Assalamu'alaikum, maaf mau tanya, Benarkah Olahraga Renang Termasuk Sunnah Nabi? Kalau memang merupakan sunnah, adakah dalil yang jelas tentang hal itu?
Jika memang benar renang merupakan sunnah nabi lalu bagaimana kita mengerjakannya karena kebanyakan kolam renang mengharuskan kita berenang dengan hanya menggunakan celana renang. Dan itu berarti kita membuka aurat? Apakah hal ini bisa disebut darurat dan ada pengecualian?
Mohon penjelasan dari ustadz terkait dengan masalah berenang ini. Terima kasih.
Jawaban :
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,
A. Dalil Terkait Renang
Kalau kita telusuri memang ada beberapa hadits Nabi SAW yang menyinggung masalah berenang ini. Di antara hadits itu adalah hadits berikut ini :
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasa’i).
Kalau kita perhatikan teks hadits di atas, Rasulullah SAW menyebutkan bhawa mengajarkan renang bukan termasuk perbuatan yang sia-sia, sebagaimana beberapa perbuatan lainnya. Hanya saja beliau tidak secara langsung memerintahkan, apalagi mencontohkan dalam bentuk perbuatan.
Perkataan Umar bin Al-Khattab
Sedangkan dalil yang amat populer di tengah masyarakat bahwa ada perintah untuk mengajarkan anak-anak berenang, termasuk di dalamnya memanah dan menunggang kuda, ternyata bukan hadits nabi. Para ulama umumnya menyebut perintah itu merupakan perintah dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu.
Umar bin Al-Khattab berkata,"Ajari anak-anakmu berenang, memanah dan naik kuda".
Perkataan di atas lebih tepat untuk dinisbatkan kepada Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu. Sebab kalau dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, banyak para ulama hadits yang menentangnya.
Atsar dari Umar ini sampai kepada kita lewat jalur Bakr bin Abdillah, dari Abdullah Al-Anshari dan Jabir bin Abdillah, Abu Rafi' dan Ibnu Umar, yang diriwayatkan secara marfu'.
Hadits sejenis juga ada, yaitu yang menyebutan keharusan mengajarkan anak kita berenang. Namun para ulama mengatakan bahwa hadits itu bermasalah. Hadits itu adalah :
Dari Abi Rafi', dia bertanya,"Ya Rasulullah, apadaha ada kewajiban atas kita terhadap anak kita, sebagaimana kewajiban anak kepada kita?". Rasulullah SAW menjawab,"Ya, hak anak atas ayahnya adalah diajarkan membaca, berenang dan memanah".
B. Istimbath Hukum
Dengan dalil-dalil di atas, umumnya para ulama sampai kepada kesimpulan bahwa pada dasarnya hukum berenang adalah sesuatu yang mubah, bukan termasuk sunnah apalagi kewajiban.
Namun hukum mubah ini masih tergantung kepada tujuan dan tata caranya. Bila tujuan dan tata caranya sesuai dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa menjadi mustahab atau sunnah. Sebaliknya bila tujuan atau tata cara yang dipakai bertentangan atau berseberangan dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa berubah menjadi makruh, bahkan sampai ke tingkat haram.
C. Ketentuan Syar'i
Agar berenang tidak menyalahi ketentuan syariat, maka harus dijaga agar jangan sampai sesuatu yang hukum dasarnya halal, kemudian berubah menjadi haram, karena di dalamnya ternyata terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat.
1. Diutamakan Sejak Kecil
Belajar berenang diutamakan sudah dilakukan sejak usia masih kecil. Setidaknya ada dua alasan yang melatar-belakanginya.
Alasan pertama, karena belajar menguasai sesuatu akan menjadi lebih mudah bila dikerjakan di usia dini. Maka nasehat Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu untuk mengajarkan anak-anak kita berenang sejak kecil sudah sangat tepat.
Alasan kedua, anak yang masih kecil belum lagi terikat dengan aturan masalah membuka aurat serta keharusan menjaga pandangan.
2. Menutup Aurat
Meskipun renang, namun urusan menutup aurat tetap merupakan kewajiban yang tidak ada keringanannya. Sebab tidak ada unsur darurat dalam olahraga renang.
Aurat laki-laki tetap harus ditutup saat berenang. Dan kita sudah tahu batasnya yaitu antara pusat (puser) dan lutut.
Sedangkan aurat seorang wanita dengan sesama wanita berbeda dengan aurat wanita di depan laki-laki yang ajnabi (asing) dan bukan mahram. Sesama wanita boleh terlihat bagian-bagian tubuh tertentu seperti rambut, tangan dan kaki.
