Peringatan hari buruh sebagai hari libur nasional merupakan salah satu dari bentuk penghargaan dari pemerintah sejak era presiden SBY terhadap peran kaum buruh. Di sektor domestik, buruh yang dulunya disebut sebagai pembantu rumah tangga (PRT) saat ini pun diganti penyebutannya secara lebih halus menjadi asisten rumah tangga (ART).
Dalam pandangan Islam, posisi buruh atau pegawai di berbagai sektor pun amat dihargai. Tidak hanya secara materi, namun secara fisik dan psikologi, pihak yang banyak membantu majikannya itu tidak boleh ditekan. Berikut ini ada beberapa point penghargaan Islam terhadap para pegawai berdasarkan riwayat hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pertama, pembantu dipandang sebagaimana saudara majikannya. Dari Abu Dzar radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Saudara kalian adalah budak kalian. Allah jadikan mereka dibawah kekuasaan kalian." (HR. Bukhari no. 30)
Pernyataan Rasulullah bahwa pembantu sebagaimana saudara majikan ini bermakna bahwa derajat mereka setara dengan saudara atau majikannya.
Kedua, majikan dilarang memberikan beban tugas kepada pegawainya melebihi kemampuan yang dimiliki. Kalaupun hal itu terpaksa terjadi, maka majikan hendaknya membantu pekerjaan pegawainya. Masih menurut riwayat sahabat Abu Dzar radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian membebani mereka (budak), dan jika kalian memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka." (HR. Bukhari no. 30)
Ketiga, upah atau gaji bagi para pegawai tidak boleh ditunda, harus diberikan tepat waktu dan tanpa ada pengurangan sedikit pun, karena hal itu merupakan bentuk kezaliman.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya." (HR. Ibn Majah).
Dalam hadis qudsi riwayat Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam meriwayatkan, bahwa Allah berfirman: "Ada tiga orang, yang akan menjadi musuh-Ku pada hari kiamat : orang yang mempekerjakan seorang buruh, si buruh memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya (yang sesuai)." (HR. Bukhari 2227 dan Ibn Majah 2442).
Menjadi musuh Allah merupakan suatu hal yang amat buruk dan rugi. Bagaimana jadinya bila kita selama ini mengharapkan rahmat dan maghfirah Allah, namun Allah justru membenci kita ? naudzubillah min dzalik.
Keempat, ajaran Islam menganjurkan bagi majikan untuk meringankan beban pegawai dan pembantunya. Dari Amr bin Huwairits, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Keringanan yang kamu berikan kepada budakmu, maka itu menjadi pahala di timbangan amalmu." (HR. Ibn Hibban dalam shahihnya)
Kelima, Islam memotivasi agar pihak atasan bersikap tawadhu dan tidak mengambil jarak dengan buruh dan pembantunya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Bukan orang yang sombong, majikan yang makan bersama budaknya, mau mengendarai himar (kendaraan kelas bawah) di pasar, mau mengikat kambing dan memerah susunya." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 568, Baihaqi dalam Syuabul Iman 7839.
Keenam, ajaran Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam melarang sikap kasar kepada bawahan. Seorang pemimpin sekaliber Rasulullah, yang telah menguasai jazirah Arab ketika itu, tidak pernah main tangan dengan bawahannya. Aisyah menceritakan: "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul dengan tangannya sedikit pun, tidak kepada wanita, tidak pula kepada budak." (HR. Muslim 2328, Abu Daud 4786)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga pernah menyaksikan salah seorang sahabat yang memukul budak lelakinya. Sahabat itu bernama Abu Mas’ud Al-Anshari. Seketika itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan sahabat itu dari belakang: "Ketahuilah wahai Abu Mas’ud, Allah lebih kuasa untuk menghukummu seperti itu, dari pada kemampuanmu untuk menghukumnya."
Ketika Abu Mas’ud menoleh, dia terperanjat karena ternyata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang berbicara. Spontan saja, sahabat ini langsung membebaskan budaknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam memujinya: "Andai engkau tidak melakukannya, niscaya neraka akan melahapmu." (HR. Muslim 1659, Abu Daud 5159, Tumudzi 1948 dan yang lainnya)
Tentu, hanya manusia pengecut yang beraninya bersikap keras terhadap bawahannya. Sikap keras secara fisik serta tekanan-tekanan yang dilakukan kepada bawahan bukanlah tanda kewibawaan seseorang. Sebaliknya, majikan yang bersikap baik kepada para pegawainya tentu akan mendapatkan doa kebaikan dari mereka sehingga rizki akan semakin melimpah dan barakah.
