Seluruh umat manusia, Baik Muslim maupun Non Muslim adalah ciptaan Allah yang sama-sama dan akan meninggalkan kehidupan dunia yang fana ini. Ustadz Arifin Ilham menjelaskan, hamba beriman adalah orang yang mempersiapkan kehidupan setelah di dunia, yaitu kehidupan akhirat.
“Dunia ini bukan tempat kita, kita ini calon bangkai semua,” kata Ustadz Arifin.
Oleh sebab itu, menurut Ustadz Arifin, tiada guna mengejar mati-matian kehidupan yang fana dan membuang persiapan akhiratnya. Karena orang yang mulia di sisi Allah, adalah orang yang akhlaqnya baik kepada Allah dan makhlukNya, bukan orang yang kaya akan dunia.
Dalam mempersiapkan kehidupan akhirat, patut kiranya untuk memperhatikan kehidupan orang beriman yang setiap urusannya baik.
Orang beriman, menurutnya, memiliki karakter unik dan jarang dimiliki oleh manusia kebanyakan. Di antara karakternya adalah jika ditimpa musibah ia bersabar, dan saat mendapat nikmat ia bersyukur.
“Jika dikasih nikmat, ia bersyukur, karenanya Allah tambah lagi nikmatnya,” ucap Ustadz Arifin.
Ustadz Arifin menuturkan, hamba kaya atau miskin, sehat atau sakit tetap dalam sholatnya mengucap “Alhamdulillah Rabbil ‘Alamiin” Segala puji bagi Rabb semesta alam. Hal ini menunjukkan bahwa semua hamba Allah bersyukur baik serius atau hanya sekedar formalitas.
Di sisi lain, Ustadz Arifin menjelaskan bahwa orang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah dengan melaksanakan segala bentuk perintahNya dan menjauhi segala hal yang dilarangNya.
Namun, layaknya manusia normal, orang bertaqwa juga punya keinginan untuk bermaksiat. Namun, keimanan selalu mendominasi hawa nafsunya, dan begitu pula sebaliknya.
“Orang bertaqwa bukan tidak ada keinginan untuk bermaksiat, tapi selalu kalah karena rasa takut kepada Allah, dan orang maksiat itu bukan karena tidak punya iman, tapi karena nafsunya lebih kuat dari imannya,”
Menurutnya, orang mengerjakan maksiat adalah karena kelalaian untuk mempersiapkan kehidupan akhirat dan selalu berpikir bagaimana cara mendapat kesenangan sekarang.
Ustadz Arifin juga berpesan, agar tidak terlena dengan kehidupan dunia yang sementara dan mengejarnya dengan berbagai cara termasuk maksiat kepada Allah, karena hal itu semakin menjauhkan diri kepada Allah.
“Dunia ini bukan tempat kita, kita ini calon bangkai semua,” kata Ustadz Arifin.
Oleh sebab itu, menurut Ustadz Arifin, tiada guna mengejar mati-matian kehidupan yang fana dan membuang persiapan akhiratnya. Karena orang yang mulia di sisi Allah, adalah orang yang akhlaqnya baik kepada Allah dan makhlukNya, bukan orang yang kaya akan dunia.
Dalam mempersiapkan kehidupan akhirat, patut kiranya untuk memperhatikan kehidupan orang beriman yang setiap urusannya baik.
Orang beriman, menurutnya, memiliki karakter unik dan jarang dimiliki oleh manusia kebanyakan. Di antara karakternya adalah jika ditimpa musibah ia bersabar, dan saat mendapat nikmat ia bersyukur.
“Jika dikasih nikmat, ia bersyukur, karenanya Allah tambah lagi nikmatnya,” ucap Ustadz Arifin.
Ustadz Arifin menuturkan, hamba kaya atau miskin, sehat atau sakit tetap dalam sholatnya mengucap “Alhamdulillah Rabbil ‘Alamiin” Segala puji bagi Rabb semesta alam. Hal ini menunjukkan bahwa semua hamba Allah bersyukur baik serius atau hanya sekedar formalitas.
Di sisi lain, Ustadz Arifin menjelaskan bahwa orang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah dengan melaksanakan segala bentuk perintahNya dan menjauhi segala hal yang dilarangNya.
Namun, layaknya manusia normal, orang bertaqwa juga punya keinginan untuk bermaksiat. Namun, keimanan selalu mendominasi hawa nafsunya, dan begitu pula sebaliknya.
“Orang bertaqwa bukan tidak ada keinginan untuk bermaksiat, tapi selalu kalah karena rasa takut kepada Allah, dan orang maksiat itu bukan karena tidak punya iman, tapi karena nafsunya lebih kuat dari imannya,”
Menurutnya, orang mengerjakan maksiat adalah karena kelalaian untuk mempersiapkan kehidupan akhirat dan selalu berpikir bagaimana cara mendapat kesenangan sekarang.
Ustadz Arifin juga berpesan, agar tidak terlena dengan kehidupan dunia yang sementara dan mengejarnya dengan berbagai cara termasuk maksiat kepada Allah, karena hal itu semakin menjauhkan diri kepada Allah.