Ketahuilah, bahwa kemunafikan itu ada dua macam, yaitu munafik kecil dan munafik besar. Munafik kecil ialah berperilaku sebagaimana perilaku orang-orang munafik, seperti yang tersebut dalam hadits di atas, dengan tetap ada iman dalam hati.
Munafik kecil ini tidak mengakibatkan pelakunya keluar dari agama, namun juga termasuk sarana menuju kekufuran.
Jika perilaku-perilaku tersebut ia lakukan terus menerus, tidak menutup kemungkinan ia akan terjeremus dalam kemunafikan. Naudzubillah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan tiga ciri-ciri munafik, yaitu suka berdusta dalam berucap, ingkar janji, dan berkhianat padahal sudah diberi kepercayaan.
Salah satu sifat di atas yang semestiny kita kupas meski yang lain juga penting- adalah sifat khianat yang merupakan lawan daripada amanah yang dewasa ini banyak diterlantarkan.
Jika diberi amanah harta, Orang munafik akan menyelewengkannya, padahal Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya Allah memerintah kalian agar mengembalikan amanah pada pemiliknya" (QS: 3: 58).
Amanah di sini mencakup banyak artian yang semuanya harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, tidak malah bertindak khianat.
Di antara amanah yang Allah bebankan pada seluruh hamba-Nya yaitu senantiasa menjalankan agama ini.
Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung namun semuanya enggan menerimanya dan takut darinya. Namun manusialah yang justeru memikulnya. Sesungguhnya manusia itu banyak bertindak aniaya dan jahil" (QS: 33: 72).
Di antara bentuk amanah lain adalah jabatan yang bersifat politik, dari mulai pejabat RT, kepala desa, camat, bupati, hingga presiden. Mereka bertanggungjawab melaksanakan amanah yang besar ini tanpa diperkenankan menyelewengkannya.
Jika ada dana yang seharusnya disalurkan untuk kepentingan rakyat, maka tidak selayaknya dialihkan untuk kepentingan pribadi. Kemudian setelah tercium tidak-tanduknya, mulai mengeluarkan jurus andalan, lempar batu sembunyi tangan. Saling menyalahkan dan saling mengancam akan membongkar kejahatan masing-masing orang yang turut serta melakukannya.
Pejabat pemerintahan juga bertanggungjawab atas keamanan dan kemaslahatan rakyat serta sejumlah tanggungjawab lainnya yang tidak bisa diremehkan.
Seorang pejabat itu mestinya menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat, bukan malah sebaliknya, merasa sebagai orang besar yang harus dihormati.
Oleh karena itu, memegang tampuk kepemimpinan itu tidaklah mudah apalagi di negera besar seperti Indonesia. Tentu mengurus negara ini tidak semudah mengurus rumah tangga.
Jika para pejabat tidak menunaikan amanah dengan baik padahal sudah dipercaya oleh rakyat, bagaimana jika kelak di hari kiamat para pejabat itu dituntut oleh rakyat yang dahulu mempercayakan amanah pada mereka. Sungguh celakalah ia.
Jika orang yang menerima amanah tersebut adalah seorang mukmin yang betul-betul konsisten dengan keimanannya, tentu tindakan-tindakan keji semisal penyelewengan dana dan korupsi tak akan pernah terjadi.
Sebab, semakin kita dapati ada orang yang selalu menunaikan kewajiban dengan sempurna, maka berarti orang tersebut memiliki iman yang kokoh.
Sebaliknya, jika ada orang sembrono berbuat khianat, maka ketahuilah bahwa imannya sedang dalam keadaan bahaya. Minimal, imannya lemah.
Jika ada orang yang merasa tubuhnya lemas saja segera mencari solusi agar dapat menguatkan stamina tubuhnya, tentu iman pun jika lemah harus segera dicari obatnya. Jika sampai lobet, maka kebinasaanlah akhirnya.
Selanjutnya munafik jenis kedua ialah munafik besar atau yang berhubungan dengan masalah akidah, yaitu apabila seseorang menampakkan keimanan dan keislaman namun dalam hati sebenarnya ia tak mengimani. Munafik jenis inilah yang terjadi di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya orang-orang munafik itu akan dicampakkan ke dalam kerak neraka dan kamu tidak akan melihat mereka memperoleh penolong" (QS: 4: 145).
Gambaran munafik besar ini setidaknya ada enam macam:
1. Mendustakan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
2. Mendustakan sebagian ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
3. Membenci Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
4. Membenci sebagian ajaran Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam
5. Merasa gembira jika melihat agama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sedang dalam kondisi mundur
6. Merasa sempit dada jika melihat agama Islam jaya. (Lihat: Kitab At-Tauhid hlm. 22 dan Nur Al-Iman wa Zhulumat An-Nifaq hlm. 41)
Perbedaan Antara Munafik Besar dan Munafik Kecil
Antara munafik kecil dan besar ada sejumlah perbedaan, yang paling mencolok ialah kemunafikan besar bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam, sementara munafik kecil tidak.
Munafik besar menggugurkan seluruh amalan pelakunya, sedangkan munafik kecil tidak.
Munafik besar berhubungan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam hal akidah, sedangkan munafik kecil berkaitan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam masalah perbuatan yang tidak ada sangkutpautnya dengan akidah.
Munafik besar mengakibatkan pelakunya kekal di neraka, sedangkan munafik kecil tidak demikian.
