"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan (maghfirah) dari Tuhanmu..." (QS. 3: 133)
Dalam perintah mendapatkan maghfirah ini, sedikitpun Allah tak mempunyai pamrih dan kepentingan. Allah tak meraih keuntungan bila orang-orang durhaka beristighfar atas dosa-dosanya dan Allah pun tak merugi sekiranya mereka enggan beristighfar dan malah menabung dosa tanpa henti. Kalau terpaksa menggunakan istilah pamrih, maka pamrih Allah dalam perintah meraih maghfirah hanyalah rasa kasihan kepada mereka yang bergelimang dosa. Kasihan benar jika mereka harus Allah siksa gara-gara terlambat bertaubat atas dosa-dosanya.
Bahkan saat mereka masih di dunia pun telah merasakan ketersiksaan dan tak pernah bahagia. Hidupnya diliputi resah dan gelisah. Kenapa? Mereka salah meletakkan diri. Mestinya mereka sadar bahwa kebahagiaan itu hanya terdapat pada sumbernya. Sumber dari segala sumber bahagia ada pada Allah swt. Jika jauh dari Allah, maka tak bahagia. Bila dekat dengan Allah, maka bahagialah hidupnya. Dosa-dosa yang mereka lakukan selama ini membuatnya jauh dari Allah. Makanya mereka seringkali resah dan gelisah di tengah gelimang hartanya yang melimpah.
Pada umumnya orang mengira bahwa bertumpuknya harta adalah syarat bisa hidup bahagia. Hal itu tidak benar seluruhnya. Sebab harta menurut pandangan Islam hanyalah perantara untuk bisa bahagia. Bukan kebahagiaan itu sendiri. Sumber bahagia tetap hak mutlak Allah. Harta insya Allah akan membahagiakan manakala cara mencari dan membelanjakannya di jalur kehalalan.
Pada dasarnya manusialah yang membutuhkan maghfirah dari Allah. manusia yang melakukan perbuatan dosa diibaratkan sebagai orang yang mempunyai hutang. Orang yang berhutang, selama jiwanya masih normal, akan selalu merasakan ada beban di hati selama belum melunasinya.
Orang yang berdosa pun bisa diibaratkan terkena kuman penyakit ruhani sebagaimana jasmani seringkali terkena kuman. Hanya bedanya, jasmani memiliki syaraf yang lebih sederhana dibandingkan syaraf ruhani. Bila kondisi tubuh menurun, orang mudah terserang virus influenza. Pana dingin, demam terasa dengan segera. Lain halnya jika kondisi ruhani menurun, maka orang mudah terserang virus hasud, syirik, dan takabbur. Tetapi penyakit-penyakit itu tidak langsung terasa dalam diri, masih harus menunggu proses berikutnya, dan biasanya agak lamban.
Bagaimanapun seorang koruptor tak akan pernah merasakan ketenangan hidup. Ia akan dihantui kecemasan yang berlarut-larut sepanjang umur, cemas karena khawatir tindakan kejahatan dan pengkhianatannya ketahuan orang lain. Memang berlimpah harta, banyak orang iri melihatnya, tersihir dengan penampilannya karena menyangka sang pejabat yang kaya raya itu hidup tenang bahagia. Padahal sebenarnya dalam hati nuraninya sang pejabat ingin bebas dari belenggu dosa pengkhianatan kepada bangsanya. Ia tahu persis bahwa dirinya menjadi orang besar karena dipercaya rakyat. Tapi jabatan iti ia salahgunakan sehingga rakyat ia rugikan sekian triliun rupiah.
Tapi bagaimana caranya bisa bebas dari dosa besar itu? Bukankah salah satu caranya ialah sekian juta rakyat harus menyatakan berkenan memberikan kata maaf kepadanya? Hal itu jelas tidak mungkin. Hanya memang seringkali ia melupakan dosa-dosanya di saat ia bergelimang kemewahan dan hawa nafsu.
Kesalahan yang dilakukan manusia dan membuat manusia tersebut tidak tenteram dalam hidupnya terbagi menjadi dua macam. Pertama kesalahan kepada Allah, dan kedua kesalahan kepada manusia. Di saat manusia beristighfar atas kesalahannya kepada Allah, asal dengan kesungguhan, maka dengan cepat Allah mengampuninya. Kesalahan kepada manusia, sekalipun sudah bersungguh-sungguh meminta maaf, belum tentu kesalahan itu akan diampuni Allah. Sebab terkadang manusia masih keberatan untuk memaafkan, karena luka hatinya masih menganga bagai disayat sembilu. Allah akan siap mengampuni kesalahannya jika orang yang dilukai hatinya memaafkannya. Maka dalam menghadapi orang yang tidak berkenan memaafkan, jalan keluarnya di antaranya, memperbanyak sedekah dan amal shalih. Di hari makhsyar nanti kesalahan kepada orang lain terhitung sebagai hutang yang harus dibayar. Nah... pahala sedekah dan amal shalih bisa membantu melunasi hutang itu.
