Kisah ini sebagai sebuah cerminan bagi kita bahwa masa lalu yang kelam tidak menyurutkan seseorang untuk menjadi sosok baru yang memiliki kemuliaan yang utama di sisi Allah SWT.
Bahwa seburuk apapun masa lalu kita selagi ada kesempatan mari kita gunakan untuk berbakti kepada Allah SWT. Setidaknya untuk menebus segala dosa kita. Semoga Allah berkenan menghapus segala dosa kita dan memberikan ampunan-Nya. Aamiiin
Umar adalah putera dari Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. Nama lengkap ayahnya adalah Khattab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi. Ibu bernama lengkap Hantamah binti Hasyim.
Umar merupakan salah seorang pemuda kota Makkah yang terkenal dengan kekuatannya. Dia salah seorang yang ditakuti karena wataknya yang keras dan tukang berkelahi yang handal. Berulang kali dia menjadi juara gulat di kota Makkah mengalahkan jagoan dari kabilah lain.
Kehidupan Umar sebelum masuk Islam sama seperti kehidupan umumnya warga Makkah yang menyembah berhala. Bahkan ia pun mengikuti tradisi warga Makkah saat itu yang menganggap memiliki anak wanita adalah sesuatu Aib bagi keluarga. Sehingga ia pun pernah memendam hidup-hidup anak wanitanya di dalam tanah.
Tradisi jahiliyah lain ysng dilakukan Umar adalah gemar minum khamr, minuman keras. Sebagai lelaki, malu baginya jika tidak menenggak khamr di hadapan lelaki lain.
SENTUHAN HIDAYAH
Umar bin Khattab adalah salah seorang yang keras permusuhannya kepada Nabi Muhammad saw. Begitu kuat hasratnya untuk membunuh beliau.
Pada suatu malam Umar mendapati Rasul tengah berjalan menuju Ka’bah. Peluang ini tak di sia-siakan oleh Umar dan mengikuti Rasul sampai ke hadapan Ka’bah. Di depan salah satu pintu Ka’bah Rasul shalat. Umar masuk ke dalam Ka’bah melalui pintu satunya yang saling bertolak belakang. Umar pun membuka pintu yang ada di hadapan Rasul. Kini Umar dan Rasul hanya terpisah dengan selembar kain penutup Ka’bah.
Pedang sudah erat digenggam Umar. Sorot matanya tajam. Tapi alunan ayat Al Quran yang dibaca Rasul begitu mempesona hati Umar. Pada saat itu Rasul membaca surat Al Haaqqah. Umar menyimak bacaan itu. Sampai pada ayat ke 40, Umar bergumam dalam hatinya, “Kalimatnya seperti syair yang indah”. Maka saat itu pula Allah SWT menjawab melalui ayat ke 41,
Al Haaqqah: 41. “Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. sedikit sekali kamu beriman kepadanya.”
Terkejut Umar, “Hei, mengapa ia tahu isi hatiku. Apakah ini sebuah sihir?”
Lagi-lagi Allah SWT menjawab dengan firmannya,
Al Haaqqah: 42. “Dan bukan pula perkataan tukang sihir. sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.”
Umar meski berwatak keras, namun hatinya menyimpan kelembutan. Maka jawaban firman Allah itu melunakkan emosi Umar dan ia urung membunuh Rasul malam itu.
Pada suatu hari, orang-orang kafir Quraisy bermusyawarah untuk menentukan siapakah di antara mereka yang bersedia membunuh Rasulullah. Umar segera menyahut, “Saya siap melakukannya!” Semua orang Quraisy yang hadir di pertemuan itu berkata, “Ya, memang engkaulah yang pantas melakukannya!”
Sambil menghunuskan pedang, Umar segera melangkah menuju kediaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dalam perjalanan dia berpapasan dengan salah seorang dari Kabilah Zuhrah, yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas. Sa’ad bertanya kepada Umar,“Umar, engkau akan pergi ke mana?”
“Saya akan membunuh Muhammad!” Jawab Umar
Sa’ad berkata, “Jika demikian, Banu Hasyim, Banu Zuhrah dan Banu Abdi Manaf tidak akan berdiam diri atas perbuatanmu itu. Mereka pasti akan menuntut balas.”
