Hijrahnya Baginda Rasulullah ke Yatsrib (Madinah) memunculkan suasana kegembiraan dan suka cita yang luar biasa bagi sahabat yang telah hijrah sebelumnya, juga bagi warga setempat. Dakwah Islam di Madinah telah menyebar sebelum beliau hijrah, di bawa oleh pimpinan suku Aus dan Khazraj yang mengikuti Baiat 'Aqabah baik yang pertama maupun Baiat 'Aqabah yang kedua. Oleh karena itu, mayoritas muslimin Madinah begitu merindukan kedatangan Sang Utusan Allah ini.
Setelah mereka menyaksikan sendiri raut wajah Rasulullah, segenap penduduk Yatsrib mendapati kesimpulan bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan pribadi yang jujur, dapat dipercaya, dan tak pernah berdusta.
Abu Darda` Radhiyallahu anhu, salah satu yang menyaksikan peristiwa ini mengisahkan: “Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah lebih bergembira dengan sesuatu sebagaimana kegembiraan mereka dengan kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. (HR al-Bukhari)
Unta Rasulullah dan Abu Bakar terus melangkah pelan-pelan, diiringi rakyat Yatsrib yang menyambutnya dengan gembira-ria, sambil terus mendengdangkan Thala’a al-Badru, Mereka berteriak girang : “Wahai utusan Allah, marilah mampir ke rumahku”. “Ya Rasulullah, mari singgah dan menginap di rumah kami”. “Wahai kekasih Allah, kami telah menyiapkan kamar untukmu”. “Duhai sang Rembulan, betapa bahagia kami jika engkau tinggal di rumah kami”.
Rasulullah sambil tersenyum dan berterima kasih mengatakan kepada mereka: “Khalli sabilaha fa Innaha Ma’murah” (biarkan unta ini berjalan dan memilih tempat untukku, karena dia dibimbing Allah).
Unta itu kemudian berhenti dan menurunkan lututnya di depan sebuah rumah (kelak akan dibangun masjidnya) milik dua orang anak yatim dari keluarga Najjar (Bani Najjar) yang bernama Sahal dan Suhail. Nabi turun lalu bertanya: “Ini rumah milik siapa?”.
Pengasuhnya : Mu’adz bin ‘Afra mengatakan : “Ya Rasulullah, ini rumah Sahl dan Suhail, aku yang mengasuhnya. Silakan tinggal di sini dan silakan di tanah ini dibangun untuk masjid”.
Ilustrasi |
Setelah mereka menyaksikan sendiri raut wajah Rasulullah, segenap penduduk Yatsrib mendapati kesimpulan bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan pribadi yang jujur, dapat dipercaya, dan tak pernah berdusta.
Abu Darda` Radhiyallahu anhu, salah satu yang menyaksikan peristiwa ini mengisahkan: “Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah lebih bergembira dengan sesuatu sebagaimana kegembiraan mereka dengan kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. (HR al-Bukhari)
Unta Rasulullah dan Abu Bakar terus melangkah pelan-pelan, diiringi rakyat Yatsrib yang menyambutnya dengan gembira-ria, sambil terus mendengdangkan Thala’a al-Badru, Mereka berteriak girang : “Wahai utusan Allah, marilah mampir ke rumahku”. “Ya Rasulullah, mari singgah dan menginap di rumah kami”. “Wahai kekasih Allah, kami telah menyiapkan kamar untukmu”. “Duhai sang Rembulan, betapa bahagia kami jika engkau tinggal di rumah kami”.
Rasulullah sambil tersenyum dan berterima kasih mengatakan kepada mereka: “Khalli sabilaha fa Innaha Ma’murah” (biarkan unta ini berjalan dan memilih tempat untukku, karena dia dibimbing Allah).
Unta itu kemudian berhenti dan menurunkan lututnya di depan sebuah rumah (kelak akan dibangun masjidnya) milik dua orang anak yatim dari keluarga Najjar (Bani Najjar) yang bernama Sahal dan Suhail. Nabi turun lalu bertanya: “Ini rumah milik siapa?”.
Pengasuhnya : Mu’adz bin ‘Afra mengatakan : “Ya Rasulullah, ini rumah Sahl dan Suhail, aku yang mengasuhnya. Silakan tinggal di sini dan silakan di tanah ini dibangun untuk masjid”.
Rasul kemudian mengajak masyarakat untuk membangun masjid. Beliau sendiri ikut bekerja.
Sambil sibuk mencangkul atau membuat bata, mereka berdo’a dalam nyanyian riang : “ La Aysya Illa ‘Aysya al-Akhirah”. Allahummarham al-Anshar wa al-Muhajirah”. (Tak ada kehidupan yang hakiki kecuali kehidupan di akhirat. Semoga Allah mengasihi kaum Anshar dan Muhajirin).
