Islam adalah agama yang datang dari Allah Yang Maha sempurna. Oleh karena itu, ajaran agama Islam juga sempurna. Islam mengajarkan kepada manusia untuk beribadah kepada al-Khaliq, Allah Sang Pencipta, juga mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik kepada sesama. Terlebih kepada anak yatim yang belum baligh dan telah ditinggal mati oleh bapaknya, Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim (Q.S. Al-ma’un ayat 1 dan 2)
Di antara ajaran Islam yang mulia ini adalah perintah untuk berbuat baik kepada anak yatim, sebagaimana yang Allah perintahkan dalam ayat di atas.
Allah Azza wa Jalla memuji al-Abrar (orang-orang yang berbakti kepada Allah), karena sifat-sifat mereka yang utama. Salah satunya adalah memberi makan kepada anak yatim. Allah Subahnahu wa Ta’ala berfirman:
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al-Insân/76: 8)
Dan Allah Azza wa Jalla mencela orang-orang yang tidak mempedulikan anak yatim.
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. [Al-Fajr/89: 17-18]
Anjuran berbuat baik kepada anak yatim lebih ditekankan jika anak yatim itu merupakan kerabat. Allâh Subahnahu wa Ta’ala berfirman:
Tetapi dia (manusia itu) tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. (QS. Al-Balad/90: 11-15)
Rasulullâh Shallallahu ‘alahi wa sallam juga memberitakan bahwa orang yang mencukupi kebutuhan anak yatim akan masuk surga berdekatan dengan Beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam.
Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Saya dan orang yang mencukupi anak yatim di dalam sorga seperti ini”, beliau berisyarat dengan dua jari beliau, jari telunjuk dan jari tengah. (HR Al-Bukhari)
Seorang sahabat mengeluh kepada Nabi tentang hatinya yang keras, kemudian Nabi bersabda: ‘Usaplah kepala yatim, dan berilah makan orang miskin’. (HR. Ahmad)
“Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini (dan beliau memberi isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya, lalu membukanya (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu Dawud)
“Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke surga, kecuali bila ia berbuat dosa besar yang tidak terampuni. (HR. Tirmidzi)
Akibat Memakan Harta Anak Yatim dan Tidak Berbuat Baik Kepadanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (Q.S Annisa: 10)
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa” (Q.S Al-An’am : 152, dan Q.S Al-Israa’: 34)
As-Suddiy berkata, ”Orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan keluar nyala api dari mulut, telinga, hidung, dan matanya. Siapa pun yang meiihatnya pasti mengetahui bahwa ia adalah pemakan harta anak yatim” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir)
Dalam perjalanan isra dan miraj Rasulullah diperlihatkan siksa bagi orang-orang yang hidup di dunia sesuai amal perbuatannya termasuk didalamnya orang-orang yang memakan harta anak yatim. Keadaan mereka sangat mengerikan dengan kedua tangan mereka dibelenggu dan begitu juga dengan kaki-kaki mereka. Diatas punggung mereka diletakkan setrika yang panasnya luar biasa membara. Tentu saja dalam waktu sekejap atau sebentar saja kulit akan rontok dan melepuh. Seketika, kulit kembali udah sebagaimana sedia kala, dan diletakkan kembali setrika yang maha panas tadi diatas punggungnya, begitulah seterusnya terjadi hingga pengulangan kejadian ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama. Yaitu sesuai kejahatannya.
Kita mungkin pernah terbakar oleh panasnya setrika yang ada dirumah. Panas bukan, tidak terbayangkan seberapa panas setrika di neraka yang panas apinya jauh lebih panas dari api yang ada dibumi. Naudzubillah min dzalik.
Para ulama berkata, “Setiap wali anak yatim, jika ia seorang yang miskin lalu ia memakan harta anak yatim itu dengan cara yang baik sesuai dengan tanggungjawabnya, mengurusnya dan mengembangkan hartanya, itu tidak mengapa. Namun jika melebihi dari yang sewajarnya, maka itu adalah harta haram”.
Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu. maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah is makan harta itu dengan cara yang baik” (Q.S. An-Nisa’: 6)
Yang dimaksud dengan ‘memakan dengan cara yang baik’ adalah,
Keempat pendapat ini disebutkan oleh Ibnul Jauziy dalam tafsirnya. (Lihat Zadul Masir (2/16))
Mengasuh anak yatim artinya mengurus segala kebutuhan dan kemaslahatannya; mulai dari urusan makan, pakaian, dan mengem-bangkan hartanya jika anak yatim itu memiliki harta. Sedangkan jika anak yatim itu tidak memiliki harta maka pengasuh anak yatim memberikan nafkah dan pakaian untuknya demi mengharapkan wajah Allah. Adapun maksud lafazh ‘baik masih kerabatnya atau bukan’ dalam hadits di atas adalah bahwa si pengasuh itu bisa jadi kakeknya, saudaranya, ibunya, pamannya, ayah tirinya, bibinya, atau pun kerabat-kerabat yang lain. Dan bisa juga orang lain yang tidak ada hubungan kekerabatan dengannya sama sekali.
Seseorang berkata kepada Abu Darda’ Radhiallahu’anhu, “Berilah saya wasiat!” Abu Darda’ berkata, “Kasihilah anak yatim, dekatkanlah ia kepadamu dan berilah makan dengan makananmu. Sesungguhnya saya mendengar ketika seseorang menghadap Rasulullah Sholallahu’alaihi wa sallam mengadukan kekerasan hatinya, beliau bersabda, “Jika kamu ingin supaya hatimu menjadi lembut, maka dekatkanlah anak yatim kepadamu, usaplah kepalanya dan berilah makan dari makananmu, maka itu akan melembutkan hatimu dan akan memudahkanmu dalam memenuhi kebutuhanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (11035) dan Abu Nu’aim, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 854)
Dikisahkan, seorang salaf berkata, “Dahulu aku adalah seorang yang tenggelam dalam berbagai macam perbuatan maksiat dan mabuk-mabukan. Pada suatu hari aku menemukan seorang anak yatim yang miskin. Lalu aku ambil anak yatim itu dan aku berbuat baik kepadanya. Aku beri ia makan, pakaian, dan aku mandikan ia sampai bersih semua kotoran yang menempel di tubuhnya, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku menyayanginya seperti seorang ayah menyayangi anaknya, bahkan lebih. Malamnya aku tidur dan bermimpi bahwa kiamat sudah tiba. Aku dipanggil menuju hisab. Kemudian aku diperintahkan untuk masuk neraka karena banyaknya dosa dan maksiat yang aku kerjakan. Malaikat Zabaniyah menyeretku untuk memasukkanku ke dalam neraka. Saat itu aku merasa kecil dan hina di hadapan mereka. Tiba-tiba anak yatim itu menghadang di tengah jalan sambil berkata, ‘Tinggalkan ia, wahai malaikat Rabb-ku! Biarlah aku memintakan syafaat untuknya kepada Rabb-ku. Dialah yang dulu telah berbuat baik kepadaku. Telah memuliakanku!’ Malaikat berkata, ‘Tetapi aku tidak diperintahkan untuk itu.’ Sekonyong-konyong terdengar seruan dari Allah, firman-Nya, Biarkan, dia, sungguh aku telah mengampuninya dengan syafaat anak yatim itu dan kebaikannya kepadanya!’ Lalu aku terbangun dan aku pun bertaubat kepada Allah azza wa jalla, dan saya terus berusaha semaksimal mungkin untuk mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak yatim.” (Dikisahkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kaba’ir)
Dalam salah satu munajatnya, Nabi Dawud ‘Alayhissalam bertanya, “Duhai Ilah-ku, apakah pahala bagi orang yang menyayangi anak yatim dan janda untuk mengharap wajah-Mu semata?” Allah menjawab, “Pahalanya, aku naungi ia di bawah naungan-Ku pada hari tidak ada naungan selain naunganku.” Maksudnva adalah naungan ‘arsy-Ku pada hari kiamat. (Dikisahkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kaba’ir)
