Yvonne Ridley (lahir 23 April 1958; umur 58 tahun) adalah seorang jurnalis Inggris dan aktivis terkenal Partai Penghormatan karena penangkapannya oleh Taliban dan berpindah agama ke Islam setelah dilepas Taliban, suaranya lantang menentang Zionisme.
Dulunya, Yvonne mempelajari Al-Quran dengan harapan akan menemukan satu perintah Tuhan yang memperlakukan wanita sebagai kaum kelas dua, yang dapat saja disakiti seenaknya oleh kaum laki – laki, dulunya ia juga menganggap bahwa jilbab adalah untuk menutupi berbagai memar bekas kekerasan dalam rumah tangga.
Namun, setelah mempelajari Al-Quran dengan sungguh-sungguh, mantan tawanan Taliban ini justru menemukan senarai ajaran luhur di dalam Al-Quran bahwa sesungguhnya, wanita itu diletakkan dalam derajat tertinggi dalam kehidupan rumah tangga, ujar Yvonne seraya menampakkan senyum.
Di sekitar wilayah bekas komplek bangunan Gereja Christian Priory yang kini telah berubah menjadi Mesjid Sultan Selim, seorang wartawan Sunday Express yang telah menginjak usia 48 tahun bernama Yvonne Ridley mengisahkan perjalanan rohaninya semenjak ia mengikrarkan diri menjadi Islam.
Pengalaman hidupnya tersebut ia kisahkan kepada peserta pertemuan silaturahmi musim gugur Keluarga Islam Indonesia Britania Raya (KIBAR) Gathering yang diselenggarakan di Masjid Sultan Selim berdekatan dengan markas kesebelasan Spurs atau yang lebih masyhur dengan nama Totenham Hotspur, selama dua hari.
Dalam pertemuan itu, Yvonne Ridley nampak menawan mengenakan abaya warna hitam dan celana panjang yang dipandu blus warna merah hati. Sebuah jilbab modern yang diikat tersemat melingkupi bagian kepalanya, ia terlihat begitu semangat menyampaikan segenap pengalamannya hingga seorang Muslimah.
Bersama dengan dua wanita muallaf lainnya, Bernadette dan Elizabeth, Yvonne Ridley mengungkap dirinya memutuskan memeluk Islam setelah sekian lama terpanggil jiwanya untuk lebih intim mempelajari Al-Qur’an.
Kesehariannya yang begitu sibuk dengan rentetan kegiatan sebagai aktivis perempuan yang tergabung dalam kelompok feminis sekaligus seorang jurnalis, Yvonne memperlajari Al-Quran dengan harapan akan menemukan satu perintah Tuhan yang memperlakukan wanita sebagai kaum kelas dua, yang dapat saja disakiti seenaknya oleh kaum laki – laki sehingga niqab atau jilbab dapat menutupi berbagai memar bekas kekerasan dalam rumah tangga.
Namun bertolak belakang dengan harapannya itu, dalam mempelajari Al-Quran, mantan tawanan Taliban ini justru menemukan senarai ajaran luhur dalam Al-Quran bahwa sesungguhnya, wanita itu diletakkan dalam derajat tertinggi dalam kehidupan rumah tangga, ujar Yvonne seraya menampakkan senyum.
"Ternyata Islam memanjakan wanita untuk tak perlu dipaksa bekerja agar dapat memdidik anak - anaknya, agar terhindar dari minum - minuman keras, pornografi dan hal - hal lain yang dapat menghambat pertumbuhan remaja seperti yang tengah dikhawatirkan pemerintah Inggris," ungkapnya.
Bahkan ditegaskan di dalam Islam, wanita merupakan tiang negara dan sesungguhnya syurga berada di bawah telapak kaki ibu, ujar Yvonne.
Selepas mengikrarkan diri menjadi Islam, Yvonne tidak hanya berusaha mendalami ajaran Islam lebih dalam seraya membiasakan diri mengerjakan senarai kewajibannya sebagai seorang Muslimah, di samping itu rupanya ia juga turut membujuk dan mempromosikan Islam kepada orang – orang terdekatnya, dan atas izin Allah beberapa orang terdekatnya pun sudah menyusulnya menjadi muallaf.
