Ujian yang diberikan Allah kepada manusia bisa berupa kebaikan dan keburukan, bisa berupa kekayaan dan kemiskinan. Sebagaimana firman Allah,
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian/ftinah.” (QS. Al-Anbiyaa: 35)
Kita dapati sebagaan besar manusia ternyata banyak yang tidak lulus ketika diuji dengan kekayaan. Bukti yang paling jelas adalah pernyataan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, Bahwa MAYORITAS PENDUDUK SURGA ADALAH ORANG MISKIN.
Dari sini kita bisa simpulkan bahwa banyak orang kaya yang tidak lulus dengan ujian kekayaan dan orang miskin banyak yang lulus. Orang kaya juga banyak yang tertahan (lama hisabnya) untuk masuk surga
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Saya pernah berdiri di pintu surga, ternyata umumnya orang yang memasukinya adalah orang miskin. Sementara orang kaya tertahan dulu (masuk surga). Hanya saja, penduduk neraka sudah dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Kenapa bisa begitu? Karena orang kaya merasa cukup dengan hartanya sehingga kurang merasa butuh Allah apalagi ditambah dengan kesombongan akan hartanya.
Sebegaimana dijelaskan dalam Syarh kitab Riyadhus Shalihin,
“Orang kaya merasa dirinya sudah cukup dengan hartanya sehinga mereka sedikit beribadah dibandingkan orang miskin.” (Syarh Riyadhus Shalihin)
Inilah maksud Ayat bahwa manusia akan melampui batas ketika merasa berkecukupan dengan hartanya.
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. (QS. Al ‘Alaq: 6-8).
Apakah orang Islam tidak boleh Kaya? Tentu saja tidak, Bukan seperti itu maksudnya, Namun jika memang ia bisa menjadi kaya, maka jadilah orang kaya dan tidak lupa gunakan kekayaan itu untuk membantu menegakkan kalimat Allah dan menolong anak yatim dan fakir miskin. Yang perlu diingat:
“Semakin kaya semakin dermawan, bukan semakin meningkatkan gaya hidup”
Dalam masalah harta ini, Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya al-arba’ah fi ushuluddin mengatakan “cintailah harta bukan karena bentuknya tetapi cintailah harta karena manfaatnya untuk agama”
Kita cinta kepada motor bukan karena motor baru, tapi kita cinta motor karena dengan motor ini dapat mengantarkan kita ke tempat pengajian, kita cinta kepada mobil bukan karena mobil bagus, tapi kita cinta mobil karena dengan mobil ini dapat menolong orang lain yang membutuhkan, kita cinta kepada rumah bukan karena rumah kita mewah, tapi kita cinta rumah karena dengan rumah ini dapat menolong kita untuk berzikir dan beribadah kepada Allah. dan kita cinta kepada uang bukan karena uang kita banyak, tapi kita cinta kepada uang karena dengan uang ini sebagai wasilah untuk beribadah dan mencari ridho Allah ta’ala, diantaranya dengan menginfaqkan untuk pembangunan masjid atau sekolah Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, bahwa bukan kefakiran yang beliau takutkan atas umatnya, tetapi ketika sudah dibukakan dunia dan kekayaan sehingga membuat manusia lalai dari agama. Mereka hancur sebagaimana umat terdahulu yang kaya lagi kuat kemudian hancur.
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.” (Muttafaqun ‘alaih)
Wallahu A'lam.
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian/ftinah.” (QS. Al-Anbiyaa: 35)
Kita dapati sebagaan besar manusia ternyata banyak yang tidak lulus ketika diuji dengan kekayaan. Bukti yang paling jelas adalah pernyataan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, Bahwa MAYORITAS PENDUDUK SURGA ADALAH ORANG MISKIN.
Dari sini kita bisa simpulkan bahwa banyak orang kaya yang tidak lulus dengan ujian kekayaan dan orang miskin banyak yang lulus. Orang kaya juga banyak yang tertahan (lama hisabnya) untuk masuk surga
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَكَانَ عَامَّةَ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِيْنُ وَأَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوْسُوْنَ، غَيْرَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّارِ قَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ، وَقُمْتُ عَلَى بَابِ النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ
“Saya pernah berdiri di pintu surga, ternyata umumnya orang yang memasukinya adalah orang miskin. Sementara orang kaya tertahan dulu (masuk surga). Hanya saja, penduduk neraka sudah dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Kenapa bisa begitu? Karena orang kaya merasa cukup dengan hartanya sehingga kurang merasa butuh Allah apalagi ditambah dengan kesombongan akan hartanya.
Sebegaimana dijelaskan dalam Syarh kitab Riyadhus Shalihin,
والغني يرى أنه مستغن بماله ، فهو أقل تعبداً من الفقير
“Orang kaya merasa dirinya sudah cukup dengan hartanya sehinga mereka sedikit beribadah dibandingkan orang miskin.” (Syarh Riyadhus Shalihin)
Inilah maksud Ayat bahwa manusia akan melampui batas ketika merasa berkecukupan dengan hartanya.
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآَهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. (QS. Al ‘Alaq: 6-8).
Apakah orang Islam tidak boleh Kaya? Tentu saja tidak, Bukan seperti itu maksudnya, Namun jika memang ia bisa menjadi kaya, maka jadilah orang kaya dan tidak lupa gunakan kekayaan itu untuk membantu menegakkan kalimat Allah dan menolong anak yatim dan fakir miskin. Yang perlu diingat:
“Semakin kaya semakin dermawan, bukan semakin meningkatkan gaya hidup”
Dalam masalah harta ini, Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya al-arba’ah fi ushuluddin mengatakan “cintailah harta bukan karena bentuknya tetapi cintailah harta karena manfaatnya untuk agama”
Kita cinta kepada motor bukan karena motor baru, tapi kita cinta motor karena dengan motor ini dapat mengantarkan kita ke tempat pengajian, kita cinta kepada mobil bukan karena mobil bagus, tapi kita cinta mobil karena dengan mobil ini dapat menolong orang lain yang membutuhkan, kita cinta kepada rumah bukan karena rumah kita mewah, tapi kita cinta rumah karena dengan rumah ini dapat menolong kita untuk berzikir dan beribadah kepada Allah. dan kita cinta kepada uang bukan karena uang kita banyak, tapi kita cinta kepada uang karena dengan uang ini sebagai wasilah untuk beribadah dan mencari ridho Allah ta’ala, diantaranya dengan menginfaqkan untuk pembangunan masjid atau sekolah Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, bahwa bukan kefakiran yang beliau takutkan atas umatnya, tetapi ketika sudah dibukakan dunia dan kekayaan sehingga membuat manusia lalai dari agama. Mereka hancur sebagaimana umat terdahulu yang kaya lagi kuat kemudian hancur.
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.” (Muttafaqun ‘alaih)
Wallahu A'lam.