Ada sebuah kisah berkenaan dengan berbuat baik kepada janda dan anak yatim. Adalah satu keluarga yang masih merupakan keturunan sahabat Ali bin Abi Thalib. Mereka tinggal di luar tanah Arab, di kota Balkh dengan kecukupan. Seorang suami, istri dan anak-anak perempuan. Suatu hari meninggallah sang suami, dan kehidupan pun berbalik 180 derajat. Janda dan anak-anak perempuannya jatuh miskin. Akhirnya mereka pun meninggalkan negeri mereka khawatir akan kejahatan orang-orang yang tidak suka dengan keberadaan mereka. Kebetulan ketika itu musim dingin sedang hebat-hebatnva. Ketika memasuki sebuah negeri wanita itu menempatkan anak-anak-nva di sebuah masjid tua yang sudah lama tidak dipakai. la sendiri pergi mencarikan sesuap makanan untuk mereka. Malam itu ia melewati dua komplek; pertama dipimpin oleh seorang lelaki muslim yang adalah syaikhul balad, petinggi negeri itu. Satu komplek lagi dipimpin oleh seorang lelaki majusi yang adalah dlaminul balad, kepala keamanan negeri. Wanita itu menemui lelaki muslim terlebih dahulu dan menceritakan keadaannya kepadanya. Katanya, “Saya adalah seorang wanita ‘alawiyyah, keturunan All bin Abi Thalib “Saya membawa anak-anak perempuan yang yatim, yang saya tempatkan di sebuah masjid tua. Saya minta bantuan makanan buat mereka malam ini.” Lelaki itu menjawab, “Datangkan bukti bahwa kamu ini benar-benar seorang wanita ‘alawiyyah yang mulia.” Wanita itu berkata lagi, “Saya adalah seorang asing di negeri ini. Siapa yang mengenali saya?”. Lelaki itu berpaling dan tidak mau menolongnva. Wanita itu pergi dengan hati yang berkeping-keping. Maka ia pun menemui lelaki majusi, menjelaskan keadaannva. la ceritakan bahwa bersamanya ada anak-anak perempuan yang yatim dan ia sendiri adalah seorang perempuan keturunan baik-baik yang asing. la juga menceritakan kejadian antara dia dan syaikhul balad. Orang Majusi itu bangkit dan menyuruh istrinya untuk menjemput anak-anak perempuan wanita itu. Mereka diberi makanan yang lezat dan pakaian yang indah. Mereka menginap di rumah itu dengan penuh kenikmatan dan kemuliaan. Pada malam itu juga orang muslim yang telah menolak wanita janda itu bermimpi sepertinya kiamat sudah terjadi. Panji pun telah dikibarkan di atas kepala Nabi. Tiba-tiba tampak sebuah istana yang terbuat dari zamrud hijau, serambinya terbuat dari mutiara dan merah delima, dan kubahnya terbuat dari mutiara dan permata marjan. Lelaki itu bertanya, “Wahai Rasulullah, untuk siapakah istana ini?”. “Untuk seorang Lelaki muslim ahli tauhid.”, jawab beliau. Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku seorang muslim ahli tauhid.” Rasulullah bersabda. “Datangkan bukti bahwa kamu adalah seorang muslim ahli tauhid!” Maka orang itu kebingungan. Lalu Rasulullah menjelaskan, “Ketika kamu dimintai tolong oleh seorang wanita ‘alawiyyah itu, kamu mengatakan ‘datangkan bukti bahwa kamu benar-benar seorang ‘alawiyyah’. Begitu juga denganmu sekarang. Coba datangkan bukti bahwa kamu benar-benar seorang muslim.” Lelaki itu terbangun dan sangat bersedih telah menolak wanita itu. Maka ia berkeliling ke seluruh penjuru kota mencari wanita itu sampai ada yang menunjukkan kepadanya bahwa wanita itu ada di rumah seorang majusi. la mendatanginya dan berkata, “Aku ingin menjemput wanita yang mulia, wanita ’alawiyyah beserta anak-anaknya.” Orang itu berkata, “Tidak bisa ! Aku telah mendapatkan barakah yang tidak terhingga atas kedatangan mereka.”