Satu pengalaman paling mengesankan bagi Yvonne adalah ketika ia berkesempatan melaksanakan rukun Islam kelima ke tanah Haram beberapa waktu silam, ketika ia terlambat datang ke Masjidil Haram. Mantan wartawan Al Jazeera ini akhirnya pun berlarian tergesa menuruni bukit dari penginapan. Beberapa ratus meter dari halaman masjid ia bersama puluhan ribu jamaah lainnya dicegat Askar untuk tidak melanjutkan perjalanannya ke Masjidil Haram, hingga kisruh pun terjadi. Keluh - kesah dalam beragam bahasa, memprotes keputusan Askar yang tak memperkenankan mereka menuju halaman utama Masjid, yang memang telah dipenuhi jutaan ummat manusia yang ingin menunaikan shalat wajib. Ia pun menjadi salah satu wanita yang getol melontarkan keluh – kesah itu.
Namun ketika suara takbir tanda dimulainya shalat Ashar telah berkumandang, secara serentak keributan itu pun lambat laun menghilang. Masing – masing dari jamaah yang semula kisruh memprotes keputusan Askar mendadak luluh dan hening membentangkan sajadahnya, mereka membentuk barisan baru. Semuanya pun larut mendengarkan bacaan sang Imam yang begitu syahdu melantunkan ayat - ayat Al-Quran.
Yvonne pun memetik ibrah berharga dari peristiwa itu, bahwa sesungguhnya Allah telah mengajarkan shalat berjamaah sebagai suatu simbol agar umat tak mudah terpecah - belah bila ia mengikuti pemimpinnya yang shaleh dan alim.
Sebagai jurnalis, Yvonne juga berkiprah melepaskan islamphobia yang membelenggu mayoritas dunia Barat melalui tulisan - tulisannya yang berani. Ia berhasil menuntut petisi agar Blair segera lengser tahun depan, dan memaksa hengkangnya pasukan Inggris dari tanah - tanah Muslim di Irak dan Afganistan.
Yvonne juga mengajak warga Indonesia bergabung bersama warga Inggris lainnya baik yang Muslim maupun Non Muslim untuk terus aktif menuntut dihentikannya peperangan di berbagai belahan dunia.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) London, Muslimin Anwar pada momen yang sama menilai Yvonne Ridley sebagai motor penggerak perlawanan terhadap propaganda media Barat yang cenderung bias terhadap Islam dan para penganutnya.
Menurut Muslimin Anwar yang tengah menyelesaikan Phd di Brunel University itu, kemampuan jurnalistik Yvonne selama menjadi wartawan Sunday Express, BBC, CNN dan Al Jazeera sangat mencerahkan umat Islam di Eropa, untuk selalu secara kritis menanggapi setiap berita yang diusung oleh media Barat.
Menurutnya, umat Islam maupun mereka yang anti perang serta yang ingin mencari pembandingan segala kebijakan kelompok 'neo-conservative' dengan kehadiran Yvonne Ridley dapat dijadikan referensi yang tingkat kesahihannya cukup tinggi.
Sementara itu, Hamiyah Panama yang bersuamikan seorang muallaf Belgia mengatakan Yvonne Ridley memperoleh hidayah justru dalam situasi yang sulit dan setelah memeluk Islam pun dia masih mendapat banyak tantangan dari keluarga dan kawan - kawannya. Maka suatu pelajaran bagi kita yang telah berislam sejak lahir, yang menganggap agama Islam adalah hal biasa, sedangkan orang - orang semacam Yvonne harus melalui banyak tantangan sebelum akhirnya cahaya Islam datang dan menerangi hati mereka.