Oleh karena itu bila kolam renang itu khusus untuk wanita, pakaiannya menjadi lebih bebas, ketimbang kolam itu ada laki-lakinya.
Sedangkan di depan orang laki-laki yang asing, batasnya tetap seluruh tubuh kecuali kedua tangan hingga pergelangan dan kedua kaki hingga batas mata kaki.
3. Kolam Terpisah
Namun yang paling benar adalah berenang di tempat yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan sebagian kalangan sudah sampai ke level menjadikan syarat kebolehan. Tujuannya bukan sekedar terjaga aurat, tetapi juga agar tidak terjadi campur baur antara laki-laki dan wanita. Setidaknya menghindari untuk berada pada satu kolam.
Memang agak sulit kalau yang kita gunakan merupakan kolam renang umum. Sebab konsepnya memang dibuat untuk umum, dimana laki-laki dan perempuan dibiarkan berenang campur aduk.
4. Trik Mensiasati
Untuk mensiasatinya ada banyak cara yang bisa kita lakukan dengan kreatif. Semua kembali lagi kepada kita sendiri.
Salah satunya yang bisa dicontoh adalah kebiasaan salah seorang dosen saya dari Madinah. Beliau ini kalau liburan ke Indonesia selalu menginap di hotel mewah bintang lima yang ada fasilitas kolam renangnya. Dan hampir tiap hari beliau berenang tanpa bercampur dengan wanita, bahkan juga tidak bercampur dengan orang lain.
Beliau berenang sehabis subuh, ketika para tamu hotel masih ngorok di kamar masing-masing. Beliau bisa berenang sepuasnya. Yang menarik beliau berang bukan cuma hanya main air macam kita ini, tetapi serius berenang dari ujung ke ujung tanpa putus hingga bisa sampai 7 kali bolak-balik.
Begitu hari mulai agak siang, ketika mulai muncul tamu hotel yang mau ikutan masuk kolam renang, beliau sudah menyelesaikan ritual berenang di pagi hari itu.
Trik lain yang juga sering digunakan adalah menyewa kolam renang khusus yang memisahkan laki-laki dan perempuan. Di beberapa tempat tertentu sudah banyak dibuka kolam renang khusus muslimah. Laki-laki dilarang masuk secara total. Maka pegawai dan petugas kolam itu pun juga sama-sama wanita muslimah juga.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA/Rumahfiqih
Jika memang benar renang merupakan sunnah nabi lalu bagaimana kita mengerjakannya karena kebanyakan kolam renang mengharuskan kita berenang dengan hanya menggunakan celana renang. Dan itu berarti kita membuka aurat? Apakah hal ini bisa disebut darurat dan ada pengecualian?
Mohon penjelasan dari ustadz terkait dengan masalah berenang ini. Terima kasih.
Jawaban :
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,
A. Dalil Terkait Renang
Kalau kita telusuri memang ada beberapa hadits Nabi SAW yang menyinggung masalah berenang ini. Di antara hadits itu adalah hadits berikut ini :
كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ السِّبَاحَةَ
Kalau kita perhatikan teks hadits di atas, Rasulullah SAW menyebutkan bhawa mengajarkan renang bukan termasuk perbuatan yang sia-sia, sebagaimana beberapa perbuatan lainnya. Hanya saja beliau tidak secara langsung memerintahkan, apalagi mencontohkan dalam bentuk perbuatan.
Perkataan Umar bin Al-Khattab
Sedangkan dalil yang amat populer di tengah masyarakat bahwa ada perintah untuk mengajarkan anak-anak berenang, termasuk di dalamnya memanah dan menunggang kuda, ternyata bukan hadits nabi. Para ulama umumnya menyebut perintah itu merupakan perintah dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu.
عَلِّمُوا أَوْلاَدَكُم السِّبَاحَةَ وَالرِّمَايَةَ وَرُكُوْبَ الخَيْلِ
Perkataan di atas lebih tepat untuk dinisbatkan kepada Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu. Sebab kalau dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, banyak para ulama hadits yang menentangnya.
Atsar dari Umar ini sampai kepada kita lewat jalur Bakr bin Abdillah, dari Abdullah Al-Anshari dan Jabir bin Abdillah, Abu Rafi' dan Ibnu Umar, yang diriwayatkan secara marfu'.