Mendengar ancaman seperti itu, Umar terkejut, lalu berkata, “Oh, nampaknya kamu pun telah meninggalkan agama nenek moyang kita. Kalau demikian, saya akan membunuhmu terlebih dahulu!”Sa’ad berkata, “Ya, saya memang telah masuk Islam.”
Umar pun segera mencabut pedangnya. Sebelum bertarung dengan Umar, Sa’ad sempat berkata, “Lebih baik engkau mengurus keluargamu dulu, saudara perempuanmu dan suaminya juga telah memeluk Islam.”
Tak terbayangkan kemarahan Umar ketika mendengar berita ini. la pun segera meninggalkan Sa’ad dan pergi menuju rumah saudara perempuannya. Ketika itu, di rumah saudara perempuan Umar ada sahabat Khabbab.
Dengan menutup pintu dan jendela, suami istri itu membaca ayat-ayat al Quran. Umar mengetuk-ngetuk pintu sambil berteriak supaya dibukakan pintu. Mendengar suara Umar, Khabbab segera bersembunyi.
Karena tergesa-gesanya, maka mushaf al Quran yang sedang mereka baca itu tertinggal. Ketika pintu dibukakan oleh saudara perempuan Umar. Umar memukul wajah saudara perempuannya itu sambil berkata, “Pengkhianat! Kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu!”
Tanpa menghiraukan wajah saudara perempuannya yang berdarah, Umar masuk ke dalam rumah dan bertanya, “Apakah yang sedang kamu lakukan, dan siapakah orang yang suaranya aku dengar dari luar?”
“Kami hanya berbincang-bincang ” jawab iparnya. Umar bertanya lagi, “Apakah kamu juga telah meninggalkan agama nenek moyangmu dan memeluk agama baru itu?” Iparnya menjawab, “Bagaimana jika agama baru itu lebih baik dari agama dahulu?”
Jawaban ini menyebabkan Umar marah dan memukul iparnya serta menarik-narik janggutnya sehingga wajahnya berlumuran darah. Saudara perempuannya segera melerai, namun ia pun dipukulnya sehingga wajahnya berdarah.
Sambil menangis, saudara perempuannya berkata, “Wahai Umar! Kami dipukul hanya karena memeluk Islam. Kami bersumpah akan mati sebagai orang Islam. Terserah padamu, kamu mau melakukan apa saja terhadap kami.”
Ketika kemarahannya mulai mereda, Umar merasa malu dengan perbuatannya terhadap saudara perempuannya itu. Tiba-tiba ia melihat mushaf-mushaf al Quran yang ditinggalkan oleh Khabbab tadi, lalu berkata, “Bagus, sekarang katakan, apa lembaran-lembaran ini.”“Kamu tidak suci, dan orang yang tidak suci tidak boleh menyentuh lembaran-lembaran ini” jawab saudara perempuannya.
Pada awalnya Umar belum siap untuk bersuci, namun akhirnya ia bersedia untuk mandi dan berwudhu, kemudian membaca mushaf-mushaf al Quran itu, surat yang dibacanya adalah surat Thaha. Umar membaca surat itu dari awal hingga akhir.
Kemudian Umar berkata, “Baiklah, sekarang antarkan aku menemui Muhammad.”Mendengar kata-kata Umar itu, Khabbab segera keluar dari persembunyiannya sambil berkata, “Wahai Umar, ada kabar gembira untukmu. Tadi malam Rasulullah berdo’a kepada Allah:
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar atau dengan Abu Jahal. Terserah kepada-Mu, siapa yang Engkau kehendaki.” Sepertinya Allah telah memilihmu untuk memenuhi permintaan Nabi.” Setelah peristiwa itu, Umar segera dipertemukan dengan Rasulullah pada hari Jumat shubuh dan memeluk Islam saat itu juga.
MEREKA BERKISAH TENTANG UMAR
Selepas ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu meninggal dunia, beliau mengunjungi sahabatnya ‘Abdullah bin ‘Abbas melalui mimpi.
Mimpi yang kemudian dikisahkan oleh Dr ‘Umar ‘Abdul Kafi dalam buku al-Wa’dul Haq, menceritakan bagaimana ‘Umar bin Khaththab selamat dari pedihnya siksa neraka karena sebuah amalan sederhana.