Wallahu a’lam.
Dalam pandangan Islam, posisi buruh atau pegawai di berbagai sektor pun amat dihargai. Tidak hanya secara materi, namun secara fisik dan psikologi, pihak yang banyak membantu majikannya itu tidak boleh ditekan. Berikut ini ada beberapa point penghargaan Islam terhadap para pegawai berdasarkan riwayat hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Pertama, pembantu dipandang sebagaimana saudara majikannya. Dari Abu Dzar radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Saudara kalian adalah budak kalian. Allah jadikan mereka dibawah kekuasaan kalian." (HR. Bukhari no. 30)
Pernyataan Rasulullah bahwa pembantu sebagaimana saudara majikan ini bermakna bahwa derajat mereka setara dengan saudara atau majikannya.
Kedua, majikan dilarang memberikan beban tugas kepada pegawainya melebihi kemampuan yang dimiliki. Kalaupun hal itu terpaksa terjadi, maka majikan hendaknya membantu pekerjaan pegawainya. Masih menurut riwayat sahabat Abu Dzar radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian membebani mereka (budak), dan jika kalian memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka." (HR. Bukhari no. 30)
Ketiga, upah atau gaji bagi para pegawai tidak boleh ditunda, harus diberikan tepat waktu dan tanpa ada pengurangan sedikit pun, karena hal itu merupakan bentuk kezaliman.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya." (HR. Ibn Majah).
Dalam hadis qudsi riwayat Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam meriwayatkan, bahwa Allah berfirman: "Ada tiga orang, yang akan menjadi musuh-Ku pada hari kiamat : orang yang mempekerjakan seorang buruh, si buruh memenuhi tugasnya, namun dia tidak memberikan upahnya (yang sesuai)." (HR. Bukhari 2227 dan Ibn Majah 2442).
Menjadi musuh Allah merupakan suatu hal yang amat buruk dan rugi. Bagaimana jadinya bila kita selama ini mengharapkan rahmat dan maghfirah Allah, namun Allah justru membenci kita ? naudzubillah min dzalik.
Keempat, ajaran Islam menganjurkan bagi majikan untuk meringankan beban pegawai dan pembantunya. Dari Amr bin Huwairits, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Keringanan yang kamu berikan kepada budakmu, maka itu menjadi pahala di timbangan amalmu." (HR. Ibn Hibban dalam shahihnya)
Kelima, Islam memotivasi agar pihak atasan bersikap tawadhu dan tidak mengambil jarak dengan buruh dan pembantunya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Bukan orang yang sombong, majikan yang makan bersama budaknya, mau mengendarai himar (kendaraan kelas bawah) di pasar, mau mengikat kambing dan memerah susunya." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 568, Baihaqi dalam Syuabul Iman 7839.
Keenam, ajaran Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam melarang sikap kasar kepada bawahan. Seorang pemimpin sekaliber Rasulullah, yang telah menguasai jazirah Arab ketika itu, tidak pernah main tangan dengan bawahannya. Aisyah menceritakan: "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul dengan tangannya sedikit pun, tidak kepada wanita, tidak pula kepada budak." (HR. Muslim 2328, Abu Daud 4786)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga pernah menyaksikan salah seorang sahabat yang memukul budak lelakinya. Sahabat itu bernama Abu Mas’ud Al-Anshari. Seketika itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan sahabat itu dari belakang: "Ketahuilah wahai Abu Mas’ud, Allah lebih kuasa untuk menghukummu seperti itu, dari pada kemampuanmu untuk menghukumnya."
Ketika Abu Mas’ud menoleh, dia terperanjat karena ternyata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang berbicara. Spontan saja, sahabat ini langsung membebaskan budaknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam memujinya: "Andai engkau tidak melakukannya, niscaya neraka akan melahapmu." (HR. Muslim 1659, Abu Daud 5159, Tumudzi 1948 dan yang lainnya)
Tentu, hanya manusia pengecut yang beraninya bersikap keras terhadap bawahannya. Sikap keras secara fisik serta tekanan-tekanan yang dilakukan kepada bawahan bukanlah tanda kewibawaan seseorang. Sebaliknya, majikan yang bersikap baik kepada para pegawainya tentu akan mendapatkan doa kebaikan dari mereka sehingga rizki akan semakin melimpah dan barakah.
Wallahu a’lam.