Kisah nyata ini menimpa seorang wanita berumur 23 tahun, sebut saja namanya Nur. Baginya peristiwa ini merupakan sebuah pengalaman sejati yang tak dapat ia lupakan seumur hidup. Sebab sebagaimana yang kebanyakan orang ketahui, penyakit kanker bukanlah penyakit remeh yang dapat semudahnya sembuh hanya dengan obat – obatan biasa yang bisa ditebus di apotek – apotek umum, penyakit kanker hakikatnya merupakan kategori penyakit terganas dalam ranah medis sebab penyakit ini bila sudah menginfeksi tubuh seseorang maka tidaklah mudah untuk menyembuhkannya, dalam banyak kasus memang kanker dapat sembuh dengan menjalankan kemoterapi namun tidak jarang juga penyakit itu meradang lagi di lain waktu.
Suatu ketika Nur mendapati bahwa dirinya telah berbadan dua. Hal ini tak ayal membuat hatinya dirundung bahagia, apalagi ini merupakan kehamilan kali pertamanya. Namun di tengah – tengah kebahagiaannya itu, sebuah musibah datang membelenggu jiwanya. Janin yang dikandungnya tersebut mengalami keguguran, dengan langkah cepat dan cekatan, suaminya lantas membawanya ke seorang dokter langganannya di Balikpapan, rahimnya pun dikuret.
Namun rupanya tidak sampai disitu saja, selepas rahimnya dikuret ia kerap mengalami pendarahan hebat melebihi sekadar menstruasi biasa, yang sering membuatnya bersedih ketika ia bangun tidur, ia harus mendapati spreinya telah berlumuran darah. Hal ini pun membuatnya kembali mendatangi Dr. Yusfa untuk mengobati keadaannya. Dr Yusfa sendiri kebingungan mengenai apa yang menimpa pasiennya itu, diungkapnya ia tak pernah menemukan kasus seperti ini selama ia bekerja sebagai dokter.
Dokter kemudian memutuskan menguretnya kembali untuk yang kedua kalinya, betapa Nur merasakan sakit dan kepedihan yang sangat ketika ia menjalani proses itu. Namun kendati demikian, proses itu tak menjadikan kondisinya berangsur membaik, sebaliknya ia masih sering mengalami pendarahan hebat sebagaimana sebelumnya.
Hal ini tak pelak membuat Nur dilanda stress dan kesedihan, ia tak dapat tidur nyenyak tiap malamnya, wajahnya pun memucat dan badannya mulai kurus kering, urusan rumah tangganya menjadi terbengkalai dan berantahkan. Keadaan serupa juga menimpa suami Nur, pikiran dan pekerjaannya menjadi kacau lantaran memikirkan nasib istrinya itu, ditambah lagi beban materi yang tidak sedikit, sekitan juta telah raib untuk pengobatan istrinya itu. Sebab untuk mendatangi Dr Yusfa langganannya, mereka harus bolak – balik dari Bontang ke Balikpapan naik pesawat dengan ongkos yang tidak sedikit.
Nur akhirnya pasrah dengan semua keadaan yang merundung dirinya itu, agaknya ia berfikir bahwa meratapi tak akan membuat penyakitnya hilang. Maka ia pun memasrahkan segala urusannya kepada Allah subhanahu wata’ala seraya terus berdoa memohon agar Sang Rahman sudi memberikannya jalan keluar.
Di tengah – tengah kepasrahannya itu, tiba – tiba saja menjalar di otaknya sebuah keinginan untuk bersedekah, ia pun mengikrarkan diri untuk bersedekah kepada orang – orang yang membutuhkan di sepanjang perjalannya menuju ke Balikpapan ketika hendak melakukan pemeriksaan lagi. Tatkala sampai di Bandara Sepinggan, Allah mempertemukannya dengan seorang pengemis yang meminta – minta, sebagaimana tekadnya untuk bersedekah, Nur kemudian mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk kemudian ia serahkan kepada pengemis itu, dengan raut muka bahagia, pengemis itu pun berterima kasih atas pemberiannya seraya mendoakan Nur supaya segala hajatnya cepat terkabul, Nur pun mengaminkan doa itu seraya tersenyum. Namun, ketika pengemis itu telah berlalu, suaminya memprotes Nur atas pemberian yang nominalnya tidak sedikit kepada pengemis itu.