“Apa yang Allah Ta’ala lakukan terhadapmu, wahai ‘Umar?” tanya ‘Abdullah bin ‘Abbas.
“Seluruh amalku sia-sia. Hampir saja aku disembelih, jika tidak mendapatkan ampunan dan kasih sayang dari Allah Ta’ala,” jawab Sayyidina ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Apakah (yang menyelamatkanmu) itu karena keadilanmu?” tanya ‘Abdullah bin ‘Abbas.
“Tidak” jawab ‘Umar.
“Apakah karena ilmu yang engkau miliki dan amalkan?” lanjut ‘Abdullah bin ‘Abbas sampaikan tanya.
“Bukan.” jawab ‘Umar, menegaskan.
“Terus,” pungkas ‘Abdullah bin ‘Abbas, “karena amalan apa hingga engkau mendapatkan kasih sayang dan ampunan dari Allah Ta’ala?”
“Dahulu, aku sedang berjalan untuk sebuah kepentingan. Di tengah jalan, aku melihat dua orang bocah sedang mempermainkan seekor burung kecil.”
“Aku mendatangi dua bocah itu dan memintanya agar melepaskan burung yang tengah mereka mainkan. Kemudian, lanjut ‘Umar, “Allah Ta’ala Penguasa Semesta Alam berkata kepadaku, ‘Hari itu, kamu telah melepaskan tali burung kecil (dari siksaan anak-anak dalam permainannya). Dan hari ini, Aku melepaskan talimu, wahai ‘Umar!”
Mungkinkah seorang Muslim melakukan teror terhadap kenyamanan dan kedamaian umat manusia jika menyiksa hewan saja termasuk dosa besar dan akan mengundang laknat Allah Ta’ala?
Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyebutkan seorang pelaku maksiat yang diampuni dosanya hingga masuk surga karena memberikan minum seekor anjing? Dan tidak cukup buktikah kita dengan riwayat yang menyebutkan dimasukkannya seorang wanita ahli ibadah lantaran berlaku zhalim dan menyiksa kucing?
Sumber: Kisah Hikmah
Bahwa seburuk apapun masa lalu kita selagi ada kesempatan mari kita gunakan untuk berbakti kepada Allah SWT. Setidaknya untuk menebus segala dosa kita. Semoga Allah berkenan menghapus segala dosa kita dan memberikan ampunan-Nya. Aamiiin
Umar adalah putera dari Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. Nama lengkap ayahnya adalah Khattab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi. Ibu bernama lengkap Hantamah binti Hasyim.
Umar merupakan salah seorang pemuda kota Makkah yang terkenal dengan kekuatannya. Dia salah seorang yang ditakuti karena wataknya yang keras dan tukang berkelahi yang handal. Berulang kali dia menjadi juara gulat di kota Makkah mengalahkan jagoan dari kabilah lain.
Kehidupan Umar sebelum masuk Islam sama seperti kehidupan umumnya warga Makkah yang menyembah berhala. Bahkan ia pun mengikuti tradisi warga Makkah saat itu yang menganggap memiliki anak wanita adalah sesuatu Aib bagi keluarga. Sehingga ia pun pernah memendam hidup-hidup anak wanitanya di dalam tanah.
Tradisi jahiliyah lain ysng dilakukan Umar adalah gemar minum khamr, minuman keras. Sebagai lelaki, malu baginya jika tidak menenggak khamr di hadapan lelaki lain.
SENTUHAN HIDAYAH
Umar bin Khattab adalah salah seorang yang keras permusuhannya kepada Nabi Muhammad saw. Begitu kuat hasratnya untuk membunuh beliau.
Pada suatu malam Umar mendapati Rasul tengah berjalan menuju Ka’bah. Peluang ini tak di sia-siakan oleh Umar dan mengikuti Rasul sampai ke hadapan Ka’bah. Di depan salah satu pintu Ka’bah Rasul shalat. Umar masuk ke dalam Ka’bah melalui pintu satunya yang saling bertolak belakang. Umar pun membuka pintu yang ada di hadapan Rasul. Kini Umar dan Rasul hanya terpisah dengan selembar kain penutup Ka’bah.
