Imam di sebuah masjid dalam pengajian berkata:
"Mungkin kau tak tahu di mana Rezekimu. Tapi Rezekimu tahu di mana kamu berada. Dari langit, laut, gunung, & lembah, Rabb memerintahkannya menujumu.
Allah berjanji menjamin Rezekimu. Maka melalaikan ketaatan padaNya demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijaminNya adalah kekeliruan berganda.
Tugas kita bukan mengkhawatirkan Rezeki atau bermuluk cita memiliki, melainkan menyiapkan jawaban "Dari Mana" & "Untuk Apa" atas tiap karunia-Nya.
Betapa banyak orang yang bercita-cita menggenggam dunia, dia alpa bahwa hakikat Rezeki bukanlah yang tertulis dalam angka, tapi apa yang dinikmatinya.
Betapa banyak orang bekerja membanting tulang, memeras keringat, demi angka simpanan gaji yang mungkin esok pagi ditinggal mati.
Maka amat keliru jika bekerja dimaknai mentawakkalkan Rezeki pada perbuatan kita. Bekerja itu bagian dari ibadah. Sedang Rezeki itu urusanNya.
Kita bekerja untuk bersyukur, menegakkan taat & berbagi manfaat. Tapi Rezeki tak selalu terletak di pekerjaan kita, Allah taruh sekehendakNya.
Bukankah Hajar berlari 7x bolak-balik dari Shafa ke Marwa, tapi Zam-zam justru terbit di kaki Ismail, bayinya? Ikhtiar itu laku perbuatan.
Rezeki itu kejutan
Ia kejutan untuk disyukuri hamba bertaqwa, datang dari arah tak terduga. Tugas kita cuma menempuh jalan halal, Allah lah yang melimpahkan bekal.
Sekali lagi, yang terpenting di tiap kali kita meminta & Allah memberi karunia, jaga sikap saat menjemputnya & jawab soalanNya, "Buat apa?"
Betapa banyak yang merasa memiliki manisnya dunia, lupa bahwa semua hanya "hak pakai" yang halalnya akan dihisab & haramnya akan di'adzab.
Dengan itu kita mohon "Ihdinash Shirathal Mustaqim"; petunjuk ke jalan orang nan diberi nikmat ikhlas di dunia & nikmat ridhaNya di akhirat. Bukan jalannya orang yg terkutuk apalagi jalan orang yg tersesat.
Maka segala puji hanya bagi Allah, hanya dengan nikmatNya-lah maka kesempurnaan menjadi paripurna
"Mungkin kau tak tahu di mana Rezekimu. Tapi Rezekimu tahu di mana kamu berada. Dari langit, laut, gunung, & lembah, Rabb memerintahkannya menujumu.
Allah berjanji menjamin Rezekimu. Maka melalaikan ketaatan padaNya demi mengkhawatirkan apa yang sudah dijaminNya adalah kekeliruan berganda.
Tugas kita bukan mengkhawatirkan Rezeki atau bermuluk cita memiliki, melainkan menyiapkan jawaban "Dari Mana" & "Untuk Apa" atas tiap karunia-Nya.
Betapa banyak orang yang bercita-cita menggenggam dunia, dia alpa bahwa hakikat Rezeki bukanlah yang tertulis dalam angka, tapi apa yang dinikmatinya.
Betapa banyak orang bekerja membanting tulang, memeras keringat, demi angka simpanan gaji yang mungkin esok pagi ditinggal mati.
Maka amat keliru jika bekerja dimaknai mentawakkalkan Rezeki pada perbuatan kita. Bekerja itu bagian dari ibadah. Sedang Rezeki itu urusanNya.
Kita bekerja untuk bersyukur, menegakkan taat & berbagi manfaat. Tapi Rezeki tak selalu terletak di pekerjaan kita, Allah taruh sekehendakNya.
Bukankah Hajar berlari 7x bolak-balik dari Shafa ke Marwa, tapi Zam-zam justru terbit di kaki Ismail, bayinya? Ikhtiar itu laku perbuatan.
Rezeki itu kejutan
Ia kejutan untuk disyukuri hamba bertaqwa, datang dari arah tak terduga. Tugas kita cuma menempuh jalan halal, Allah lah yang melimpahkan bekal.
Sekali lagi, yang terpenting di tiap kali kita meminta & Allah memberi karunia, jaga sikap saat menjemputnya & jawab soalanNya, "Buat apa?"
Betapa banyak yang merasa memiliki manisnya dunia, lupa bahwa semua hanya "hak pakai" yang halalnya akan dihisab & haramnya akan di'adzab.
Dengan itu kita mohon "Ihdinash Shirathal Mustaqim"; petunjuk ke jalan orang nan diberi nikmat ikhlas di dunia & nikmat ridhaNya di akhirat. Bukan jalannya orang yg terkutuk apalagi jalan orang yg tersesat.
Maka segala puji hanya bagi Allah, hanya dengan nikmatNya-lah maka kesempurnaan menjadi paripurna