Seorang Kiai di Magelang tertipu First Travel hingga ratusan juta. Korban biro perjalanan ini di Jateng jumlahnya cukup besar.
Berikut cara cerita mereka dan upaya First Travel mengelabui warga.
Dini (bukan nama sebenarnya) langsung terisak ketika bercerita soal kegagalannya memberangkatkan jamaah umroh First Travel dari Kota Magelang.
Ia adalah pemilik biro travel yang menjadi kepanjangan tangan First Travel di Kota Magelang. Total ada 57 jemaahnya yang gagal berangkat.
Menurut Dini, jumlah itu terhitung sedikit. Ada jemaah seorang kiai di Kabupaten Magelang yang mencapai 180 orang juga gagal berangkat.
"Bagaimana nggak sedih, jemaah saya itu ada yang pedagang sayur sampai pemulung. Tidak semuanya mampu," katanya, Selasa (15/8/2017) siang.
Dini mengawali cerita perkenalannya dengan First Travel pada 2015. Pada saat itu, biro umroh First Travel masih berjalan normal. Bahkan, ia sudah dua kali berangkat umroh dengan First Travel.
Penawaran menggiurkan biaya murah menjadi faktor utama yang membuat jemaahnya tertarik. Baginya, biaya umroh sekitar Rp 14 juta hingga Rp 15 juta jelas menarik.
Pada akhir 2016 keanehan di layanan umroh First Travel mulai muncul. Pihak First Travel mulai melakukan penjadwalan ulang puluhan jemaah. Jemaah yang seharusnya berangkat November 2016, ditunda hingga Maret.
Pada bulan Maret, pihak First Travel menunda lagi tiap bulan hingga Mei. Bahkan, pada bulan Mei pihak First Travel meminta tambahan biaya. Ia memilih menolak.
Nasib serupa juga dialami Adroi, seorang santri asal Mranggen, Kabupaten Demak.
Ia mengungkapkan ada 160 jemaah di bawah koordinasinya gagal berangkat. Permintaan untuk pengembalian dana hingga kini tidak jelas.
Ia mengatakan merasa kecewa dengan perbuatan Andika (bos First Travel). Padahal pada awal perkenalan, hubungan Andika dengan pondok pesantrennya cukup erat.
"Sekitar lima tahun lalu mungkin, bos First Travel datang ke pondok minta doa supaya usaha travel umrohnya lancar," katanya mengawali cerita.
Setelah minta 'pangestu', bos First Travel juga diajak ziarah. Selang beberapa lama kemudian, Andika minta doa lagi tapi via telepon.
Ketika itu usaha First Travel masih di ruko. Bahkan, pihak pondok mengirim santri khusus ke jakarta untuk mendoakan usaha Andika.
Ratusan jemaah sekitar Mranggen pun tertarik dengan biaya umroh murah. Sekitar 380-an jemaah dari berbagai kalangan mulai dari petani hingga swasta mendaftar. Ratusan jemaah itu dijanjikan berangkat November 2016.
Pihak First Travel mendadak menjadwalkan ulang keberangkatan. Ia pun berinisiatif mendatangi kantor First Travel untuk meminta kepastian.
"Akhirnya disepakati bulan Januari berangkat 45 jemaah, kemudian Februari 90 jemaah dan bulan berikutnya sesuai kelipatannya," katanya.
Pada bulan Maret, jumlah jemaah umroh yang berangkat seharusnya 180. Namun, pihak First Travel hanya memberangkatkan 45 jamaah umroh. Akhirnya 160 jemaah belum berangkat hingga kini.
Bahkan, Adroi dan jemaah pernah tertahan di hotel dekat Bandara Soekarno-Hatta dan nyaris tidak jadi berangkat. Alasannya ketika itu visa belum jadi. Seminggu kemudian baru diberangkatkan tapi ada biaya tambahan Rp 2,5 juta.
Sejak kejadian itu, Adroi tidak percaya lagi dengan layanan perjalanan umroh First Travel. Pihaknya pun menuntut pengembalian dana umroh jemaahnya. Ia tidak ingin nasib ratusan jemaahnya terkatung-katung.
"Saya minta pemerintah turun tangan, sebab pascaizin First Travel dicabut, mereka ada alasan sudah tidak beroperasi," katanya.
Adroi menambahkan, jemaah First Travel di Jawa Tengah sangat banyak. Ia menyebut ada ratusan jemaah umroh First Travel yang gagal berangkat di Kabupaten Batang dan Kudus. Beberapa dari jemaah mulai gerah melihat perkembangan kasus First Travel.
"Kami ingin dana kami kembali segera!" pungkasnya.