Arti penghapusan dosa
Rasulullah bersabda, "Bertaqwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Ikuti segera perbuatan dosamu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baikmu akan menghapus perbuatan dosamu. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang mulia."
Menghapus di sini bukan diartikan menghilangkan tanpa bekas. Catatan dosa tak akan dihapus oleh malaikat pencatat amal. Raqib dan Atid memerlukan catatan amal sebagai bahan laporan sejarah perjalanan hisup setiap manusia kepada Allah. catatan amal itu juga dibutuhkan di saat mizan (penimbangan amal) dilaksanakan oleh Allah. Catatan dosa masih tetap utuh. Sementara prestasi istighfar manusia diwujudkan dalam bentuk catatan amal shalih. Bila bobot taubatnya melebihi kadar dosanya, maka sang pendosa dihapus dosanya (mendapat maghfirah). Malah ia menerima saldo pahala, setelah pemasukan pahala taubat dikurangi pengeluaran dosa kejahatan.
Abu Junaid al-Khuza'i berkata, "Seorang wanita dari suku Juhainah telah hamil karena zina. Ia datang kepada Nabi dan berkata, 'Ya Rasulullah, saya telah terkena hukum had, maka laksanakanlah kepadaku.' Nabi memanggil wali wanita itu dan bersabda, 'Peliharalah ia baik-baik, dan bila ia telah melahirkan anak, bawalah ia kemari.' Wali wanita itu melaksanakan perintah Nabi. Setelah melahirkan, wanita itu dihukum rajam. Sesudah ia mati, Rasulullah ikut menshalatinya. Maka Umar berkata, ' Ya Rasulullah, kau menyalatkan wanita itu, padahal ia telah berzina.' Rasulullah menjawab, 'Ia telah bertaubat dengan taubat yang andaikan pahala taubatnya dibagi pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari pada orang yang telah menyerahkan dirinya kepada hukum Allah?'" (Hadits riwayat Muslim)
Selama menunggu kelahiran anak hasil zina, wanita itu bertaubat dengan taubatan nasuha. Ia benar-benar menyesali dosanya. Ia pun berjanji dalam taubatnya untuk tidak akan mengulangi perbuatan terkutuk tersebut. Kualitas taubatnya luar biasa, sehingga nilainya tujuh puluh kali lipat kadar taubat yang diperlukan untuk menghapuskan dosa zinanya.
Makna maghfirah
Imam al-Ghazali pernah dengan ringkas menerangkan makna al-Ghaffar. Al-Ghaffar bukan sekedar berarti Maha Mengampuni dosa, karena makna aslinya adalah Maha Menutupi. Allah dengan nama-Nya itu menutupi hal-hal yang buruk dalam diri manusia dengan sesuatu sehingga manusia nampak indah. Di antaranya:
Wajah manusia aslinya jelek. Allah menutupinya dengan kulit wajah yang halus sehingga nampak indah. Bila tidak, maka wajah manusia sungguh menakutkan dan mengerikan. Manusia bagai hantu karena bukan wajah indah yang nampak, tapi tengkorak hidup.
Isi perut manusia bermacam-macam. Di antaranya adalah kotoran. Andaikan Allah tidak memiliki asma al-Ghaffar, maka rupa perut manusia sangat menjijikkan. Bagai WC berjalan.
Dalam batin manusia terdapat keburukan-keburukan. Allah menciptakan hati. Dengan demikian keburukan-keburukannya bisa tidak nampak keluar. Sebab bila orang lain mengetahui keburukan batin kita, kacaulah dunia ini. Seseorang yang curiga dan buruk sangka kepada saudaranya tetap bisa berhubungan mesra. Sebab keburukan batin berupa buruk sangka ditutupi oleh Allah dalam hatinya. Sehingga hanya Allah dan dirinya sajalah yang mengetahuinya. Pertengkaran dan permusuhan bisa dihindarkan antara manusia yang satu dengan lainnya. Untuk selanjutnya yang bersangkutan berusaha menata hatinya sesuai dengan tuntunan Allah.
Dalam diri manusia terdapat dosa. Dosa itu penyakit. Allah menyembuhkannya dengan cara menutupinya, asal manusia mau bertaubat. Mereka ini orang-orang baik yang disukai oleh Allah. Dalam hal ini orang yang baik itu bukan mereka yang tak pernah melakukan perbuatan dosa. Orang yang baik ialah orang yang di kala melakukan dosa, ia menyadari kesalahannya. Berikutnya ia bertaubat kepada Allah.