“Untuk apa uang sebanyak itu kamu berikan ke pengemis itu, dia kan sudah dapat banyak uang dari orang lain”
“Sttt boleh jadi dengan sedekah itu, Allah menyembuhkan penyakitku pa.” Jawab Nur.
Mendengar akan jawaban Nur, sang suami kemudian bungkam tidak protes lagi karena ia mafhum sedekah itu sebuah kebaikan yang tidak bisa ia larang dengan dalih apapun. Di lain sisi nalarnya juga berfikir bahwa tindakan istrinya itu benar, ia pun kemudian berharap dengan sedekah yang dilontarkan Nur, Allah kemudian sudi memberikan keajaibanNya untuk mengangkat penyakit yang bersarang di dalam jiwa istrinya itu.
Setelah melakukan pemeriksaan, kembali Dr. Yusfa memberikan jawaban yang sama seperti sebelumnya, “Hingga saat ini, saya belum tahu pasti jawabannya.” Mereka pun kembali ke Bontang dengan hasil yang kurang memuaskan.
Sebagaimana biasanya, Nur masih kerap mengalami pendarahan hebat hingga suatu peristiwa di dapur terjadi. Entah mengapa tiba – tiba ia merasakan ingin buang air kecil, ia pun bersegera lari ke kamar mandi. Namun rupanya bukan air kencing yang ia keluarkan melainkan semacam gumpalan daging yang berlumur darah. Ia pun terkejut dan segera memasukkannya ke kantong plastik untuk kemudian ia konsultasikan ke Dr. Yusfa.
Singkat cerita, ia kembali mendatangi Dr. Yusfa untuk memeriksa keadaannya, untuk kesekian kalinya dokter mengatakan bahwa ia masih belum bisa mendiagnosa penyakit apa yang sebenarnya menggerogoti jiwa Nur sebab memang hingga saat ini belum dapat ia temukan sebab – musababnya. Nur kemudian menyerahkan gumpalan daging yang ia bungkus plastik itu kepada Dr. Yusfa, kepadanya ia ceritakan sebuah kejadian yang ia alami di kamar mandi ketika ia mengeluarkan gumpalan daging berdarah itu.
Dr. Yusfa menerima plastik berisi benda aneh itu, dahinya berkerut menunjukkan ia sedang berfikir keras, hingga kemudian ia memutuskan untuk melakukan uji laboraturium terhadap gumpalan daging berdarah itu.
“Ibu dan Bapak mohon tunggu sebentar disini. Saya akan pergi ke laboraturium untuk memeriksakan hal ini.”
Tatkala Dr. Yusfa berlalu meninggalkan ruangan, Nur dan suaminya hanya berharap bahwa dokter akan kembali dengan membawa kabar gembira. Tak berselang lama kemudian, dokter kembali ke ruangannya dengan berlari dan raut muka bahagia, benar, ia berlari dan bukan berjalan. Dengan nafas terengah dokter berteriak, “Alhamdulillah Bu Nur... Alhamdulillah! Saya baru mengerti rupanya pendarahan yang ibu alami selama ini disebabkan kanker rahim yang ibu alami dan benda ini adalah kanker rahim tersebut. Cuma saya mau bertanya bagaimana bisa kanker ini bisa gugur dengan sendirinya?”
Mendengar akan kabar itu, betapa gembira hati Nur dan suaminya. Tak henti – hentinya mereka mengucap syukur dan menyebut asma agung Allah subhanahu wata’ala atas petunjuk dan kesembuhan yang telah Ia berikan kepada mereka.
Saking bahagianya, Nur dan suaminya tidak langsung menjawab pertanyaan dokter, mereka lantas spontan melakukan sujud syukur seraya terus mengagung – agungkan asma Allah. Nur kemudian memungut satu kesimpulan atas peristiwa itu, bahwa kesembuhan ini pasti ada kaitannya dengan sedekah yang telah ia lakukan sebelumnya di bandara Sepinggan. Wallahua’lam jelasnya sebagaimana janjiNya, Allah akan mengganti nafkah yang seseorang sedekahkan di jalanNya dengan balasan yang setimpal dan bahkan melebihi jumlah yang telah ia keluarkan.
