Pernyataan Kapolri Bapak Jenderal Tito Karnavian bahwa fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif telah memancing kegaduhan baru di masyarakat.
Terlebih, Fatwa MUI 56/2016 tertanggal 14 Desember 2016 tentang hukum menggunakan atribut non-Muslim bagi umat Islam adalah murni fatwa keagamaan untuk melindungi akidah ummat.
“Fatwa MUI itu justru harus dilihat sebagai alat perekat toleransi, agar tak ada pimpinan perusahaan yang semena-mena memaksa karyawannya yang muslim memakai atribut natal. Karena bagi ummat Islam hal itu bertentangan dengan keyakinannya,” ujar Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman dalam keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/12).
Menurut Pedri, dengan keluarnya fatwa MUI tersebut justru membuat Polri memiliki pegangan untuk mengontrol pimpinan perusahaan yang berbuat intoleran kepada pegawai dengan memaksa menggunakan atribut keagamaan yang bertentangan dengan agama yang dianut.
Dijelaskan Pedri, MUI adalah ormas yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi. Fatwa MUI adalah bentuk perlindungan dan pengayoman ulama terhadap ummat Islam agar tak tergelincir dalam penyimpangan dan penyesatan.
“Karenanya pemerintah dan penegak hukum harus menghormati fatwa-fatwa MUI. Toh selama ini justru pemerintah dan penegak hukum selalu meminta fatwa MUI dalam banyak kasus. Bahkan pada kasus Ahok, laporan pertama masyarakat ditolak oleh Bareskrim Polri dengan alasan belum ada fatwa MUI,” sambungnya.
“Oleh sebab itu kami meminta Bapak Presiden Jokowi memecat Pak Tito sebagai Kapolri. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban moril pemerintah pada ummat Islam yang sangat cinta akan bangsa yang besar ini,” pungkas Pedri. (rmol/pojoksatu)
Terlebih, Fatwa MUI 56/2016 tertanggal 14 Desember 2016 tentang hukum menggunakan atribut non-Muslim bagi umat Islam adalah murni fatwa keagamaan untuk melindungi akidah ummat.
“Fatwa MUI itu justru harus dilihat sebagai alat perekat toleransi, agar tak ada pimpinan perusahaan yang semena-mena memaksa karyawannya yang muslim memakai atribut natal. Karena bagi ummat Islam hal itu bertentangan dengan keyakinannya,” ujar Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman dalam keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (22/12).
Menurut Pedri, dengan keluarnya fatwa MUI tersebut justru membuat Polri memiliki pegangan untuk mengontrol pimpinan perusahaan yang berbuat intoleran kepada pegawai dengan memaksa menggunakan atribut keagamaan yang bertentangan dengan agama yang dianut.
Dijelaskan Pedri, MUI adalah ormas yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi. Fatwa MUI adalah bentuk perlindungan dan pengayoman ulama terhadap ummat Islam agar tak tergelincir dalam penyimpangan dan penyesatan.
“Karenanya pemerintah dan penegak hukum harus menghormati fatwa-fatwa MUI. Toh selama ini justru pemerintah dan penegak hukum selalu meminta fatwa MUI dalam banyak kasus. Bahkan pada kasus Ahok, laporan pertama masyarakat ditolak oleh Bareskrim Polri dengan alasan belum ada fatwa MUI,” sambungnya.
“Oleh sebab itu kami meminta Bapak Presiden Jokowi memecat Pak Tito sebagai Kapolri. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban moril pemerintah pada ummat Islam yang sangat cinta akan bangsa yang besar ini,” pungkas Pedri. (rmol/pojoksatu)