Hari itu, di tengah reruntuhan bekas kekejian rezim pemerintah dan pihak-pihak yang bertikai di Suriah, seorang bocah perempuan tengah bermain petak umpet bersama kakaknya. Laki-laki. Si adik bertugas menjaga. Menutup mata. Si kakak mendapat giliran. Berlari kencang, mencari tempat yang aman untuk menyembunyikan diri.
Ketika si gadis tanpa dosa ini tengahah, menghitung riang, hendak menyelesaikan hitungan, lalu membuka matanya; terdengar suara ledakan. Kencang. Kepulan debu dan percikan reruntuhan pun berhamburan ke mana-mana.
Saat itu pula, ponsel ala kadarnya milik ayah dua bocah ini berdering. Panggilan masuk, dari tetangganya. Tak lama setelah itu, kerumunan masyarakat datang. Membopong sebuah jasad. Atas ulah keji penguasa, ledakan yang baru saja terjadi merenggut nyawa si kakak yang sedianya sedang main petak umpet dengan adiknya.
Si gadis pun memperhatikan sekumpulan pengusung jasad, seraya mendekati ayahnya yang menangis. Sedih. Tiada terlukis. Si gadis bertanya, tapi ayahnya hanya diam. Memeluk erat. Penuh kasih sayang.
Tak lama kemudian, jasad si syahid muda dimakamkan. Ala kadarnya. Tanpa acara apalagi hiruk pikuk. Hampir di setiap kota di Suriah, Mereka shalat fardhu lima waktu ditambah shalat jenazah yang dilakukan setiap hari.
Si gadis pun sibuk bertanya, kenapa kakaknya dimasukkan ke dalam lubang berukuran kubus tersebut? Apakah kakaknya sedang bersembunyi?
Si ayah hanya menangis. Sembari memeluk anak gadisnya. Usai dimakamkan, pelayat pun kembali kepada aktivitasnya masing-masing. Tinggallah mereka berdua. Merenda duka.
Saat diajak ayahnya pulang, gadis ini memilih untuk tinggal, mendekati kubur. Katanya, “Keluarlah… Keluarlah… Keluarlah, hai orang di dalam sana. Keluarlah… Tidak usah bersembunyi lagi. Aku sudah menemukan persembunyianmu.”
Mendengar butiran kalimat tulus si anak, sang ayah hanya menangis. Semakin kencang. Betapa gadisnya itu masih lugu. Belum tahu arti kematian. Dalam logikanya, si kakak sengaja dimasukkan ke dalam kubur, untuk bersembunyi dalam rangkaian permainan petak umpetnya.
Menyedihkan. Hampir setiap hari, gadis itu mendatangi kubur dan menyampaikan kalimat serupa. “Keluarlah… Aku sudah menemukan persembunyianmu.” Kalimat itu pun diakhiri dengan tangis, sebab si kakak enggan keluar, padahal ‘persembunyiannya’ sudah diketahui adiknya.
Ya Allah, tolonglah kaum Muslimin dan Mujahidin di Suriah, Palestina, Mesir, dan di seluruh penjuru bumi ini. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Ketika si gadis tanpa dosa ini tengahah, menghitung riang, hendak menyelesaikan hitungan, lalu membuka matanya; terdengar suara ledakan. Kencang. Kepulan debu dan percikan reruntuhan pun berhamburan ke mana-mana.
Saat itu pula, ponsel ala kadarnya milik ayah dua bocah ini berdering. Panggilan masuk, dari tetangganya. Tak lama setelah itu, kerumunan masyarakat datang. Membopong sebuah jasad. Atas ulah keji penguasa, ledakan yang baru saja terjadi merenggut nyawa si kakak yang sedianya sedang main petak umpet dengan adiknya.
Si gadis pun memperhatikan sekumpulan pengusung jasad, seraya mendekati ayahnya yang menangis. Sedih. Tiada terlukis. Si gadis bertanya, tapi ayahnya hanya diam. Memeluk erat. Penuh kasih sayang.
Tak lama kemudian, jasad si syahid muda dimakamkan. Ala kadarnya. Tanpa acara apalagi hiruk pikuk. Hampir di setiap kota di Suriah, Mereka shalat fardhu lima waktu ditambah shalat jenazah yang dilakukan setiap hari.
Si gadis pun sibuk bertanya, kenapa kakaknya dimasukkan ke dalam lubang berukuran kubus tersebut? Apakah kakaknya sedang bersembunyi?
Si ayah hanya menangis. Sembari memeluk anak gadisnya. Usai dimakamkan, pelayat pun kembali kepada aktivitasnya masing-masing. Tinggallah mereka berdua. Merenda duka.
Saat diajak ayahnya pulang, gadis ini memilih untuk tinggal, mendekati kubur. Katanya, “Keluarlah… Keluarlah… Keluarlah, hai orang di dalam sana. Keluarlah… Tidak usah bersembunyi lagi. Aku sudah menemukan persembunyianmu.”
Mendengar butiran kalimat tulus si anak, sang ayah hanya menangis. Semakin kencang. Betapa gadisnya itu masih lugu. Belum tahu arti kematian. Dalam logikanya, si kakak sengaja dimasukkan ke dalam kubur, untuk bersembunyi dalam rangkaian permainan petak umpetnya.
Menyedihkan. Hampir setiap hari, gadis itu mendatangi kubur dan menyampaikan kalimat serupa. “Keluarlah… Aku sudah menemukan persembunyianmu.” Kalimat itu pun diakhiri dengan tangis, sebab si kakak enggan keluar, padahal ‘persembunyiannya’ sudah diketahui adiknya.
Ya Allah, tolonglah kaum Muslimin dan Mujahidin di Suriah, Palestina, Mesir, dan di seluruh penjuru bumi ini. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]