Bu, masakin air! Saya ingin mandi pakai air hangat, ” seseorang anak meminta kepada ibunya untuk menyiapkan air mandinya.
Sang ibu dengan ikhlas melaksanakan apa yang diperintah oleh sang anak.
Dengan suara lembut ibunya menjawab, “Iya, tunggu sebentar ya, sayang! ”
“Jangan terlalu lama ya Bu! Soalnya saya ada janji sama teman. ” tutur sang anak.
Tak lama kemudian sang ibu sudah selesai menyiapkan air hangat untuk buah hatinya.
“Nak, air hangatnya sudah siap, ” ibu ini memberi tahu.
“Lama sekali sih, Bu…” kata sang anak sedikit membentak.
Sehabis selesai mandi dan kenakan pakaian rapi, sang anak berpamitan pada ibunya, “Bu, saya keluar dahulu ya, ingin jalan-jalan sama teman. ”
“Mau kemana nak? ” bertanya sang ibu.
“Kan sudah saya katakan, saya ingin keluar jalan-jalan sama teman, ” kata anaknya sambil bermuka masam.
Malam harinya, sang anak pulang dari jalan-jalan, sesampainya di rumah ia merasa kesal karena ibunya tidak ada di rumah. Padahal perutnya kosong dan sangat lapar, di meja makan tidak ada satu makanan pun.
Lebih dari satu waktu itu, ibunya datang sambil mengatakan salam, “Assalamu’ alaikum.. Nak, anda sudah pulang? Sudah dari tadi? ”
“Hah, ibu dari mana saja. Saya lapar, ingin makan tak ada makanan di meja makan. Semestinya bila ibu ingin keluar rumah harus masak dulu…” kata si anak membentak.
Sang ibu coba menuturkan sembari memegang tangan anaknya, “Begini sayang, anda janganlah geram dulu. Ibu tadi keluar bukanlah untuk masalah yang tidak penting, kamu belum tahukan kalau istrinya Pak Rahman meninggal dunia? ”
“Meninggal? Padahal tidak sakit apa- apa kan, Bu? ” sang anak sedikit kaget, suara suaranya juga tidak tinggi lagi.
“Dia meninggal waktu Maghrib tadi. Dia meninggal dunia saat melahirkan anaknya. Anda harus juga tahu nak, seorang ibu ini bertaruh nyawa saat m3l4hirkan anaknya, ” ibu memberi penjelasan.
Hati sang anak mulai terketuk, dengan suara lirih ia ajukan pertanyaan pada ibunya, “Itu berarti, ibu saat melahirkanku juga demikian? Ibu juga rasakan sakit yang luar biasa juga? ”
“Iya anakku. Saat ini ibu mesti berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa. Namun, ada yang lebih sakit dari pada sebatas melahirkanmu, nak, ” sang ibu menjawab.
“Apa ini, Bu? ” sang anak ingin tahu apa yang melebihi rasa sakit ibunya saat melahirkan dia.
Sang ibu tidak dapat menahan air mata yang mengalir dari tiap-tiap sudut matanya seraya berkata,
“Rasa sakit waktu ibu melahirkanmu ini tidak seberapa nak, apabila di banding dengan rasa sakit yang ibu rasakan waktu dirimu membentak ibu dengan suara lantang, waktu kau menyakiti hati ibu,”
Si anak segera menangis dan memohon ampun atas apa yang sudah diperbuat selama ini pada ibunya.
Masih tetap beranikah anda membentak ibumu yang sudah mempertaruhkan hidup matinya melahirkan anda?
Sang ibu dengan ikhlas melaksanakan apa yang diperintah oleh sang anak.
Dengan suara lembut ibunya menjawab, “Iya, tunggu sebentar ya, sayang! ”
“Jangan terlalu lama ya Bu! Soalnya saya ada janji sama teman. ” tutur sang anak.
Tak lama kemudian sang ibu sudah selesai menyiapkan air hangat untuk buah hatinya.
“Nak, air hangatnya sudah siap, ” ibu ini memberi tahu.
“Lama sekali sih, Bu…” kata sang anak sedikit membentak.
Sehabis selesai mandi dan kenakan pakaian rapi, sang anak berpamitan pada ibunya, “Bu, saya keluar dahulu ya, ingin jalan-jalan sama teman. ”
“Mau kemana nak? ” bertanya sang ibu.
“Kan sudah saya katakan, saya ingin keluar jalan-jalan sama teman, ” kata anaknya sambil bermuka masam.
Malam harinya, sang anak pulang dari jalan-jalan, sesampainya di rumah ia merasa kesal karena ibunya tidak ada di rumah. Padahal perutnya kosong dan sangat lapar, di meja makan tidak ada satu makanan pun.
Lebih dari satu waktu itu, ibunya datang sambil mengatakan salam, “Assalamu’ alaikum.. Nak, anda sudah pulang? Sudah dari tadi? ”
“Hah, ibu dari mana saja. Saya lapar, ingin makan tak ada makanan di meja makan. Semestinya bila ibu ingin keluar rumah harus masak dulu…” kata si anak membentak.
Sang ibu coba menuturkan sembari memegang tangan anaknya, “Begini sayang, anda janganlah geram dulu. Ibu tadi keluar bukanlah untuk masalah yang tidak penting, kamu belum tahukan kalau istrinya Pak Rahman meninggal dunia? ”
“Meninggal? Padahal tidak sakit apa- apa kan, Bu? ” sang anak sedikit kaget, suara suaranya juga tidak tinggi lagi.
“Dia meninggal waktu Maghrib tadi. Dia meninggal dunia saat melahirkan anaknya. Anda harus juga tahu nak, seorang ibu ini bertaruh nyawa saat m3l4hirkan anaknya, ” ibu memberi penjelasan.
Hati sang anak mulai terketuk, dengan suara lirih ia ajukan pertanyaan pada ibunya, “Itu berarti, ibu saat melahirkanku juga demikian? Ibu juga rasakan sakit yang luar biasa juga? ”
“Iya anakku. Saat ini ibu mesti berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa. Namun, ada yang lebih sakit dari pada sebatas melahirkanmu, nak, ” sang ibu menjawab.
“Apa ini, Bu? ” sang anak ingin tahu apa yang melebihi rasa sakit ibunya saat melahirkan dia.
Sang ibu tidak dapat menahan air mata yang mengalir dari tiap-tiap sudut matanya seraya berkata,
“Rasa sakit waktu ibu melahirkanmu ini tidak seberapa nak, apabila di banding dengan rasa sakit yang ibu rasakan waktu dirimu membentak ibu dengan suara lantang, waktu kau menyakiti hati ibu,”
Si anak segera menangis dan memohon ampun atas apa yang sudah diperbuat selama ini pada ibunya.
Masih tetap beranikah anda membentak ibumu yang sudah mempertaruhkan hidup matinya melahirkan anda?