Orang yang paling selamat adalah yang senantiasa dijaga oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Karena apapun bahaya yang menghadang sama sekali tidak berpengaruh padanya.
Dia-lah yang Maha Kuasa memberikan manfaat maupun menarik suatu bahaya dari hamba-Nya. Bagaimana agar kita senantiasa mendapat penjagaan Allah? Mari kita simak salah satu kutipan hadits Arba'in an-Nawawiyah berikut,
"Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata: Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”(HR. Tirmidzi, ia telah berkata: Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih)
Dalam riwayat selain Tirmidzi: “Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan".
Hadits urutan ke-19 dalam kitab yang dihimpun oleh Imam An-Nawawi tersebut sarat akan makna. Agar kita senantiasa dijaga oleh Allah, maka kita harus menjaga Allah. Maknanya bagaimana? Bukankah Allah Yang Maha Segalanya? Ini hampir sama dengan pernyataan "menolong Allah" atau "membela Allah" lalu muncul sanggahan dari beberapa orang yang mengatakan bahwa Allah tidak perlu ditolong atau dibela, demikian pula Islam, tidak perlu dibela, karena Islam agama yang luhur.
Tentu saja logika semacam ini amatlah dangkal karena perintah "membela Allah" juga "menolong Allah" secara tekstual memang ada dalam al-Qur'an dan Hadits. Ungkapan semacam ini merupakan ungkapan majaz sehingga perlu ditafsirkan. Maksud dari menjaga Allah ialah menjaga hak-hak Allah berupa menjalankan perintah-perintah serta menjauhi larangan-larangan-Nya yang terangkum dalam syari'at Islam.
Dalam konteks personal, perintah Allah untuk mendirikan sholat, zakat, puasa, haji yang semuanya berlandaskan keimanan kepada Allah serta tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun merupakan kewajiban yang harus kita tegakkan. Dalam konteks pergaulan dengan sesama manusia, Islam juga memerintahkan untuk berakhlak mulia, mulai tata cara berpakaian, berbicara, jual beli sampai masalah kepemimpinan. Islam memberikan rambu-rambu yang tidak boleh kita langgar.
Demikianlah, upaya kita untuk menjalankan ajaran Islam secara ikhlas akan berbanding lurus dengan penjagaan dari Allah kepada kita. Hanya saja, dalam hadits tersebut, kita juga diberi peringatan oleh Rasulullah bahwa keimanan kita kepada Qadha' atau keputusan Allah harus kita tanamkan dengan kuat. Jika Allah berkehendak, siapa saja dapat tertimpa musibah, apapun bentuknya. Musibah yang menimpa seorang mukmin merupakan ujian dari Allah. Dalam menghadapi ujian, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar senantiasa bersabar, karena sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Ibarat pohon, semakin tinggi semakin kencang angin yang menerpa. Semakin tinggi kualitas iman seseorang, semakin berat ujian yang dihadapi.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung" (QS. Ali Imran : 200)
Cukuplah firman-firman Allah tersebut menjadi penguat bagi kita untuk senantiasa bersabar dalam ketaatan untuk menjaga aturan-aturan Allah.
Dia-lah yang Maha Kuasa memberikan manfaat maupun menarik suatu bahaya dari hamba-Nya. Bagaimana agar kita senantiasa mendapat penjagaan Allah? Mari kita simak salah satu kutipan hadits Arba'in an-Nawawiyah berikut,
عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ: يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ [رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
"Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata: Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”(HR. Tirmidzi, ia telah berkata: Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih)
Dalam riwayat selain Tirmidzi: “Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan".
Hadits urutan ke-19 dalam kitab yang dihimpun oleh Imam An-Nawawi tersebut sarat akan makna. Agar kita senantiasa dijaga oleh Allah, maka kita harus menjaga Allah. Maknanya bagaimana? Bukankah Allah Yang Maha Segalanya? Ini hampir sama dengan pernyataan "menolong Allah" atau "membela Allah" lalu muncul sanggahan dari beberapa orang yang mengatakan bahwa Allah tidak perlu ditolong atau dibela, demikian pula Islam, tidak perlu dibela, karena Islam agama yang luhur.
Tentu saja logika semacam ini amatlah dangkal karena perintah "membela Allah" juga "menolong Allah" secara tekstual memang ada dalam al-Qur'an dan Hadits. Ungkapan semacam ini merupakan ungkapan majaz sehingga perlu ditafsirkan. Maksud dari menjaga Allah ialah menjaga hak-hak Allah berupa menjalankan perintah-perintah serta menjauhi larangan-larangan-Nya yang terangkum dalam syari'at Islam.
Dalam konteks personal, perintah Allah untuk mendirikan sholat, zakat, puasa, haji yang semuanya berlandaskan keimanan kepada Allah serta tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun merupakan kewajiban yang harus kita tegakkan. Dalam konteks pergaulan dengan sesama manusia, Islam juga memerintahkan untuk berakhlak mulia, mulai tata cara berpakaian, berbicara, jual beli sampai masalah kepemimpinan. Islam memberikan rambu-rambu yang tidak boleh kita langgar.
Demikianlah, upaya kita untuk menjalankan ajaran Islam secara ikhlas akan berbanding lurus dengan penjagaan dari Allah kepada kita. Hanya saja, dalam hadits tersebut, kita juga diberi peringatan oleh Rasulullah bahwa keimanan kita kepada Qadha' atau keputusan Allah harus kita tanamkan dengan kuat. Jika Allah berkehendak, siapa saja dapat tertimpa musibah, apapun bentuknya. Musibah yang menimpa seorang mukmin merupakan ujian dari Allah. Dalam menghadapi ujian, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar senantiasa bersabar, karena sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Ibarat pohon, semakin tinggi semakin kencang angin yang menerpa. Semakin tinggi kualitas iman seseorang, semakin berat ujian yang dihadapi.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS. Al-Baqarah : 155)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Cukuplah firman-firman Allah tersebut menjadi penguat bagi kita untuk senantiasa bersabar dalam ketaatan untuk menjaga aturan-aturan Allah.