Hadits sejenis juga ada, yaitu yang menyebutan keharusan mengajarkan anak kita berenang. Namun para ulama mengatakan bahwa hadits itu bermasalah. Hadits itu adalah :
عَنْ أَبِي رَافِعِ قَالَ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَلِلْوَلَدِ عَلَيْنَا حَقٌّ كَحَقِّناَ عَلَيْهِمْ ؟ قاَلَ : نَعَمْ حَقُّ الوَلَدِ عَلىَ الوَالِدِ أَنْ يُعَلِّمَهُ الكِتَابَةَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ
B. Istimbath Hukum
Dengan dalil-dalil di atas, umumnya para ulama sampai kepada kesimpulan bahwa pada dasarnya hukum berenang adalah sesuatu yang mubah, bukan termasuk sunnah apalagi kewajiban.
Namun hukum mubah ini masih tergantung kepada tujuan dan tata caranya. Bila tujuan dan tata caranya sesuai dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa menjadi mustahab atau sunnah. Sebaliknya bila tujuan atau tata cara yang dipakai bertentangan atau berseberangan dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa berubah menjadi makruh, bahkan sampai ke tingkat haram.
C. Ketentuan Syar'i
Agar berenang tidak menyalahi ketentuan syariat, maka harus dijaga agar jangan sampai sesuatu yang hukum dasarnya halal, kemudian berubah menjadi haram, karena di dalamnya ternyata terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat.
1. Diutamakan Sejak Kecil
Belajar berenang diutamakan sudah dilakukan sejak usia masih kecil. Setidaknya ada dua alasan yang melatar-belakanginya.
Alasan pertama, karena belajar menguasai sesuatu akan menjadi lebih mudah bila dikerjakan di usia dini. Maka nasehat Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu untuk mengajarkan anak-anak kita berenang sejak kecil sudah sangat tepat.
Alasan kedua, anak yang masih kecil belum lagi terikat dengan aturan masalah membuka aurat serta keharusan menjaga pandangan.
2. Menutup Aurat
Meskipun renang, namun urusan menutup aurat tetap merupakan kewajiban yang tidak ada keringanannya. Sebab tidak ada unsur darurat dalam olahraga renang.
Aurat laki-laki tetap harus ditutup saat berenang. Dan kita sudah tahu batasnya yaitu antara pusat (puser) dan lutut.
Sedangkan aurat seorang wanita dengan sesama wanita berbeda dengan aurat wanita di depan laki-laki yang ajnabi (asing) dan bukan mahram. Sesama wanita boleh terlihat bagian-bagian tubuh tertentu seperti rambut, tangan dan kaki.
Oleh karena itu bila kolam renang itu khusus untuk wanita, pakaiannya menjadi lebih bebas, ketimbang kolam itu ada laki-lakinya.
Sedangkan di depan orang laki-laki yang asing, batasnya tetap seluruh tubuh kecuali kedua tangan hingga pergelangan dan kedua kaki hingga batas mata kaki.
3. Kolam Terpisah
Namun yang paling benar adalah berenang di tempat yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan sebagian kalangan sudah sampai ke level menjadikan syarat kebolehan. Tujuannya bukan sekedar terjaga aurat, tetapi juga agar tidak terjadi campur baur antara laki-laki dan wanita. Setidaknya menghindari untuk berada pada satu kolam.
Memang agak sulit kalau yang kita gunakan merupakan kolam renang umum. Sebab konsepnya memang dibuat untuk umum, dimana laki-laki dan perempuan dibiarkan berenang campur aduk.
4. Trik Mensiasati
Untuk mensiasatinya ada banyak cara yang bisa kita lakukan dengan kreatif. Semua kembali lagi kepada kita sendiri.
Salah satunya yang bisa dicontoh adalah kebiasaan salah seorang dosen saya dari Madinah. Beliau ini kalau liburan ke Indonesia selalu menginap di hotel mewah bintang lima yang ada fasilitas kolam renangnya. Dan hampir tiap hari beliau berenang tanpa bercampur dengan wanita, bahkan juga tidak bercampur dengan orang lain.
Beliau berenang sehabis subuh, ketika para tamu hotel masih ngorok di kamar masing-masing. Beliau bisa berenang sepuasnya. Yang menarik beliau berang bukan cuma hanya main air macam kita ini, tetapi serius berenang dari ujung ke ujung tanpa putus hingga bisa sampai 7 kali bolak-balik.
Begitu hari mulai agak siang, ketika mulai muncul tamu hotel yang mau ikutan masuk kolam renang, beliau sudah menyelesaikan ritual berenang di pagi hari itu.
Trik lain yang juga sering digunakan adalah menyewa kolam renang khusus yang memisahkan laki-laki dan perempuan. Di beberapa tempat tertentu sudah banyak dibuka kolam renang khusus muslimah. Laki-laki dilarang masuk secara total. Maka pegawai dan petugas kolam itu pun juga sama-sama wanita muslimah juga.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA/Rumahfiqih