Berikut cara cerita mereka dan upaya First Travel mengelabui warga.
Di kota cinta ini, terlihat Anniesa dan Andika dengan baju musim dingin berpose dengan latar menara Eiffel. |
Dini (bukan nama sebenarnya) langsung terisak ketika bercerita soal kegagalannya memberangkatkan jamaah umroh First Travel dari Kota Magelang.
Ia adalah pemilik biro travel yang menjadi kepanjangan tangan First Travel di Kota Magelang. Total ada 57 jemaahnya yang gagal berangkat.
Menurut Dini, jumlah itu terhitung sedikit. Ada jemaah seorang kiai di Kabupaten Magelang yang mencapai 180 orang juga gagal berangkat.
"Bagaimana nggak sedih, jemaah saya itu ada yang pedagang sayur sampai pemulung. Tidak semuanya mampu," katanya, Selasa (15/8/2017) siang.
Dini mengawali cerita perkenalannya dengan First Travel pada 2015. Pada saat itu, biro umroh First Travel masih berjalan normal. Bahkan, ia sudah dua kali berangkat umroh dengan First Travel.
Penawaran menggiurkan biaya murah menjadi faktor utama yang membuat jemaahnya tertarik. Baginya, biaya umroh sekitar Rp 14 juta hingga Rp 15 juta jelas menarik.
Pada akhir 2016 keanehan di layanan umroh First Travel mulai muncul. Pihak First Travel mulai melakukan penjadwalan ulang puluhan jemaah. Jemaah yang seharusnya berangkat November 2016, ditunda hingga Maret.
Pada bulan Maret, pihak First Travel menunda lagi tiap bulan hingga Mei. Bahkan, pada bulan Mei pihak First Travel meminta tambahan biaya. Ia memilih menolak.
Nasib serupa juga dialami Adroi, seorang santri asal Mranggen, Kabupaten Demak.
Ia mengungkapkan ada 160 jemaah di bawah koordinasinya gagal berangkat. Permintaan untuk pengembalian dana hingga kini tidak jelas.
Ia mengatakan merasa kecewa dengan perbuatan Andika (bos First Travel). Padahal pada awal perkenalan, hubungan Andika dengan pondok pesantrennya cukup erat.
"Sekitar lima tahun lalu mungkin, bos First Travel datang ke pondok minta doa supaya usaha travel umrohnya lancar," katanya mengawali cerita.
Setelah minta 'pangestu', bos First Travel juga diajak ziarah. Selang beberapa lama kemudian, Andika minta doa lagi tapi via telepon.
Ketika itu usaha First Travel masih di ruko. Bahkan, pihak pondok mengirim santri khusus ke jakarta untuk mendoakan usaha Andika.
Ratusan jemaah sekitar Mranggen pun tertarik dengan biaya umroh murah. Sekitar 380-an jemaah dari berbagai kalangan mulai dari petani hingga swasta mendaftar. Ratusan jemaah itu dijanjikan berangkat November 2016.
Pihak First Travel mendadak menjadwalkan ulang keberangkatan. Ia pun berinisiatif mendatangi kantor First Travel untuk meminta kepastian.
"Akhirnya disepakati bulan Januari berangkat 45 jemaah, kemudian Februari 90 jemaah dan bulan berikutnya sesuai kelipatannya," katanya.
Pada bulan Maret, jumlah jemaah umroh yang berangkat seharusnya 180. Namun, pihak First Travel hanya memberangkatkan 45 jamaah umroh. Akhirnya 160 jemaah belum berangkat hingga kini.
Bahkan, Adroi dan jemaah pernah tertahan di hotel dekat Bandara Soekarno-Hatta dan nyaris tidak jadi berangkat. Alasannya ketika itu visa belum jadi. Seminggu kemudian baru diberangkatkan tapi ada biaya tambahan Rp 2,5 juta.
Sejak kejadian itu, Adroi tidak percaya lagi dengan layanan perjalanan umroh First Travel. Pihaknya pun menuntut pengembalian dana umroh jemaahnya. Ia tidak ingin nasib ratusan jemaahnya terkatung-katung.
"Saya minta pemerintah turun tangan, sebab pascaizin First Travel dicabut, mereka ada alasan sudah tidak beroperasi," katanya.
Adroi menambahkan, jemaah First Travel di Jawa Tengah sangat banyak. Ia menyebut ada ratusan jemaah umroh First Travel yang gagal berangkat di Kabupaten Batang dan Kudus. Beberapa dari jemaah mulai gerah melihat perkembangan kasus First Travel.
"Kami ingin dana kami kembali segera!" pungkasnya.