"Harusnya kita patut cemburu karena mereka langsung melaksanakan kewajiban - kewajiban agama Islam secara serius, dan pengalaman mereka harus kita jadikan pelajaran bahwa memang Allah itu Maha Kuasa," demikian ujar Hamiyah Panama dalam pertemuan itu.
Dulunya, Yvonne mempelajari Al-Quran dengan harapan akan menemukan satu perintah Tuhan yang memperlakukan wanita sebagai kaum kelas dua, yang dapat saja disakiti seenaknya oleh kaum laki – laki, dulunya ia juga menganggap bahwa jilbab adalah untuk menutupi berbagai memar bekas kekerasan dalam rumah tangga.
Namun, setelah mempelajari Al-Quran dengan sungguh-sungguh, mantan tawanan Taliban ini justru menemukan senarai ajaran luhur di dalam Al-Quran bahwa sesungguhnya, wanita itu diletakkan dalam derajat tertinggi dalam kehidupan rumah tangga, ujar Yvonne seraya menampakkan senyum.
Di sekitar wilayah bekas komplek bangunan Gereja Christian Priory yang kini telah berubah menjadi Mesjid Sultan Selim, seorang wartawan Sunday Express yang telah menginjak usia 48 tahun bernama Yvonne Ridley mengisahkan perjalanan rohaninya semenjak ia mengikrarkan diri menjadi Islam.
Pengalaman hidupnya tersebut ia kisahkan kepada peserta pertemuan silaturahmi musim gugur Keluarga Islam Indonesia Britania Raya (KIBAR) Gathering yang diselenggarakan di Masjid Sultan Selim berdekatan dengan markas kesebelasan Spurs atau yang lebih masyhur dengan nama Totenham Hotspur, selama dua hari.
Dalam pertemuan itu, Yvonne Ridley nampak menawan mengenakan abaya warna hitam dan celana panjang yang dipandu blus warna merah hati. Sebuah jilbab modern yang diikat tersemat melingkupi bagian kepalanya, ia terlihat begitu semangat menyampaikan segenap pengalamannya hingga seorang Muslimah.
Bersama dengan dua wanita muallaf lainnya, Bernadette dan Elizabeth, Yvonne Ridley mengungkap dirinya memutuskan memeluk Islam setelah sekian lama terpanggil jiwanya untuk lebih intim mempelajari Al-Qur’an.
Kesehariannya yang begitu sibuk dengan rentetan kegiatan sebagai aktivis perempuan yang tergabung dalam kelompok feminis sekaligus seorang jurnalis, Yvonne memperlajari Al-Quran dengan harapan akan menemukan satu perintah Tuhan yang memperlakukan wanita sebagai kaum kelas dua, yang dapat saja disakiti seenaknya oleh kaum laki – laki sehingga niqab atau jilbab dapat menutupi berbagai memar bekas kekerasan dalam rumah tangga.
Namun bertolak belakang dengan harapannya itu, dalam mempelajari Al-Quran, mantan tawanan Taliban ini justru menemukan senarai ajaran luhur dalam Al-Quran bahwa sesungguhnya, wanita itu diletakkan dalam derajat tertinggi dalam kehidupan rumah tangga, ujar Yvonne seraya menampakkan senyum.
"Ternyata Islam memanjakan wanita untuk tak perlu dipaksa bekerja agar dapat memdidik anak - anaknya, agar terhindar dari minum - minuman keras, pornografi dan hal - hal lain yang dapat menghambat pertumbuhan remaja seperti yang tengah dikhawatirkan pemerintah Inggris," ungkapnya.
Bahkan ditegaskan di dalam Islam, wanita merupakan tiang negara dan sesungguhnya syurga berada di bawah telapak kaki ibu, ujar Yvonne.
Selepas mengikrarkan diri menjadi Islam, Yvonne tidak hanya berusaha mendalami ajaran Islam lebih dalam seraya membiasakan diri mengerjakan senarai kewajibannya sebagai seorang Muslimah, di samping itu rupanya ia juga turut membujuk dan mempromosikan Islam kepada orang – orang terdekatnya, dan atas izin Allah beberapa orang terdekatnya pun sudah menyusulnya menjadi muallaf.
