Dalam sidang Ahok yang dilakukan pada (20/4), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ahok dengan hukuman 1 tahun penjara dan masa percobaan 2 tahun. Tuntutan ini artinya, jika dalam dua tahun Ahok tidak terbukti mengulangi perbuatan serupa, maka ia dinyatakan bebas.
Tuntutan ini menuai kontroversi dan dinilai aneh oleh banyak tokoh, termasuk Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Namun, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono justru meminta masyarakat untuk legawa.
Lebih menohok, Wakil Sekretaris LPBH PBNU Djoko Edhi Abdurrahman mengajukan lima pertanyaan kunci kepada JPU terkait tuntutan yang aneh tersebut.
Djoko menilai JPU melanggar dua kata adil dalam Pancasila, yakni pada pada Sila Kedua dan Sila Kelima. Ketidakadilan ini, menurutnya harus dilawan.
Ini lima pertanyaan kunci yang ia ajukan seperti dirilis Republika, Senin (24/4/2017):
1. Sejak kapan dakwaan primer boleh diganti dakwaan subsider, yang bukti-buktinya terbukti di persidangan?
2. Sejak kapan tuntutan boleh membuang yurisprudensi hukum di mana tak seorang pun terpidana blasphemi (kasus Blasphemy/penghujatan) yang tidak masuk penjara?
3. Sejak kapan tuntutan hukum boleh tak mengambil bukti materil buku blasphemi Ahok, kampanye gubernur Babel Ahok?
4. Sejak kapan tuntutan hukum diperboleh hukum tak mengambil bukti bahwa terdakwa mengulangi perbuatannya di Al Jazeera, Wifi berpasword 'kafir'?
5. Sejak kapan JPU boleh melanggar kode etik profesi?
Bagaimana jawaban JPU dan polisi? Kita tunggu saja.
Tuntutan ini menuai kontroversi dan dinilai aneh oleh banyak tokoh, termasuk Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Namun, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono justru meminta masyarakat untuk legawa.
Lebih menohok, Wakil Sekretaris LPBH PBNU Djoko Edhi Abdurrahman mengajukan lima pertanyaan kunci kepada JPU terkait tuntutan yang aneh tersebut.
Djoko menilai JPU melanggar dua kata adil dalam Pancasila, yakni pada pada Sila Kedua dan Sila Kelima. Ketidakadilan ini, menurutnya harus dilawan.
Ini lima pertanyaan kunci yang ia ajukan seperti dirilis Republika, Senin (24/4/2017):
1. Sejak kapan dakwaan primer boleh diganti dakwaan subsider, yang bukti-buktinya terbukti di persidangan?
2. Sejak kapan tuntutan boleh membuang yurisprudensi hukum di mana tak seorang pun terpidana blasphemi (kasus Blasphemy/penghujatan) yang tidak masuk penjara?
3. Sejak kapan tuntutan hukum boleh tak mengambil bukti materil buku blasphemi Ahok, kampanye gubernur Babel Ahok?
4. Sejak kapan tuntutan hukum diperboleh hukum tak mengambil bukti bahwa terdakwa mengulangi perbuatannya di Al Jazeera, Wifi berpasword 'kafir'?
5. Sejak kapan JPU boleh melanggar kode etik profesi?
Bagaimana jawaban JPU dan polisi? Kita tunggu saja.