“...Dan terhadap apa – apa yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik – baiknya.” (QS. Saba : 39).
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
“ Tiap muslim wajib bersedekah. Para sahabat bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?” Nabi menjawab, “Bekerja dengan ketrampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersedekah.” Mereka bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?” Nabi menjawab: “Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi menjawab: “Menyuruh berbuat ma’ruf.” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi menjawab, “Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika Nur mendapati bahwa dirinya telah berbadan dua. Hal ini tak ayal membuat hatinya dirundung bahagia, apalagi ini merupakan kehamilan kali pertamanya. Namun di tengah – tengah kebahagiaannya itu, sebuah musibah datang membelenggu jiwanya. Janin yang dikandungnya tersebut mengalami keguguran, dengan langkah cepat dan cekatan, suaminya lantas membawanya ke seorang dokter langganannya di Balikpapan, rahimnya pun dikuret.
Namun rupanya tidak sampai disitu saja, selepas rahimnya dikuret ia kerap mengalami pendarahan hebat melebihi sekadar menstruasi biasa, yang sering membuatnya bersedih ketika ia bangun tidur, ia harus mendapati spreinya telah berlumuran darah. Hal ini pun membuatnya kembali mendatangi Dr. Yusfa untuk mengobati keadaannya. Dr Yusfa sendiri kebingungan mengenai apa yang menimpa pasiennya itu, diungkapnya ia tak pernah menemukan kasus seperti ini selama ia bekerja sebagai dokter.
Dokter kemudian memutuskan menguretnya kembali untuk yang kedua kalinya, betapa Nur merasakan sakit dan kepedihan yang sangat ketika ia menjalani proses itu. Namun kendati demikian, proses itu tak menjadikan kondisinya berangsur membaik, sebaliknya ia masih sering mengalami pendarahan hebat sebagaimana sebelumnya.
Hal ini tak pelak membuat Nur dilanda stress dan kesedihan, ia tak dapat tidur nyenyak tiap malamnya, wajahnya pun memucat dan badannya mulai kurus kering, urusan rumah tangganya menjadi terbengkalai dan berantahkan. Keadaan serupa juga menimpa suami Nur, pikiran dan pekerjaannya menjadi kacau lantaran memikirkan nasib istrinya itu, ditambah lagi beban materi yang tidak sedikit, sekitan juta telah raib untuk pengobatan istrinya itu. Sebab untuk mendatangi Dr Yusfa langganannya, mereka harus bolak – balik dari Bontang ke Balikpapan naik pesawat dengan ongkos yang tidak sedikit.
Nur akhirnya pasrah dengan semua keadaan yang merundung dirinya itu, agaknya ia berfikir bahwa meratapi tak akan membuat penyakitnya hilang. Maka ia pun memasrahkan segala urusannya kepada Allah subhanahu wata’ala seraya terus berdoa memohon agar Sang Rahman sudi memberikannya jalan keluar.
Di tengah – tengah kepasrahannya itu, tiba – tiba saja menjalar di otaknya sebuah keinginan untuk bersedekah, ia pun mengikrarkan diri untuk bersedekah kepada orang – orang yang membutuhkan di sepanjang perjalannya menuju ke Balikpapan ketika hendak melakukan pemeriksaan lagi. Tatkala sampai di Bandara Sepinggan, Allah mempertemukannya dengan seorang pengemis yang meminta – minta, sebagaimana tekadnya untuk bersedekah, Nur kemudian mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk kemudian ia serahkan kepada pengemis itu, dengan raut muka bahagia, pengemis itu pun berterima kasih atas pemberiannya seraya mendoakan Nur supaya segala hajatnya cepat terkabul, Nur pun mengaminkan doa itu seraya tersenyum. Namun, ketika pengemis itu telah berlalu, suaminya memprotes Nur atas pemberian yang nominalnya tidak sedikit kepada pengemis itu.
“Untuk apa uang sebanyak itu kamu berikan ke pengemis itu, dia kan sudah dapat banyak uang dari orang lain”
“Sttt boleh jadi dengan sedekah itu, Allah menyembuhkan penyakitku pa.” Jawab Nur.