Pedang sudah erat digenggam Umar. Sorot matanya tajam. Tapi alunan ayat Al Quran yang dibaca Rasul begitu mempesona hati Umar. Pada saat itu Rasul membaca surat Al Haaqqah. Umar menyimak bacaan itu. Sampai pada ayat ke 40, Umar bergumam dalam hatinya, “Kalimatnya seperti syair yang indah”. Maka saat itu pula Allah SWT menjawab melalui ayat ke 41,
Al Haaqqah: 41. “Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. sedikit sekali kamu beriman kepadanya.”
Terkejut Umar, “Hei, mengapa ia tahu isi hatiku. Apakah ini sebuah sihir?”
Lagi-lagi Allah SWT menjawab dengan firmannya,
Al Haaqqah: 42. “Dan bukan pula perkataan tukang sihir. sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya.”
Umar meski berwatak keras, namun hatinya menyimpan kelembutan. Maka jawaban firman Allah itu melunakkan emosi Umar dan ia urung membunuh Rasul malam itu.
Pada suatu hari, orang-orang kafir Quraisy bermusyawarah untuk menentukan siapakah di antara mereka yang bersedia membunuh Rasulullah. Umar segera menyahut, “Saya siap melakukannya!” Semua orang Quraisy yang hadir di pertemuan itu berkata, “Ya, memang engkaulah yang pantas melakukannya!”
Sambil menghunuskan pedang, Umar segera melangkah menuju kediaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dalam perjalanan dia berpapasan dengan salah seorang dari Kabilah Zuhrah, yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas. Sa’ad bertanya kepada Umar,“Umar, engkau akan pergi ke mana?”
“Saya akan membunuh Muhammad!” Jawab Umar
Sa’ad berkata, “Jika demikian, Banu Hasyim, Banu Zuhrah dan Banu Abdi Manaf tidak akan berdiam diri atas perbuatanmu itu. Mereka pasti akan menuntut balas.”
Mendengar ancaman seperti itu, Umar terkejut, lalu berkata, “Oh, nampaknya kamu pun telah meninggalkan agama nenek moyang kita. Kalau demikian, saya akan membunuhmu terlebih dahulu!”Sa’ad berkata, “Ya, saya memang telah masuk Islam.”
Umar pun segera mencabut pedangnya. Sebelum bertarung dengan Umar, Sa’ad sempat berkata, “Lebih baik engkau mengurus keluargamu dulu, saudara perempuanmu dan suaminya juga telah memeluk Islam.”
Tak terbayangkan kemarahan Umar ketika mendengar berita ini. la pun segera meninggalkan Sa’ad dan pergi menuju rumah saudara perempuannya. Ketika itu, di rumah saudara perempuan Umar ada sahabat Khabbab.
Dengan menutup pintu dan jendela, suami istri itu membaca ayat-ayat al Quran. Umar mengetuk-ngetuk pintu sambil berteriak supaya dibukakan pintu. Mendengar suara Umar, Khabbab segera bersembunyi.
Karena tergesa-gesanya, maka mushaf al Quran yang sedang mereka baca itu tertinggal. Ketika pintu dibukakan oleh saudara perempuan Umar. Umar memukul wajah saudara perempuannya itu sambil berkata, “Pengkhianat! Kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu!”
Tanpa menghiraukan wajah saudara perempuannya yang berdarah, Umar masuk ke dalam rumah dan bertanya, “Apakah yang sedang kamu lakukan, dan siapakah orang yang suaranya aku dengar dari luar?”
“Kami hanya berbincang-bincang ” jawab iparnya. Umar bertanya lagi, “Apakah kamu juga telah meninggalkan agama nenek moyangmu dan memeluk agama baru itu?” Iparnya menjawab, “Bagaimana jika agama baru itu lebih baik dari agama dahulu?”
Jawaban ini menyebabkan Umar marah dan memukul iparnya serta menarik-narik janggutnya sehingga wajahnya berlumuran darah. Saudara perempuannya segera melerai, namun ia pun dipukulnya sehingga wajahnya berdarah.
