Kepada Bapak Presiden yang kami hormati..
Assalamu'alaikum Bapak..
Perkenalkan, saya Iva. Seorang Ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak balita. Sekali lagi Pak, saya hanya seorang Ibu rumah Tangga biasa. Namun pesan saya ini tidaklah biasa, Pak.
Banjir informasi membuat kita bertubi-tubi mendapatkan berita apa saja, yang benar dan yang hoax semakin sulit membedakannya, sebab yang biasa memberitakan yang benar kini lebih suka memuat yang hoax asal ada yang pesan dan tentu ada uangnya.
Saya sendiri sebenarnya termasuk orang yang tidak begitu saja mudah percaya dengan berita berita yang hilir mudik membanjiri beranda facebook saya tiap hari. Hingga datang bertubi berita-berita yang mengiris hati: berkeliarannya pedofil, hingga yang terkini maraknya penculikan anak untuk diambil organnya. Awalnya saya hampir tak percaya, hingga kejadian ini benar-benar nyata terjadi di dekat saya.
Bapak Presiden yang Menjadi pelindung rakyatnya,
Sebagai seorang yang pernah menghabiskan masa kecil di desa, tentu Bapak tahu benar betapa menyenangkannya menghabiskan masa kecil di desa. Sebagaimana saya dulu, Pak. Ibu saya tidak khawatir melepas saya bermain bersama teman-teman saya sepulang sekolah. Pergi ke kebun, memanjat dan memetik jambu monyet dan buah mundu. Kami belum akan turun sebelum gigi kami kuning sempurna. Puas makan buah di kebun, kami berlarian ke sungai, berenang dan menangkap ikan. Puas berenang di sungai, kami berbaris menyusuri pematang sawah dan berhenti untuk duduk-duduk di gubug. Hingga jelang Ashar yang membuat kami berkejaran pulang untuk bersiap pergi mengaji di mushola. Ibu saya hanya akan khawatir jika petang saya belum kembali ke rumah. Pernah suatu malam saya dikira hilang dan dicari banyak orang, padahal saya tengah asyik nonton serial vampir bersama teman-teman di tempat tetangga depan rumah persis, sambil lampu dimatikan.
Ah...seru dan indah betul.
Namun sayang, Pak.. Pengalaman indah masa kecil ini, tidak bisa saya berikan untuk anak saya. Mahal betul rasanya.
Bukan karena TV yang membuat anak betah nongkrong seharian di rumah menikmati kartun dan acara-acara tidak ramah anak yang sangat tidak bisa dijadikan tuntunan. Sebab kami memutuskan untuk tidak memiliki TV di rumah.
Juga bukan karena gadget yang membuat anak-anak memilih untuk betah menunduk ngegame seharian dan lupa bermain keluar. Sebab kami tidak mengenalkannya pada anak-anak dan mengatur setting lock pada gadget-gadget kami.
"Cobaan" TV dan gadget mungkin masih bisa kami kendalikan, Pak. Tapi TIDAK untuk cobaan yang akhir-akhir ini begitu meresahkan.
Penculikan anak yang kemudian diambil organnya.
Pak,
berita akan kejadian ini sudah dimana-mana. Di kota, maupun di desa. Di Jawa, maupun di Sumatera dan lainnya. Apakah semua itu hanya hoax belaka? Sungguh tidak, Pak. Kejadian ini benar-benar terjadi di dekat saya. Seorang anak 9 tahun yang diculik sepulang sekolah yang Allah masih sayang padanya, hingga ia bisa lari minta pertolongan setelah ia berhasil menendang organ vital si penculik yang membuat si penculik kesakitan.
Satu kata Pak: mengerikan.