Mendengar akan jawaban Nur, sang suami kemudian bungkam tidak protes lagi karena ia mafhum sedekah itu sebuah kebaikan yang tidak bisa ia larang dengan dalih apapun. Di lain sisi nalarnya juga berfikir bahwa tindakan istrinya itu benar, ia pun kemudian berharap dengan sedekah yang dilontarkan Nur, Allah kemudian sudi memberikan keajaibanNya untuk mengangkat penyakit yang bersarang di dalam jiwa istrinya itu.
Setelah melakukan pemeriksaan, kembali Dr. Yusfa memberikan jawaban yang sama seperti sebelumnya, “Hingga saat ini, saya belum tahu pasti jawabannya.” Mereka pun kembali ke Bontang dengan hasil yang kurang memuaskan.
Sebagaimana biasanya, Nur masih kerap mengalami pendarahan hebat hingga suatu peristiwa di dapur terjadi. Entah mengapa tiba – tiba ia merasakan ingin buang air kecil, ia pun bersegera lari ke kamar mandi. Namun rupanya bukan air kencing yang ia keluarkan melainkan semacam gumpalan daging yang berlumur darah. Ia pun terkejut dan segera memasukkannya ke kantong plastik untuk kemudian ia konsultasikan ke Dr. Yusfa.
Singkat cerita, ia kembali mendatangi Dr. Yusfa untuk memeriksa keadaannya, untuk kesekian kalinya dokter mengatakan bahwa ia masih belum bisa mendiagnosa penyakit apa yang sebenarnya menggerogoti jiwa Nur sebab memang hingga saat ini belum dapat ia temukan sebab – musababnya. Nur kemudian menyerahkan gumpalan daging yang ia bungkus plastik itu kepada Dr. Yusfa, kepadanya ia ceritakan sebuah kejadian yang ia alami di kamar mandi ketika ia mengeluarkan gumpalan daging berdarah itu.
Dr. Yusfa menerima plastik berisi benda aneh itu, dahinya berkerut menunjukkan ia sedang berfikir keras, hingga kemudian ia memutuskan untuk melakukan uji laboraturium terhadap gumpalan daging berdarah itu.
“Ibu dan Bapak mohon tunggu sebentar disini. Saya akan pergi ke laboraturium untuk memeriksakan hal ini.”
Tatkala Dr. Yusfa berlalu meninggalkan ruangan, Nur dan suaminya hanya berharap bahwa dokter akan kembali dengan membawa kabar gembira. Tak berselang lama kemudian, dokter kembali ke ruangannya dengan berlari dan raut muka bahagia, benar, ia berlari dan bukan berjalan. Dengan nafas terengah dokter berteriak, “Alhamdulillah Bu Nur... Alhamdulillah! Saya baru mengerti rupanya pendarahan yang ibu alami selama ini disebabkan kanker rahim yang ibu alami dan benda ini adalah kanker rahim tersebut. Cuma saya mau bertanya bagaimana bisa kanker ini bisa gugur dengan sendirinya?”
Mendengar akan kabar itu, betapa gembira hati Nur dan suaminya. Tak henti – hentinya mereka mengucap syukur dan menyebut asma agung Allah subhanahu wata’ala atas petunjuk dan kesembuhan yang telah Ia berikan kepada mereka.
Saking bahagianya, Nur dan suaminya tidak langsung menjawab pertanyaan dokter, mereka lantas spontan melakukan sujud syukur seraya terus mengagung – agungkan asma Allah. Nur kemudian memungut satu kesimpulan atas peristiwa itu, bahwa kesembuhan ini pasti ada kaitannya dengan sedekah yang telah ia lakukan sebelumnya di bandara Sepinggan. Wallahua’lam jelasnya sebagaimana janjiNya, Allah akan mengganti nafkah yang seseorang sedekahkan di jalanNya dengan balasan yang setimpal dan bahkan melebihi jumlah yang telah ia keluarkan.
“...Dan terhadap apa – apa yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik – baiknya.” (QS. Saba : 39).
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
“ Tiap muslim wajib bersedekah. Para sahabat bertanya, “Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?” Nabi menjawab, “Bekerja dengan ketrampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu bersedekah.” Mereka bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?” Nabi menjawab: “Menolong orang yang membutuhkan yang sedang teraniaya” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi menjawab: “Menyuruh berbuat ma’ruf.” Mereka bertanya: “Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?” Nabi menjawab, “Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)