Rasulullah kemudian mempertemukan dan menjalinkan persaudaraan antara para pendatang dari Makkah (Muhajirin) dengan para penduduk yang menolong mereka (al-Anshar). Tak lama kemudian Nabi juga mengganti nama “yatsrib” menjadi “Al-Madinah al-Munawwarah” (Kota peradaban yang bertabur cahaya).
Di sela-sela penyambutan nan meriah dari penduduk terhadap kedatangan pertama kalinya di Madinah, Rasulullah menuturkan kata-kata yang sangat bersejarah serta penuh akan pesan luhur.
Kata-kata perdana tersebut, sebagaimana dinukil oleh Abu Hilal al-‘Askary dalam kitabnya yang berjudul al-Awail dengan riwayat dari Abdullah bin Salam adalah sebagai berikut:
Terlihat dari sini bahwa selain menekankan ibadah individual, Rasulullah juga menekankan pentingnya mempererat kesatuan sosial masyarakat. Setelah menyampaikan perkataan tersebut, sangking antusiasnya warga Madinah menyambut perkataan Sang Nabi, mereka juga memberikan hadiah sebagai penyambung silaturahim dari mereka untuk Rasulullah beserta kaum muhajirin dari Makkah.
Hadiah pertama yang diterima Rasulullah setelah hijrah di Madinah antara lain adalah satu keranjang yang berisi roti, minyak samin, dan susu dari sahabat Zaid bin Tsabit.
Sa’ad bin ‘Ubadah juga memberikan hadiah kepada Rasulullah berupa satu keranjang iga dan lemak. Sementara Farwah bin Amar al-Khazami menghadiahkan penutup kepala, keledai, dan tempat senjata yang berbalut emas ke Rasulullah.
Hadiah-hadiah tersebut tidak lantas disimpan sendiri oleh Rasulullah. Beliau lantas membagi perolehannya ke pada istri-istri beliau dan sejumlah sahabat, di antaranya Abu Bakar.
Subhanallah, semoga kita mampu mencontoh akhlak mulia kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sambil sibuk mencangkul atau membuat bata, mereka berdo’a dalam nyanyian riang : “ La Aysya Illa ‘Aysya al-Akhirah”. Allahummarham al-Anshar wa al-Muhajirah”. (Tak ada kehidupan yang hakiki kecuali kehidupan di akhirat. Semoga Allah mengasihi kaum Anshar dan Muhajirin).
Rasulullah kemudian mempertemukan dan menjalinkan persaudaraan antara para pendatang dari Makkah (Muhajirin) dengan para penduduk yang menolong mereka (al-Anshar). Tak lama kemudian Nabi juga mengganti nama “yatsrib” menjadi “Al-Madinah al-Munawwarah” (Kota peradaban yang bertabur cahaya).
Di sela-sela penyambutan nan meriah dari penduduk terhadap kedatangan pertama kalinya di Madinah, Rasulullah menuturkan kata-kata yang sangat bersejarah serta penuh akan pesan luhur.
Kata-kata perdana tersebut, sebagaimana dinukil oleh Abu Hilal al-‘Askary dalam kitabnya yang berjudul al-Awail dengan riwayat dari Abdullah bin Salam adalah sebagai berikut:
“Wahai segenap manusia, berbagilah makanan, tebarkan ucapan salam, pererat tali silaturahim, dan lakukanlah shalat malam saat orang tertidur pulas, niscaya kalian akan masuk surga dengan damai.”
Terlihat dari sini bahwa selain menekankan ibadah individual, Rasulullah juga menekankan pentingnya mempererat kesatuan sosial masyarakat. Setelah menyampaikan perkataan tersebut, sangking antusiasnya warga Madinah menyambut perkataan Sang Nabi, mereka juga memberikan hadiah sebagai penyambung silaturahim dari mereka untuk Rasulullah beserta kaum muhajirin dari Makkah.
Hadiah pertama yang diterima Rasulullah setelah hijrah di Madinah antara lain adalah satu keranjang yang berisi roti, minyak samin, dan susu dari sahabat Zaid bin Tsabit.
Sa’ad bin ‘Ubadah juga memberikan hadiah kepada Rasulullah berupa satu keranjang iga dan lemak. Sementara Farwah bin Amar al-Khazami menghadiahkan penutup kepala, keledai, dan tempat senjata yang berbalut emas ke Rasulullah.
Hadiah-hadiah tersebut tidak lantas disimpan sendiri oleh Rasulullah. Beliau lantas membagi perolehannya ke pada istri-istri beliau dan sejumlah sahabat, di antaranya Abu Bakar.
Subhanallah, semoga kita mampu mencontoh akhlak mulia kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.