Ilmu itu menurut jowo, angel golekane tetapi iso ketemu (susah dicari namun bisa untuk ditemukan). Para ulama mengatakan "ilmu itu tidak bisa diperoleh dengan rohatul jasad (dengan cara enak), tetapi dengan sungguh-sungguh”.
Biasanya, orang Arab sering memotivasi dengan syair-syair atau kata-kata mutiara, seperti “Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti sukses”. Tidak cukup, ulama tasawuf mengajarkan “Barangsiapa yang sering bangun malam (untuk berdzikir dan shalat tahajud), maka uripe mulia (hidupnya akan mulia)”.
Mencari ilmu itu ternyata tidak sekedar modal otak encer, tetapi juga harus dapat restu orangtua dan juga restu guru (pembimbing) yang bisa dianut dan ditiru. Mencari ilmu itu juga harus jelas sumbernya, bukan menurut terjemahan atau google, tetapi ilmu itu separuh dari agama. Maka, salah mencari Ilmu itu, maka akan tersesat. Dalam bahasa akademis itu, ilmu itu harus linier, kalau bahasa haditsnya ilmu itu harus muttasil (nyambung secara sanad).
Agar semakin tajam, maka ilmu itu harus di asah, caranya bukan banyak diskusi atau mengajarkan. Lebih dari itu, cara merawat ilmu agar supaya ilmu itu semakin bercahaya, harus kuat tirakat (rajin puasa) dan sholat sunnah, seperti; Shalat sunnah rawatib, membaca Al-Quran, sholat malam. Jangan lupa, rajin menjaga panca indra dari hal-hal yang dilarang Allah SWT. Pastikan, makanan dan minuman yang dikonsumsi itu harus halal 1000 %, karena itu juga akan memberikan penggaruh yang signifikan terhadap kecerdasan intelektual dan spiritual seseorang.
Nah, kali ini, akan menceritakan sesok ulama yang sangat hebat, yaitu Imam Syafii. Suatu ketika, Imam Syafii merasakan kejanggalan terhadap kecerdasannya. Biasanya, mampu menghafal banyak rupanya, kemampuan hafalannya menurun.
Sebagai murid yang baik dan taat terhadap gurunya, Imam Syafii segera datang kepada gurunya. Konsultasi masalah ruhani dan spritulanya yang terganggu kepada Syekh Waki’.
Cerita itu di tulis dalam sebuah syair pendek yang artinya “aku mengeluhkan seputar lemahnya kemampuan hafalanku. Kemudian Syekh Waki’ menganjurkan diriku agar menjauhi maksiat. Syekh Waki' mengabarkan bahwa ilmu itu adalah cahaya Allah SWT, dan cahaya Allah itu tidak akan masuk pada orang yang bermaksiat. Makanya, banyak sekali orang yang buta, tetapi mata batinnya sangat tajam, karena memang tidak pernah bermaksiat mata kepada Allah SWT.
Rupanya, Syekh Waki’ merasakah kesedihan muridnya yang sedang gundah gulana karena kemampuan hafalannya menurun. Syekh Waki sudah mengerti obat mujarabnya. Rupanya, penyebab terjadinya turunnya hafalanya, karena Imam Syafii itu pernah melihat betis seorang wanita. Inilah yang menjadi penyebab utamanya.
Biasanya, orang Arab sering memotivasi dengan syair-syair atau kata-kata mutiara, seperti “Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti sukses”. Tidak cukup, ulama tasawuf mengajarkan “Barangsiapa yang sering bangun malam (untuk berdzikir dan shalat tahajud), maka uripe mulia (hidupnya akan mulia)”.
Makam Imam Waki', Guru Imam Syafii Di Mesir |
Mencari ilmu itu ternyata tidak sekedar modal otak encer, tetapi juga harus dapat restu orangtua dan juga restu guru (pembimbing) yang bisa dianut dan ditiru. Mencari ilmu itu juga harus jelas sumbernya, bukan menurut terjemahan atau google, tetapi ilmu itu separuh dari agama. Maka, salah mencari Ilmu itu, maka akan tersesat. Dalam bahasa akademis itu, ilmu itu harus linier, kalau bahasa haditsnya ilmu itu harus muttasil (nyambung secara sanad).
Agar semakin tajam, maka ilmu itu harus di asah, caranya bukan banyak diskusi atau mengajarkan. Lebih dari itu, cara merawat ilmu agar supaya ilmu itu semakin bercahaya, harus kuat tirakat (rajin puasa) dan sholat sunnah, seperti; Shalat sunnah rawatib, membaca Al-Quran, sholat malam. Jangan lupa, rajin menjaga panca indra dari hal-hal yang dilarang Allah SWT. Pastikan, makanan dan minuman yang dikonsumsi itu harus halal 1000 %, karena itu juga akan memberikan penggaruh yang signifikan terhadap kecerdasan intelektual dan spiritual seseorang.
Nah, kali ini, akan menceritakan sesok ulama yang sangat hebat, yaitu Imam Syafii. Suatu ketika, Imam Syafii merasakan kejanggalan terhadap kecerdasannya. Biasanya, mampu menghafal banyak rupanya, kemampuan hafalannya menurun.
Sebagai murid yang baik dan taat terhadap gurunya, Imam Syafii segera datang kepada gurunya. Konsultasi masalah ruhani dan spritulanya yang terganggu kepada Syekh Waki’.
Cerita itu di tulis dalam sebuah syair pendek yang artinya “aku mengeluhkan seputar lemahnya kemampuan hafalanku. Kemudian Syekh Waki’ menganjurkan diriku agar menjauhi maksiat. Syekh Waki' mengabarkan bahwa ilmu itu adalah cahaya Allah SWT, dan cahaya Allah itu tidak akan masuk pada orang yang bermaksiat. Makanya, banyak sekali orang yang buta, tetapi mata batinnya sangat tajam, karena memang tidak pernah bermaksiat mata kepada Allah SWT.
Rupanya, Syekh Waki’ merasakah kesedihan muridnya yang sedang gundah gulana karena kemampuan hafalannya menurun. Syekh Waki sudah mengerti obat mujarabnya. Rupanya, penyebab terjadinya turunnya hafalanya, karena Imam Syafii itu pernah melihat betis seorang wanita. Inilah yang menjadi penyebab utamanya.