Pengamat Hukum Pidana Romli Atmasasmita menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum atas terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak sesuai dengan fakta sidang.
Menurutnya, dapat dipastikan hakim menyatakan Ahok tidak terbukti melanggar Pasal 156 KUHP. Padahal, kata dia, Ahok jelas melanggar Pasal 156 a.
Ia menuturkan, ada yang belum paham bedanya pasal 156 dan 156 a KUHP. Pasal 156 tentang permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap beberapa golongan. Sedangkan, 156 a yakni dengan sengaja di muka umum memusuhi atau menodai agama.
“Ucapan Ahok tidak memusuhi umat Islam tapi menodai agama Islam,” ujar Romli dalam cuitannya di akun twitter pribadinya @rajasundawiwaha yang diposting pada Minggu, (23/4).
Saking geramnya dengan putusan tuntutan 1 tahun dengan 2 tahun percobaan, Romli menghimbau agar hakim sekalian saja menjatuhkan vonis bebas bagi mantan gubernur DKI Jakarta itu.
“Agar jelas bahwa hukum negara kita atas kepentingan kekuasaan bukan demi keadilan,” kicaunya lagi.
Ia menambahkan, jika hukum sejak awal sudah diskriminatif maka hasil akhir pun jelas akan diskriminatif pula.
“Minimal tampak pada tuntutan JPU, kasus Ahok belum tahu vonisnya,” kata Romli.
Presiden Didesak Copot Jaksa Agung Prasetyo
Ketua Umum Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Tengah (Sulteng), Fery, mendesak Presiden Joko Widodo segera mencopot Jaksa Agung Prasetyo.
Desakan itu terkait tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) atas terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Fery menilai pemerintahan Presiden Jokowi-Wapres Jusuf Kalla (Jokowi-JK) gagal dalam menegakkan supremasi hukum, karena hukum berjalan sesuai kehendak penguasa.
“Hal itu terbukti dengan tuntutan jaksa terhadap terdakwa kasus penodaan agama yang melibatkan Ahok,” katanya dalam keterangan tertulis seperti dolansir hidayatullah.com Jakarta, Sabtu (22/04/2017).
Hal itu, sambungnya, sebagai bukti indikasi bahwa proses hukum Ahok ini terlalu diintervensi oleh penguasa.
Fery sangat menyesalkan sikap JPU yang hanya menuntut terdakwa Ahok dengan hukuman 1 tahun penjara dan masa percobaan 2 tahun.
Padahal, terangnya, dalam surat edaran MA Nomor 4/1964, jelas ada instruksi untuk menghukum berat mereka yang menghina agama tertentu.
Ia mencontohkan selama ini para terdakwa kasus penodaan agama yang dituntut maksimal, seperti Arswendo Atmowiloto, Permadi, Lia Eden, dan Ahmad Musadek, yang rata-rata dituntut maksimal.
Itu artinya penegakan hukum tidak berjalan baik, bahkan cenderung dirusak oleh mereka yang sedang berkuasa, lanjutnya.
Untuk itu, Fery mendesak Presiden Jokowi untuk segera mencopot Jaksa Agung Prasetyo.
Ia menilai Jaksa Agung tidak mampu memberikan pembinaan bagi anak buahnya dalam melihat secara objektif kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok.
“Kalau tidak ada intervensi, maka sebaiknya Presiden copot pimpinan jaksa itu, ya Jaksa Agung harus dicopot,” tandasnya.
Fery berharap agar Majelis Hakim bisa tegas dalam memutuskan vonis terhadap terdakwa Ahok.
“Jangan sampai rakyat mencari keadilan sendiri di luar sana,” tutupnya
Menurutnya, dapat dipastikan hakim menyatakan Ahok tidak terbukti melanggar Pasal 156 KUHP. Padahal, kata dia, Ahok jelas melanggar Pasal 156 a.
Ia menuturkan, ada yang belum paham bedanya pasal 156 dan 156 a KUHP. Pasal 156 tentang permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap beberapa golongan. Sedangkan, 156 a yakni dengan sengaja di muka umum memusuhi atau menodai agama.
“Ucapan Ahok tidak memusuhi umat Islam tapi menodai agama Islam,” ujar Romli dalam cuitannya di akun twitter pribadinya @rajasundawiwaha yang diposting pada Minggu, (23/4).
Saking geramnya dengan putusan tuntutan 1 tahun dengan 2 tahun percobaan, Romli menghimbau agar hakim sekalian saja menjatuhkan vonis bebas bagi mantan gubernur DKI Jakarta itu.
“Agar jelas bahwa hukum negara kita atas kepentingan kekuasaan bukan demi keadilan,” kicaunya lagi.
Ia menambahkan, jika hukum sejak awal sudah diskriminatif maka hasil akhir pun jelas akan diskriminatif pula.
“Minimal tampak pada tuntutan JPU, kasus Ahok belum tahu vonisnya,” kata Romli.
Presiden Didesak Copot Jaksa Agung Prasetyo
Ketua Umum Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah Sulawesi Tengah (Sulteng), Fery, mendesak Presiden Joko Widodo segera mencopot Jaksa Agung Prasetyo.
Desakan itu terkait tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) atas terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Fery menilai pemerintahan Presiden Jokowi-Wapres Jusuf Kalla (Jokowi-JK) gagal dalam menegakkan supremasi hukum, karena hukum berjalan sesuai kehendak penguasa.
“Hal itu terbukti dengan tuntutan jaksa terhadap terdakwa kasus penodaan agama yang melibatkan Ahok,” katanya dalam keterangan tertulis seperti dolansir hidayatullah.com Jakarta, Sabtu (22/04/2017).
Hal itu, sambungnya, sebagai bukti indikasi bahwa proses hukum Ahok ini terlalu diintervensi oleh penguasa.
Fery sangat menyesalkan sikap JPU yang hanya menuntut terdakwa Ahok dengan hukuman 1 tahun penjara dan masa percobaan 2 tahun.
Padahal, terangnya, dalam surat edaran MA Nomor 4/1964, jelas ada instruksi untuk menghukum berat mereka yang menghina agama tertentu.
Ia mencontohkan selama ini para terdakwa kasus penodaan agama yang dituntut maksimal, seperti Arswendo Atmowiloto, Permadi, Lia Eden, dan Ahmad Musadek, yang rata-rata dituntut maksimal.
Itu artinya penegakan hukum tidak berjalan baik, bahkan cenderung dirusak oleh mereka yang sedang berkuasa, lanjutnya.
Untuk itu, Fery mendesak Presiden Jokowi untuk segera mencopot Jaksa Agung Prasetyo.
Ia menilai Jaksa Agung tidak mampu memberikan pembinaan bagi anak buahnya dalam melihat secara objektif kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok.
“Kalau tidak ada intervensi, maka sebaiknya Presiden copot pimpinan jaksa itu, ya Jaksa Agung harus dicopot,” tandasnya.
Fery berharap agar Majelis Hakim bisa tegas dalam memutuskan vonis terhadap terdakwa Ahok.
“Jangan sampai rakyat mencari keadilan sendiri di luar sana,” tutupnya