Munafik besar tidak akan muncul dari seorang mukmin, sedangkan nifak kecil terkadang timbul dari orang mukmin.
Wallahu A'lam.
Munafik kecil ini tidak mengakibatkan pelakunya keluar dari agama, namun juga termasuk sarana menuju kekufuran.
Jika perilaku-perilaku tersebut ia lakukan terus menerus, tidak menutup kemungkinan ia akan terjeremus dalam kemunafikan. Naudzubillah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan tiga ciri-ciri munafik, yaitu suka berdusta dalam berucap, ingkar janji, dan berkhianat padahal sudah diberi kepercayaan.
Salah satu sifat di atas yang semestiny kita kupas meski yang lain juga penting- adalah sifat khianat yang merupakan lawan daripada amanah yang dewasa ini banyak diterlantarkan.
Jika diberi amanah harta, Orang munafik akan menyelewengkannya, padahal Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya Allah memerintah kalian agar mengembalikan amanah pada pemiliknya" (QS: 3: 58).
Amanah di sini mencakup banyak artian yang semuanya harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab, tidak malah bertindak khianat.
Di antara amanah yang Allah bebankan pada seluruh hamba-Nya yaitu senantiasa menjalankan agama ini.
Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung namun semuanya enggan menerimanya dan takut darinya. Namun manusialah yang justeru memikulnya. Sesungguhnya manusia itu banyak bertindak aniaya dan jahil" (QS: 33: 72).
Di antara bentuk amanah lain adalah jabatan yang bersifat politik, dari mulai pejabat RT, kepala desa, camat, bupati, hingga presiden. Mereka bertanggungjawab melaksanakan amanah yang besar ini tanpa diperkenankan menyelewengkannya.
Jika ada dana yang seharusnya disalurkan untuk kepentingan rakyat, maka tidak selayaknya dialihkan untuk kepentingan pribadi. Kemudian setelah tercium tidak-tanduknya, mulai mengeluarkan jurus andalan, lempar batu sembunyi tangan. Saling menyalahkan dan saling mengancam akan membongkar kejahatan masing-masing orang yang turut serta melakukannya.
Pejabat pemerintahan juga bertanggungjawab atas keamanan dan kemaslahatan rakyat serta sejumlah tanggungjawab lainnya yang tidak bisa diremehkan.
Seorang pejabat itu mestinya menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat, bukan malah sebaliknya, merasa sebagai orang besar yang harus dihormati.
Oleh karena itu, memegang tampuk kepemimpinan itu tidaklah mudah apalagi di negera besar seperti Indonesia. Tentu mengurus negara ini tidak semudah mengurus rumah tangga.
Jika para pejabat tidak menunaikan amanah dengan baik padahal sudah dipercaya oleh rakyat, bagaimana jika kelak di hari kiamat para pejabat itu dituntut oleh rakyat yang dahulu mempercayakan amanah pada mereka. Sungguh celakalah ia.
Jika orang yang menerima amanah tersebut adalah seorang mukmin yang betul-betul konsisten dengan keimanannya, tentu tindakan-tindakan keji semisal penyelewengan dana dan korupsi tak akan pernah terjadi.
Sebab, semakin kita dapati ada orang yang selalu menunaikan kewajiban dengan sempurna, maka berarti orang tersebut memiliki iman yang kokoh.
Sebaliknya, jika ada orang sembrono berbuat khianat, maka ketahuilah bahwa imannya sedang dalam keadaan bahaya. Minimal, imannya lemah.
Jika ada orang yang merasa tubuhnya lemas saja segera mencari solusi agar dapat menguatkan stamina tubuhnya, tentu iman pun jika lemah harus segera dicari obatnya. Jika sampai lobet, maka kebinasaanlah akhirnya.
Selanjutnya munafik jenis kedua ialah munafik besar atau yang berhubungan dengan masalah akidah, yaitu apabila seseorang menampakkan keimanan dan keislaman namun dalam hati sebenarnya ia tak mengimani. Munafik jenis inilah yang terjadi di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Allah berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya orang-orang munafik itu akan dicampakkan ke dalam kerak neraka dan kamu tidak akan melihat mereka memperoleh penolong" (QS: 4: 145).
Gambaran munafik besar ini setidaknya ada enam macam:
1. Mendustakan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
2. Mendustakan sebagian ajaran yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
3. Membenci Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
4. Membenci sebagian ajaran Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam
5. Merasa gembira jika melihat agama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sedang dalam kondisi mundur
6. Merasa sempit dada jika melihat agama Islam jaya. (Lihat: Kitab At-Tauhid hlm. 22 dan Nur Al-Iman wa Zhulumat An-Nifaq hlm. 41)
Perbedaan Antara Munafik Besar dan Munafik Kecil
Antara munafik kecil dan besar ada sejumlah perbedaan, yang paling mencolok ialah kemunafikan besar bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam, sementara munafik kecil tidak.
Munafik besar menggugurkan seluruh amalan pelakunya, sedangkan munafik kecil tidak.
Munafik besar berhubungan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam hal akidah, sedangkan munafik kecil berkaitan dengan perbedaan antara lahir dan batin dalam masalah perbuatan yang tidak ada sangkutpautnya dengan akidah.
Munafik besar mengakibatkan pelakunya kekal di neraka, sedangkan munafik kecil tidak demikian.
Munafik besar tidak akan muncul dari seorang mukmin, sedangkan nifak kecil terkadang timbul dari orang mukmin.
Wallahu A'lam.