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (QS. 3: 135-136)
Dalam perintah mendapatkan maghfirah ini, sedikitpun Allah tak mempunyai pamrih dan kepentingan. Allah tak meraih keuntungan bila orang-orang durhaka beristighfar atas dosa-dosanya dan Allah pun tak merugi sekiranya mereka enggan beristighfar dan malah menabung dosa tanpa henti. Kalau terpaksa menggunakan istilah pamrih, maka pamrih Allah dalam perintah meraih maghfirah hanyalah rasa kasihan kepada mereka yang bergelimang dosa. Kasihan benar jika mereka harus Allah siksa gara-gara terlambat bertaubat atas dosa-dosanya.
Bahkan saat mereka masih di dunia pun telah merasakan ketersiksaan dan tak pernah bahagia. Hidupnya diliputi resah dan gelisah. Kenapa? Mereka salah meletakkan diri. Mestinya mereka sadar bahwa kebahagiaan itu hanya terdapat pada sumbernya. Sumber dari segala sumber bahagia ada pada Allah swt. Jika jauh dari Allah, maka tak bahagia. Bila dekat dengan Allah, maka bahagialah hidupnya. Dosa-dosa yang mereka lakukan selama ini membuatnya jauh dari Allah. Makanya mereka seringkali resah dan gelisah di tengah gelimang hartanya yang melimpah.
Pada umumnya orang mengira bahwa bertumpuknya harta adalah syarat bisa hidup bahagia. Hal itu tidak benar seluruhnya. Sebab harta menurut pandangan Islam hanyalah perantara untuk bisa bahagia. Bukan kebahagiaan itu sendiri. Sumber bahagia tetap hak mutlak Allah. Harta insya Allah akan membahagiakan manakala cara mencari dan membelanjakannya di jalur kehalalan.
Pada dasarnya manusialah yang membutuhkan maghfirah dari Allah. manusia yang melakukan perbuatan dosa diibaratkan sebagai orang yang mempunyai hutang. Orang yang berhutang, selama jiwanya masih normal, akan selalu merasakan ada beban di hati selama belum melunasinya.
Orang yang berdosa pun bisa diibaratkan terkena kuman penyakit ruhani sebagaimana jasmani seringkali terkena kuman. Hanya bedanya, jasmani memiliki syaraf yang lebih sederhana dibandingkan syaraf ruhani. Bila kondisi tubuh menurun, orang mudah terserang virus influenza. Pana dingin, demam terasa dengan segera. Lain halnya jika kondisi ruhani menurun, maka orang mudah terserang virus hasud, syirik, dan takabbur. Tetapi penyakit-penyakit itu tidak langsung terasa dalam diri, masih harus menunggu proses berikutnya, dan biasanya agak lamban.
Bagaimanapun seorang koruptor tak akan pernah merasakan ketenangan hidup. Ia akan dihantui kecemasan yang berlarut-larut sepanjang umur, cemas karena khawatir tindakan kejahatan dan pengkhianatannya ketahuan orang lain. Memang berlimpah harta, banyak orang iri melihatnya, tersihir dengan penampilannya karena menyangka sang pejabat yang kaya raya itu hidup tenang bahagia. Padahal sebenarnya dalam hati nuraninya sang pejabat ingin bebas dari belenggu dosa pengkhianatan kepada bangsanya. Ia tahu persis bahwa dirinya menjadi orang besar karena dipercaya rakyat. Tapi jabatan iti ia salahgunakan sehingga rakyat ia rugikan sekian triliun rupiah.
Tapi bagaimana caranya bisa bebas dari dosa besar itu? Bukankah salah satu caranya ialah sekian juta rakyat harus menyatakan berkenan memberikan kata maaf kepadanya? Hal itu jelas tidak mungkin. Hanya memang seringkali ia melupakan dosa-dosanya di saat ia bergelimang kemewahan dan hawa nafsu.
Kesalahan yang dilakukan manusia dan membuat manusia tersebut tidak tenteram dalam hidupnya terbagi menjadi dua macam. Pertama kesalahan kepada Allah, dan kedua kesalahan kepada manusia. Di saat manusia beristighfar atas kesalahannya kepada Allah, asal dengan kesungguhan, maka dengan cepat Allah mengampuninya. Kesalahan kepada manusia, sekalipun sudah bersungguh-sungguh meminta maaf, belum tentu kesalahan itu akan diampuni Allah. Sebab terkadang manusia masih keberatan untuk memaafkan, karena luka hatinya masih menganga bagai disayat sembilu. Allah akan siap mengampuni kesalahannya jika orang yang dilukai hatinya memaafkannya. Maka dalam menghadapi orang yang tidak berkenan memaafkan, jalan keluarnya di antaranya, memperbanyak sedekah dan amal shalih. Di hari makhsyar nanti kesalahan kepada orang lain terhitung sebagai hutang yang harus dibayar. Nah... pahala sedekah dan amal shalih bisa membantu melunasi hutang itu.