. “Aku beri kamu seribu dinar dan serahkan mereka kepadaku.”, rayu si muslim. “Tidak bisa?”. jawab orang itu. “Harus.”, kata si muslim lagi. Orang itu berkata lagi, “Apa yang kamu inginkan sungguh aku lebih berhak memilikinya. Istana yang kamu lihat dalam mimpimu itu diciptakan bagiku. Apakah kamu akan menunjukkan kepadaku tentang Islam? Demi Allah. aku dan keluargaku tidak tidur tadi malam kecuali bahwa kami semua sudah masuk Islam berkat wanita itu. Dan aku pun bermimpi seperti yang kau impikan.” Rasulullah berkata kepadaku, “Apakah wanita ‘alawiyyah dan anak-anaknya bersamamu?” Aku jawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Istana itu untukmu dan keluargamu. Kamu dan keluargamu menjadi penghuni surga. Kamu diciptakan sebagai mukmin oleh Allah sejak zaman azali.”Si muslim pun pulang dengan penuh rasa sedih dan kecewa. Tidak ada yang tahu sedalam apa kesedihan dan kekecewaannya selain Allah. (Dikisahkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kaba’ir)
Subhanallah.. Lihatlah, betapa besar barokah berbuat baik kepada anak yatim. Betapa ia dapat mendatangkan kemuliaan di dunia bagi orang yang melakukannya.
Berikut adalah video kisah anak yatim yang mencarikan makanan demi adiknya, Luangkan waktu sejenak untuk menonton video ini, Semoga Allah senantiasa membuka hati kita agar bisa menerima hidayah dan taufik-Nya, Aamiin.
Jangan mengaku mencintai Rasulullah jika tak bisa menyayangi anak yatim dan fakir miskin. Setelah melihat video ini silahkan share, Semoga menjadi amal jariyah Anda.
أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ فَذَٰلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلْيَتِيمَ
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim (Q.S. Al-ma’un ayat 1 dan 2)
Di antara ajaran Islam yang mulia ini adalah perintah untuk berbuat baik kepada anak yatim, sebagaimana yang Allah perintahkan dalam ayat di atas.
Allah Azza wa Jalla memuji al-Abrar (orang-orang yang berbakti kepada Allah), karena sifat-sifat mereka yang utama. Salah satunya adalah memberi makan kepada anak yatim. Allah Subahnahu wa Ta’ala berfirman:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (QS. Al-Insân/76: 8)
Dan Allah Azza wa Jalla mencela orang-orang yang tidak mempedulikan anak yatim.
كَلَّا ۖ بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ ﴿١٧﴾ وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ الْمِسْكِينِ
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. [Al-Fajr/89: 17-18]
Anjuran berbuat baik kepada anak yatim lebih ditekankan jika anak yatim itu merupakan kerabat. Allâh Subahnahu wa Ta’ala berfirman:
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ ﴿١١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ ﴿١٢﴾ فَكُّ رَقَبَةٍ ﴿١٣﴾ أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ ﴿١٤﴾ يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ
Tetapi dia (manusia itu) tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. (QS. Al-Balad/90: 11-15)
Rasulullâh Shallallahu ‘alahi wa sallam juga memberitakan bahwa orang yang mencukupi kebutuhan anak yatim akan masuk surga berdekatan dengan Beliau Shallallahu ‘alahi wa sallam.
Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Saya dan orang yang mencukupi anak yatim di dalam sorga seperti ini”, beliau berisyarat dengan dua jari beliau, jari telunjuk dan jari tengah. (HR Al-Bukhari)
Seorang sahabat mengeluh kepada Nabi tentang hatinya yang keras, kemudian Nabi bersabda: ‘Usaplah kepala yatim, dan berilah makan orang miskin’. (HR. Ahmad)
“Aku dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini (dan beliau memberi isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya, lalu membukanya (HR. Bukhari, Tirmidzi, Abu Dawud)
“Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke surga, kecuali bila ia berbuat dosa besar yang tidak terampuni. (HR. Tirmidzi)
Akibat Memakan Harta Anak Yatim dan Tidak Berbuat Baik Kepadanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (Q.S Annisa: 10)
وَلا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa” (Q.S Al-An’am : 152, dan Q.S Al-Israa’: 34)
As-Suddiy berkata, ”Orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan keluar nyala api dari mulut, telinga, hidung, dan matanya. Siapa pun yang meiihatnya pasti mengetahui bahwa ia adalah pemakan harta anak yatim” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir)
Dalam perjalanan isra dan miraj Rasulullah diperlihatkan siksa bagi orang-orang yang hidup di dunia sesuai amal perbuatannya termasuk didalamnya orang-orang yang memakan harta anak yatim. Keadaan mereka sangat mengerikan dengan kedua tangan mereka dibelenggu dan begitu juga dengan kaki-kaki mereka. Diatas punggung mereka diletakkan setrika yang panasnya luar biasa membara. Tentu saja dalam waktu sekejap atau sebentar saja kulit akan rontok dan melepuh. Seketika, kulit kembali udah sebagaimana sedia kala, dan diletakkan kembali setrika yang maha panas tadi diatas punggungnya, begitulah seterusnya terjadi hingga pengulangan kejadian ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama. Yaitu sesuai kejahatannya.
Kita mungkin pernah terbakar oleh panasnya setrika yang ada dirumah. Panas bukan, tidak terbayangkan seberapa panas setrika di neraka yang panas apinya jauh lebih panas dari api yang ada dibumi. Naudzubillah min dzalik.
Para ulama berkata, “Setiap wali anak yatim, jika ia seorang yang miskin lalu ia memakan harta anak yatim itu dengan cara yang baik sesuai dengan tanggungjawabnya, mengurusnya dan mengembangkan hartanya, itu tidak mengapa. Namun jika melebihi dari yang sewajarnya, maka itu adalah harta haram”.
Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu. maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah is makan harta itu dengan cara yang baik” (Q.S. An-Nisa’: 6)
Yang dimaksud dengan ‘memakan dengan cara yang baik’ adalah,
- Pertama, mengambilnya sebagai hutang.
- Kedua, memakannya sekedar kebutuhan, tidak berlebih-lebihan.
- Ketiga, mengambilnya senilai dengan upah (yang umum berlaku) seumpama ia bekerja pada anak yatim itu.
- Keempat, mengambilnya dalam kondisi darurat. Artinya jika suatu saat ia berkecukupan ia membayarnya, tetapi jika tidak harta yang telah diambilnya itu halal baginya.
Keempat pendapat ini disebutkan oleh Ibnul Jauziy dalam tafsirnya. (Lihat Zadul Masir (2/16))
Mengasuh anak yatim artinya mengurus segala kebutuhan dan kemaslahatannya; mulai dari urusan makan, pakaian, dan mengem-bangkan hartanya jika anak yatim itu memiliki harta. Sedangkan jika anak yatim itu tidak memiliki harta maka pengasuh anak yatim memberikan nafkah dan pakaian untuknya demi mengharapkan wajah Allah. Adapun maksud lafazh ‘baik masih kerabatnya atau bukan’ dalam hadits di atas adalah bahwa si pengasuh itu bisa jadi kakeknya, saudaranya, ibunya, pamannya, ayah tirinya, bibinya, atau pun kerabat-kerabat yang lain. Dan bisa juga orang lain yang tidak ada hubungan kekerabatan dengannya sama sekali.