Satu pengalaman paling mengesankan bagi Yvonne adalah ketika ia berkesempatan melaksanakan rukun Islam kelima ke tanah Haram beberapa waktu silam, ketika ia terlambat datang ke Masjidil Haram. Mantan wartawan Al Jazeera ini akhirnya pun berlarian tergesa menuruni bukit dari penginapan. Beberapa ratus meter dari halaman masjid ia bersama puluhan ribu jamaah lainnya dicegat Askar untuk tidak melanjutkan perjalanannya ke Masjidil Haram, hingga kisruh pun terjadi. Keluh - kesah dalam beragam bahasa, memprotes keputusan Askar yang tak memperkenankan mereka menuju halaman utama Masjid, yang memang telah dipenuhi jutaan ummat manusia yang ingin menunaikan shalat wajib. Ia pun menjadi salah satu wanita yang getol melontarkan keluh – kesah itu.
Namun ketika suara takbir tanda dimulainya shalat Ashar telah berkumandang, secara serentak keributan itu pun lambat laun menghilang. Masing – masing dari jamaah yang semula kisruh memprotes keputusan Askar mendadak luluh dan hening membentangkan sajadahnya, mereka membentuk barisan baru. Semuanya pun larut mendengarkan bacaan sang Imam yang begitu syahdu melantunkan ayat - ayat Al-Quran.
Yvonne pun memetik ibrah berharga dari peristiwa itu, bahwa sesungguhnya Allah telah mengajarkan shalat berjamaah sebagai suatu simbol agar umat tak mudah terpecah - belah bila ia mengikuti pemimpinnya yang shaleh dan alim.
Sebagai jurnalis, Yvonne juga berkiprah melepaskan islamphobia yang membelenggu mayoritas dunia Barat melalui tulisan - tulisannya yang berani. Ia berhasil menuntut petisi agar Blair segera lengser tahun depan, dan memaksa hengkangnya pasukan Inggris dari tanah - tanah Muslim di Irak dan Afganistan.
Yvonne juga mengajak warga Indonesia bergabung bersama warga Inggris lainnya baik yang Muslim maupun Non Muslim untuk terus aktif menuntut dihentikannya peperangan di berbagai belahan dunia.
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) London, Muslimin Anwar pada momen yang sama menilai Yvonne Ridley sebagai motor penggerak perlawanan terhadap propaganda media Barat yang cenderung bias terhadap Islam dan para penganutnya.
Menurut Muslimin Anwar yang tengah menyelesaikan Phd di Brunel University itu, kemampuan jurnalistik Yvonne selama menjadi wartawan Sunday Express, BBC, CNN dan Al Jazeera sangat mencerahkan umat Islam di Eropa, untuk selalu secara kritis menanggapi setiap berita yang diusung oleh media Barat.
Menurutnya, umat Islam maupun mereka yang anti perang serta yang ingin mencari pembandingan segala kebijakan kelompok 'neo-conservative' dengan kehadiran Yvonne Ridley dapat dijadikan referensi yang tingkat kesahihannya cukup tinggi.
Sementara itu, Hamiyah Panama yang bersuamikan seorang muallaf Belgia mengatakan Yvonne Ridley memperoleh hidayah justru dalam situasi yang sulit dan setelah memeluk Islam pun dia masih mendapat banyak tantangan dari keluarga dan kawan - kawannya. Maka suatu pelajaran bagi kita yang telah berislam sejak lahir, yang menganggap agama Islam adalah hal biasa, sedangkan orang - orang semacam Yvonne harus melalui banyak tantangan sebelum akhirnya cahaya Islam datang dan menerangi hati mereka.
"Harusnya kita patut cemburu karena mereka langsung melaksanakan kewajiban - kewajiban agama Islam secara serius, dan pengalaman mereka harus kita jadikan pelajaran bahwa memang Allah itu Maha Kuasa," demikian ujar Hamiyah Panama dalam pertemuan itu.