Belum lama juga beredar video cctv seorang anak balita yang hampir saja diculik di dalam masjid saat orang tuanya khusyu' sholat. Ya Allah.. setiap hari si sulung selalu minta ikut ayahnya ke masjid saat waktu sholat tiba. Namun setelah beredar berita ini, dan juga kondisi keamanan yang kian rawan, membuat kami menahan anak kami untuk tetap berada di dalam rumah saja. Tak terbayang, bagaimana sulitnya para orang tua sekarang melepas sang anak pergi ke sekolah.
Kejadian penculikan yang terjadi di tempat yang puluhan kilometer jauhnya dari pusat kota ini, membuat kami menahan anak kami untuk tidak dibawa Eyangnya ke rumah eyang, sebab tempat kejadian penculikan tidak jauh dari rumah eyangnya anak-anak. Kami benar-benar khawatir, sebab desa pun kini tak lagi aman untuk membuat anak-anak bebas bermain di luar rumah, bahkan sekedar halaman rumah.
Pak,
Bukankah sebagai warga negara kami berhak atas keamanan? Terlebih anak-anak kami yang begitu membutuhkan aktivitas luar rumah untuk melatih motorik dan menambah pengalaman realitasnya.
Namun,
Seakan upaya perlindungan ini bergerak begiitu lambat. Tidak ada status darurat, apalagi siaga krisis keamanan anak. Tidak ada patroli keliling yang menjangkau rata tempat kami, juga belum ada gerakan masyarakat yang massive dihimbau dari atas untuk kembali digalakkan menjaga lingkungan tempat tinggal masing-masing siang malam. Sementara, orang-orang jahat masih begitu leluasanya bergerak mencari mangsa anak-anak kecil untuk diculik dan diambil organnya. Sungguh, ini tak ubahnya bencana. Namun kapankah Bapak secara khusus bersuara tentang krisis keamanan ini?
Kami harapkan segera..
Baca Juga:
Jogja, 21 Maret 2017
(Iva Wulandari)
Assalamu'alaikum Bapak..
Perkenalkan, saya Iva. Seorang Ibu rumah tangga yang mempunyai 2 orang anak balita. Sekali lagi Pak, saya hanya seorang Ibu rumah Tangga biasa. Namun pesan saya ini tidaklah biasa, Pak.
Banjir informasi membuat kita bertubi-tubi mendapatkan berita apa saja, yang benar dan yang hoax semakin sulit membedakannya, sebab yang biasa memberitakan yang benar kini lebih suka memuat yang hoax asal ada yang pesan dan tentu ada uangnya.
Saya sendiri sebenarnya termasuk orang yang tidak begitu saja mudah percaya dengan berita berita yang hilir mudik membanjiri beranda facebook saya tiap hari. Hingga datang bertubi berita-berita yang mengiris hati: berkeliarannya pedofil, hingga yang terkini maraknya penculikan anak untuk diambil organnya. Awalnya saya hampir tak percaya, hingga kejadian ini benar-benar nyata terjadi di dekat saya.
Bapak Presiden yang Menjadi pelindung rakyatnya,
Sebagai seorang yang pernah menghabiskan masa kecil di desa, tentu Bapak tahu benar betapa menyenangkannya menghabiskan masa kecil di desa. Sebagaimana saya dulu, Pak. Ibu saya tidak khawatir melepas saya bermain bersama teman-teman saya sepulang sekolah. Pergi ke kebun, memanjat dan memetik jambu monyet dan buah mundu. Kami belum akan turun sebelum gigi kami kuning sempurna. Puas makan buah di kebun, kami berlarian ke sungai, berenang dan menangkap ikan. Puas berenang di sungai, kami berbaris menyusuri pematang sawah dan berhenti untuk duduk-duduk di gubug. Hingga jelang Ashar yang membuat kami berkejaran pulang untuk bersiap pergi mengaji di mushola. Ibu saya hanya akan khawatir jika petang saya belum kembali ke rumah. Pernah suatu malam saya dikira hilang dan dicari banyak orang, padahal saya tengah asyik nonton serial vampir bersama teman-teman di tempat tetangga depan rumah persis, sambil lampu dimatikan.