Seseorang berkata kepada Abu Darda’ Radhiallahu’anhu, “Berilah saya wasiat!” Abu Darda’ berkata, “Kasihilah anak yatim, dekatkanlah ia kepadamu dan berilah makan dengan makananmu. Sesungguhnya saya mendengar ketika seseorang menghadap Rasulullah Sholallahu’alaihi wa sallam mengadukan kekerasan hatinya, beliau bersabda, “Jika kamu ingin supaya hatimu menjadi lembut, maka dekatkanlah anak yatim kepadamu, usaplah kepalanya dan berilah makan dari makananmu, maka itu akan melembutkan hatimu dan akan memudahkanmu dalam memenuhi kebutuhanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (11035) dan Abu Nu’aim, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 854)
Dikisahkan, seorang salaf berkata, “Dahulu aku adalah seorang yang tenggelam dalam berbagai macam perbuatan maksiat dan mabuk-mabukan. Pada suatu hari aku menemukan seorang anak yatim yang miskin. Lalu aku ambil anak yatim itu dan aku berbuat baik kepadanya. Aku beri ia makan, pakaian, dan aku mandikan ia sampai bersih semua kotoran yang menempel di tubuhnya, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku menyayanginya seperti seorang ayah menyayangi anaknya, bahkan lebih. Malamnya aku tidur dan bermimpi bahwa kiamat sudah tiba. Aku dipanggil menuju hisab. Kemudian aku diperintahkan untuk masuk neraka karena banyaknya dosa dan maksiat yang aku kerjakan. Malaikat Zabaniyah menyeretku untuk memasukkanku ke dalam neraka. Saat itu aku merasa kecil dan hina di hadapan mereka. Tiba-tiba anak yatim itu menghadang di tengah jalan sambil berkata, ‘Tinggalkan ia, wahai malaikat Rabb-ku! Biarlah aku memintakan syafaat untuknya kepada Rabb-ku. Dialah yang dulu telah berbuat baik kepadaku. Telah memuliakanku!’ Malaikat berkata, ‘Tetapi aku tidak diperintahkan untuk itu.’ Sekonyong-konyong terdengar seruan dari Allah, firman-Nya, Biarkan, dia, sungguh aku telah mengampuninya dengan syafaat anak yatim itu dan kebaikannya kepadanya!’ Lalu aku terbangun dan aku pun bertaubat kepada Allah azza wa jalla, dan saya terus berusaha semaksimal mungkin untuk mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak yatim.” (Dikisahkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kaba’ir)
Dalam salah satu munajatnya, Nabi Dawud ‘Alayhissalam bertanya, “Duhai Ilah-ku, apakah pahala bagi orang yang menyayangi anak yatim dan janda untuk mengharap wajah-Mu semata?” Allah menjawab, “Pahalanya, aku naungi ia di bawah naungan-Ku pada hari tidak ada naungan selain naunganku.” Maksudnva adalah naungan ‘arsy-Ku pada hari kiamat. (Dikisahkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kaba’ir)
Ada sebuah kisah berkenaan dengan berbuat baik kepada janda dan anak yatim. Adalah satu keluarga yang masih merupakan keturunan sahabat Ali bin Abi Thalib. Mereka tinggal di luar tanah Arab, di kota Balkh dengan kecukupan. Seorang suami, istri dan anak-anak perempuan. Suatu hari meninggallah sang suami, dan kehidupan pun berbalik 180 derajat. Janda dan anak-anak perempuannya jatuh miskin. Akhirnya mereka pun meninggalkan negeri mereka khawatir akan kejahatan orang-orang yang tidak suka dengan keberadaan mereka. Kebetulan ketika itu musim dingin sedang hebat-hebatnva. Ketika memasuki sebuah negeri wanita itu menempatkan anak-anak-nva di sebuah masjid tua yang sudah lama tidak dipakai. la sendiri pergi mencarikan sesuap makanan untuk mereka. Malam itu ia melewati dua komplek; pertama dipimpin oleh seorang lelaki muslim yang adalah syaikhul balad, petinggi negeri itu. Satu komplek lagi dipimpin oleh seorang lelaki majusi yang adalah dlaminul balad, kepala keamanan negeri. Wanita itu menemui lelaki muslim terlebih dahulu dan menceritakan keadaannya kepadanya. Katanya, “Saya adalah seorang wanita ‘alawiyyah, keturunan All bin Abi Thalib “Saya membawa anak-anak perempuan yang yatim, yang saya tempatkan di sebuah masjid tua. Saya minta bantuan makanan buat mereka malam ini.” Lelaki itu menjawab, “Datangkan bukti bahwa kamu ini benar-benar seorang wanita ‘alawiyyah yang mulia.” Wanita itu berkata lagi, “Saya adalah seorang asing di negeri ini. Siapa yang mengenali saya?”