Sambil menangis, saudara perempuannya berkata, “Wahai Umar! Kami dipukul hanya karena memeluk Islam. Kami bersumpah akan mati sebagai orang Islam. Terserah padamu, kamu mau melakukan apa saja terhadap kami.”
Ketika kemarahannya mulai mereda, Umar merasa malu dengan perbuatannya terhadap saudara perempuannya itu. Tiba-tiba ia melihat mushaf-mushaf al Quran yang ditinggalkan oleh Khabbab tadi, lalu berkata, “Bagus, sekarang katakan, apa lembaran-lembaran ini.”“Kamu tidak suci, dan orang yang tidak suci tidak boleh menyentuh lembaran-lembaran ini” jawab saudara perempuannya.
Pada awalnya Umar belum siap untuk bersuci, namun akhirnya ia bersedia untuk mandi dan berwudhu, kemudian membaca mushaf-mushaf al Quran itu, surat yang dibacanya adalah surat Thaha. Umar membaca surat itu dari awal hingga akhir.
Kemudian Umar berkata, “Baiklah, sekarang antarkan aku menemui Muhammad.”Mendengar kata-kata Umar itu, Khabbab segera keluar dari persembunyiannya sambil berkata, “Wahai Umar, ada kabar gembira untukmu. Tadi malam Rasulullah berdo’a kepada Allah:
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar atau dengan Abu Jahal. Terserah kepada-Mu, siapa yang Engkau kehendaki.” Sepertinya Allah telah memilihmu untuk memenuhi permintaan Nabi.” Setelah peristiwa itu, Umar segera dipertemukan dengan Rasulullah pada hari Jumat shubuh dan memeluk Islam saat itu juga.
MEREKA BERKISAH TENTANG UMAR
Selepas ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu meninggal dunia, beliau mengunjungi sahabatnya ‘Abdullah bin ‘Abbas melalui mimpi.
Mimpi yang kemudian dikisahkan oleh Dr ‘Umar ‘Abdul Kafi dalam buku al-Wa’dul Haq, menceritakan bagaimana ‘Umar bin Khaththab selamat dari pedihnya siksa neraka karena sebuah amalan sederhana.
“Apa yang Allah Ta’ala lakukan terhadapmu, wahai ‘Umar?” tanya ‘Abdullah bin ‘Abbas.
“Seluruh amalku sia-sia. Hampir saja aku disembelih, jika tidak mendapatkan ampunan dan kasih sayang dari Allah Ta’ala,” jawab Sayyidina ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu.
“Apakah (yang menyelamatkanmu) itu karena keadilanmu?” tanya ‘Abdullah bin ‘Abbas.
“Tidak” jawab ‘Umar.
“Apakah karena ilmu yang engkau miliki dan amalkan?” lanjut ‘Abdullah bin ‘Abbas sampaikan tanya.
“Bukan.” jawab ‘Umar, menegaskan.
“Terus,” pungkas ‘Abdullah bin ‘Abbas, “karena amalan apa hingga engkau mendapatkan kasih sayang dan ampunan dari Allah Ta’ala?”
“Dahulu, aku sedang berjalan untuk sebuah kepentingan. Di tengah jalan, aku melihat dua orang bocah sedang mempermainkan seekor burung kecil.”
“Aku mendatangi dua bocah itu dan memintanya agar melepaskan burung yang tengah mereka mainkan. Kemudian, lanjut ‘Umar, “Allah Ta’ala Penguasa Semesta Alam berkata kepadaku, ‘Hari itu, kamu telah melepaskan tali burung kecil (dari siksaan anak-anak dalam permainannya). Dan hari ini, Aku melepaskan talimu, wahai ‘Umar!”
Mungkinkah seorang Muslim melakukan teror terhadap kenyamanan dan kedamaian umat manusia jika menyiksa hewan saja termasuk dosa besar dan akan mengundang laknat Allah Ta’ala?
Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan tegas menyebutkan seorang pelaku maksiat yang diampuni dosanya hingga masuk surga karena memberikan minum seekor anjing? Dan tidak cukup buktikah kita dengan riwayat yang menyebutkan dimasukkannya seorang wanita ahli ibadah lantaran berlaku zhalim dan menyiksa kucing?
Sumber: Kisah Hikmah