Ah...seru dan indah betul.
Namun sayang, Pak.. Pengalaman indah masa kecil ini, tidak bisa saya berikan untuk anak saya. Mahal betul rasanya.
Bukan karena TV yang membuat anak betah nongkrong seharian di rumah menikmati kartun dan acara-acara tidak ramah anak yang sangat tidak bisa dijadikan tuntunan. Sebab kami memutuskan untuk tidak memiliki TV di rumah.
Juga bukan karena gadget yang membuat anak-anak memilih untuk betah menunduk ngegame seharian dan lupa bermain keluar. Sebab kami tidak mengenalkannya pada anak-anak dan mengatur setting lock pada gadget-gadget kami.
"Cobaan" TV dan gadget mungkin masih bisa kami kendalikan, Pak. Tapi TIDAK untuk cobaan yang akhir-akhir ini begitu meresahkan.
Penculikan anak yang kemudian diambil organnya.
Pak,
berita akan kejadian ini sudah dimana-mana. Di kota, maupun di desa. Di Jawa, maupun di Sumatera dan lainnya. Apakah semua itu hanya hoax belaka? Sungguh tidak, Pak. Kejadian ini benar-benar terjadi di dekat saya. Seorang anak 9 tahun yang diculik sepulang sekolah yang Allah masih sayang padanya, hingga ia bisa lari minta pertolongan setelah ia berhasil menendang organ vital si penculik yang membuat si penculik kesakitan.
Satu kata Pak: mengerikan.
Belum lama juga beredar video cctv seorang anak balita yang hampir saja diculik di dalam masjid saat orang tuanya khusyu' sholat. Ya Allah.. setiap hari si sulung selalu minta ikut ayahnya ke masjid saat waktu sholat tiba. Namun setelah beredar berita ini, dan juga kondisi keamanan yang kian rawan, membuat kami menahan anak kami untuk tetap berada di dalam rumah saja. Tak terbayang, bagaimana sulitnya para orang tua sekarang melepas sang anak pergi ke sekolah.
Kejadian penculikan yang terjadi di tempat yang puluhan kilometer jauhnya dari pusat kota ini, membuat kami menahan anak kami untuk tidak dibawa Eyangnya ke rumah eyang, sebab tempat kejadian penculikan tidak jauh dari rumah eyangnya anak-anak. Kami benar-benar khawatir, sebab desa pun kini tak lagi aman untuk membuat anak-anak bebas bermain di luar rumah, bahkan sekedar halaman rumah.
Pak,
Bukankah sebagai warga negara kami berhak atas keamanan? Terlebih anak-anak kami yang begitu membutuhkan aktivitas luar rumah untuk melatih motorik dan menambah pengalaman realitasnya.
Namun,
Seakan upaya perlindungan ini bergerak begiitu lambat. Tidak ada status darurat, apalagi siaga krisis keamanan anak. Tidak ada patroli keliling yang menjangkau rata tempat kami, juga belum ada gerakan masyarakat yang massive dihimbau dari atas untuk kembali digalakkan menjaga lingkungan tempat tinggal masing-masing siang malam. Sementara, orang-orang jahat masih begitu leluasanya bergerak mencari mangsa anak-anak kecil untuk diculik dan diambil organnya. Sungguh, ini tak ubahnya bencana. Namun kapankah Bapak secara khusus bersuara tentang krisis keamanan ini?
Kami harapkan segera..
Baca Juga:
- Doa Memohon Perlindungan Dan Keselamatan Dari Penculikan Bagi Anak-anak Dari Bahaya Penculikan
- Video: Aksi Penculikan Seorang Anak Di Masjid Digagalkan Ibu Rumah Tangga
- Penculikan Anak Semakin Marak, Organ Tubuh Seperti Jantung Dijual 1.5 Milyar
Jogja, 21 Maret 2017
(Iva Wulandari)