. Lelaki itu berpaling dan tidak mau menolongnva. Wanita itu pergi dengan hati yang berkeping-keping. Maka ia pun menemui lelaki majusi, menjelaskan keadaannva. la ceritakan bahwa bersamanya ada anak-anak perempuan yang yatim dan ia sendiri adalah seorang perempuan keturunan baik-baik yang asing. la juga menceritakan kejadian antara dia dan syaikhul balad. Orang Majusi itu bangkit dan menyuruh istrinya untuk menjemput anak-anak perempuan wanita itu. Mereka diberi makanan yang lezat dan pakaian yang indah. Mereka menginap di rumah itu dengan penuh kenikmatan dan kemuliaan. Pada malam itu juga orang muslim yang telah menolak wanita janda itu bermimpi sepertinya kiamat sudah terjadi. Panji pun telah dikibarkan di atas kepala Nabi. Tiba-tiba tampak sebuah istana yang terbuat dari zamrud hijau, serambinya terbuat dari mutiara dan merah delima, dan kubahnya terbuat dari mutiara dan permata marjan. Lelaki itu bertanya, “Wahai Rasulullah, untuk siapakah istana ini?”. “Untuk seorang Lelaki muslim ahli tauhid.”, jawab beliau. Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku seorang muslim ahli tauhid.” Rasulullah bersabda. “Datangkan bukti bahwa kamu adalah seorang muslim ahli tauhid!” Maka orang itu kebingungan. Lalu Rasulullah menjelaskan, “Ketika kamu dimintai tolong oleh seorang wanita ‘alawiyyah itu, kamu mengatakan ‘datangkan bukti bahwa kamu benar-benar seorang ‘alawiyyah’. Begitu juga denganmu sekarang. Coba datangkan bukti bahwa kamu benar-benar seorang muslim.” Lelaki itu terbangun dan sangat bersedih telah menolak wanita itu. Maka ia berkeliling ke seluruh penjuru kota mencari wanita itu sampai ada yang menunjukkan kepadanya bahwa wanita itu ada di rumah seorang majusi. la mendatanginya dan berkata, “Aku ingin menjemput wanita yang mulia, wanita ’alawiyyah beserta anak-anaknya.” Orang itu berkata, “Tidak bisa ! Aku telah mendapatkan barakah yang tidak terhingga atas kedatangan mereka.”. “Aku beri kamu seribu dinar dan serahkan mereka kepadaku.”, rayu si muslim. “Tidak bisa?”. jawab orang itu. “Harus.”, kata si muslim lagi. Orang itu berkata lagi, “Apa yang kamu inginkan sungguh aku lebih berhak memilikinya. Istana yang kamu lihat dalam mimpimu itu diciptakan bagiku. Apakah kamu akan menunjukkan kepadaku tentang Islam? Demi Allah. aku dan keluargaku tidak tidur tadi malam kecuali bahwa kami semua sudah masuk Islam berkat wanita itu. Dan aku pun bermimpi seperti yang kau impikan.” Rasulullah berkata kepadaku, “Apakah wanita ‘alawiyyah dan anak-anaknya bersamamu?” Aku jawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Istana itu untukmu dan keluargamu. Kamu dan keluargamu menjadi penghuni surga. Kamu diciptakan sebagai mukmin oleh Allah sejak zaman azali.”Si muslim pun pulang dengan penuh rasa sedih dan kecewa. Tidak ada yang tahu sedalam apa kesedihan dan kekecewaannya selain Allah. (Dikisahkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kaba’ir)
Subhanallah.. Lihatlah, betapa besar barokah berbuat baik kepada anak yatim. Betapa ia dapat mendatangkan kemuliaan di dunia bagi orang yang melakukannya.
Berikut adalah video kisah anak yatim yang mencarikan makanan demi adiknya, Luangkan waktu sejenak untuk menonton video ini, Semoga Allah senantiasa membuka hati kita agar bisa menerima hidayah dan taufik-Nya, Aamiin.
Jangan mengaku mencintai Rasulullah jika tak bisa menyayangi anak yatim dan fakir miskin. Setelah melihat video ini silahkan share, Semoga menjadi amal jariyah Anda.