Arti penghapusan dosa
Rasulullah bersabda, "Bertaqwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Ikuti segera perbuatan dosamu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baikmu akan menghapus perbuatan dosamu. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang mulia."
Menghapus di sini bukan diartikan menghilangkan tanpa bekas. Catatan dosa tak akan dihapus oleh malaikat pencatat amal. Raqib dan Atid memerlukan catatan amal sebagai bahan laporan sejarah perjalanan hisup setiap manusia kepada Allah. catatan amal itu juga dibutuhkan di saat mizan (penimbangan amal) dilaksanakan oleh Allah. Catatan dosa masih tetap utuh. Sementara prestasi istighfar manusia diwujudkan dalam bentuk catatan amal shalih. Bila bobot taubatnya melebihi kadar dosanya, maka sang pendosa dihapus dosanya (mendapat maghfirah). Malah ia menerima saldo pahala, setelah pemasukan pahala taubat dikurangi pengeluaran dosa kejahatan.
Abu Junaid al-Khuza'i berkata, "Seorang wanita dari suku Juhainah telah hamil karena zina. Ia datang kepada Nabi dan berkata, 'Ya Rasulullah, saya telah terkena hukum had, maka laksanakanlah kepadaku.' Nabi memanggil wali wanita itu dan bersabda, 'Peliharalah ia baik-baik, dan bila ia telah melahirkan anak, bawalah ia kemari.' Wali wanita itu melaksanakan perintah Nabi. Setelah melahirkan, wanita itu dihukum rajam. Sesudah ia mati, Rasulullah ikut menshalatinya. Maka Umar berkata, ' Ya Rasulullah, kau menyalatkan wanita itu, padahal ia telah berzina.' Rasulullah menjawab, 'Ia telah bertaubat dengan taubat yang andaikan pahala taubatnya dibagi pada tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya masih cukup. Apakah ada orang yang lebih utama dari pada orang yang telah menyerahkan dirinya kepada hukum Allah?'" (Hadits riwayat Muslim)
Selama menunggu kelahiran anak hasil zina, wanita itu bertaubat dengan taubatan nasuha. Ia benar-benar menyesali dosanya. Ia pun berjanji dalam taubatnya untuk tidak akan mengulangi perbuatan terkutuk tersebut. Kualitas taubatnya luar biasa, sehingga nilainya tujuh puluh kali lipat kadar taubat yang diperlukan untuk menghapuskan dosa zinanya.
Makna maghfirah
Imam al-Ghazali pernah dengan ringkas menerangkan makna al-Ghaffar. Al-Ghaffar bukan sekedar berarti Maha Mengampuni dosa, karena makna aslinya adalah Maha Menutupi. Allah dengan nama-Nya itu menutupi hal-hal yang buruk dalam diri manusia dengan sesuatu sehingga manusia nampak indah. Di antaranya:
Wajah manusia aslinya jelek. Allah menutupinya dengan kulit wajah yang halus sehingga nampak indah. Bila tidak, maka wajah manusia sungguh menakutkan dan mengerikan. Manusia bagai hantu karena bukan wajah indah yang nampak, tapi tengkorak hidup.
Isi perut manusia bermacam-macam. Di antaranya adalah kotoran. Andaikan Allah tidak memiliki asma al-Ghaffar, maka rupa perut manusia sangat menjijikkan. Bagai WC berjalan.
Dalam batin manusia terdapat keburukan-keburukan. Allah menciptakan hati. Dengan demikian keburukan-keburukannya bisa tidak nampak keluar. Sebab bila orang lain mengetahui keburukan batin kita, kacaulah dunia ini. Seseorang yang curiga dan buruk sangka kepada saudaranya tetap bisa berhubungan mesra. Sebab keburukan batin berupa buruk sangka ditutupi oleh Allah dalam hatinya. Sehingga hanya Allah dan dirinya sajalah yang mengetahuinya. Pertengkaran dan permusuhan bisa dihindarkan antara manusia yang satu dengan lainnya. Untuk selanjutnya yang bersangkutan berusaha menata hatinya sesuai dengan tuntunan Allah.
Dalam diri manusia terdapat dosa. Dosa itu penyakit. Allah menyembuhkannya dengan cara menutupinya, asal manusia mau bertaubat. Mereka ini orang-orang baik yang disukai oleh Allah. Dalam hal ini orang yang baik itu bukan mereka yang tak pernah melakukan perbuatan dosa. Orang yang baik ialah orang yang di kala melakukan dosa, ia menyadari kesalahannya. Berikutnya ia bertaubat kepada Allah.
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (QS. 3: 135-136)