikan untuk perbuatan yang haram dan berat tingkat keharamannya. Bahkan termasuk dosa besar. Karena diantara batasan dosa besar adalah adanya ancaman laknat, murka, neraka, ancaman, atau hukuman di dunia. (Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan, 16/44)
Dan di antara wanita yang dilaknat Malaikat adalah seorang istri yang menolak ajakan suaminya untuk berjima. Di antara dalil yang menunjukan hal tersebut adalah:
Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Hadits riwayat Imam Muslim dari Sahabat Abu Hurairah pula ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
Dan di dalam riwayat yang lain:
حَتَّى تَرْجِعَ
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah di dalam menjelaskan hadits ini berkata, “Ini adalah sebuah dalil yang menunjukkan haram bagi seorang istri menolak ajakan suaminya ke atas ranjang (untuk berjima’) jika tidak ada alasan secara syara, dan haidh pun bukanlah alasan untuk menolaknya, karena sang suami dalam keadaan seperti ini dapat beristimta (menikmatinya) dengan sesuatu yang di atas kain penutup bagian bawah dari badan. [Shahih Muslim, Syarah an-Nawawi]
Di antara faedah yang terkandung di dalam kedua hadits ini adalah:
1. Sesungguhnya laknat -sebagaimana dijelaskan oleh Imam an-Nawawi- berlangsung sampai kemaksiatan itu hilang dengan terbit fajar dan rasa tidak membutuhkan dari pihak suami, atau dengan taubat dan kembalinya sang istri dengan memenuhi keinginan sang suami.
2. Al-Imam Abu Hamzah mengungkapkan faidah lain dari hadits ini, beliau rahimahullah berkata, “Di dalamnya ada sebuah dalil bahwa do‘a Malaikat, yang baik atau yang buruk adalah sebuah do‘a yang diterima, karena di dalam hadits tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam dengan hal tersebut.” [Dinukil dari kitab Fat-hul Baari (X/8)]
Ada hadits lain lagi yang menunjukkan sikap seperti ini, di antaranya adalah:
Pertama: Al-Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ لاَ تُقْبَلُ لَهُمْ صَلاَةٌ، وَلاَ تُصْعَدُ لَهُمْ إِلَى اللهِ حَسَنَةٌ: السَّكْرَانُ حَتَّى يُصْحَى، وَالْمَرْأَةُ السَّاخِطُ عَلَيْهَا زَوْجُهَا، وَالْعَبْدُ اْلآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ فَيَضَعُ يَدَهُ فِي يَدِ مَوَالِيْهِ.
Kedua: Al-Imam ath-Thabrani meriwayatkan juga dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِثْنَانِ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمَا رُؤُوْسَهُمَا: عَبْدٌ آبِقٌ مِنْ مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْهِمْ، وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ.
Ada dua perkara penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan masalah ini:
Pertama, penetapan hukum haram bagi istri yang menolak keinginan suami ke atas ranjang (untuk berjima’) disyaratkan dengan tidak ada alasan secara syar’i, hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi, karena itu seorang suami harus selalu memperhatikan keadaan sang istri ketika ia memintanya. Syaikhul Islam berkata, “Seorang suami berhak untuk bersenang-senang dengan sang istri kapan saja, selama hal itu tidak memberikan dampak negatif kepadanya atau menyibukkannya dari sesuatu yang lebih wajib, jika semua itu tidak ada, maka seorang istri harus memenuhinya.” [As-Siyaasah asy-Syar’iyyah fii Ishlaahir Raa‘i war Raa‘iyyah]
Kedua, sesungguhnya penetapan hukum yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pengharaman sikap seorang istri yang menolak ajakan sang suami adalah sebuah tatanan yang membantu terwujudnya makna dari sebuah hubungan suami istri, dengan harapan agar seorang suami lebih dapat menundukkan pandangan, juga menjaga kemaluan. [at-Tadaabirul Waaqi’iyyah minal Zina fil Fiqhil Islam]
Baca Juga: Naudzubillah, Inilah 10 Golongan Wanita Yang Dilaknat Allah