UCAPAN "RIP" dinilai merupakan budaya non-Muslim yang tidak seharusnya diikuti umat Islam.
Salah satu tindakan salah kaprah yang sedang melanda atau sering dilakukan kaum muslim pada era sekarang ini adalah terkait dengan ucapan "RIP".
Sering kali kita menyaksikan di media sosial seperti Tweeter maupun di Facebook ketika ada berita kematian seorang muslim tertulis kata RIP. Tulisan ini menjadi trend masa kini, ketika mendengar kabar berita tentang kematian. Satu yang menjadi pertanyaan mengganjal di benak, yaitu pengunaan istilah "RIP" untuk seorang muslim atau muslimah.
Kabarmakkah.com perlu menjelaskan penggunaan istilah tersebut. RIP merupakan istilah dari bahasa Ingrris, yaitu singkatan dari Rest In Peace atau dalam bahasa Indonesia artinya beristirahat dengan damai.
Menurut sejarah, istilah ini sering digunakan umat Nasrani yang merupakan bagian dari aqidah Katholik, biasa terdapat pada epitaf dan disenandungkan saat Misa Requiem. Keyakinan ini juga terdapat pada agama Yahudi. Epitaf RIP ditemukan pada nisan Bet Shearim, Yahudi, yang meninggal 1 Abad Sebelum Masehi. Variasi lain Requiescat in pace atau Rest in Peace dalam bahasa Inggris adalah penambahan kata "may (semoga)".
Ini terkait keyakinan dosa yang ditebus. Ungkapan RIP dalam bentuk ringkas maupun panjang digunakan pada upacara pemakaman tradisional Yahudi. Pijakannya adalah Talmud kuno. RIP dalam bahasa Inggris, yakni rest in peace, tidak ditemukan pada kuburan sebelum abad VIII Masehi. Meluas penggunaannya setelah abad XVIII.
Sedangkan bila merujuk ayat Alquran surat Al Baqarah(2):155 dan 156, tertulis, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"
Di sini letak kesalahkaprahannya. Dalam ayat itu jelas ALLAH memerintahakan hambanya, apabila tertipa musibah agar mengucapkan "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Dan Karena kematian merupakan musibah yang di berikan ALLAH sebagai ujian kepada hambaNya yang sabar.
Apakah RIP merupakan ucapan belasungkawa semata? Tidak. Ucapan belasungkawa yang biasa gunakan kaum Nasrani adalah ungkapan "in my deepest condolence (pada duka cita yang amat dalam)" atau serupa itu. Menilik sejarah yang lebih rinci, istilah ini merupakan konsekuensi iman & bagian dari peribadatan mereka. Di mana orang yang sudah diupacarai dengan misa dan pernyataan RIP ada di dalamnya, dianggap sudah "bersih" dari dosa karena sudah ditebus. Dan menurut mereka yang tak mengimani RIP berarti sekaligus tak percaya kepada otoritas gereja maupun pastor, berarti ini menunjukkan bahwa RIP adalah bagian keimanan pada agama mereka.
Dalam akun Facebook As-Sunnah Ustad Sofyan Chalid Ruray, memberikan jawaban terkait hukum penggunaan istilah RIP ini. Diantaranya adalah:
1. Jika ucapan tersebut adalah kebiasaan orang-orang kafir maka hukumnya haram karena seorang muslim diharamkan menyerupai orangorang kafir. Merujuk sebuah hadis Nabi : "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka." [HR. Abu Daud dari Ibnu Umar radhiyallahuanhuma, Al-Irwa: 1269]
2. Kalaupun ucapan tersebut bukan kebiasaan orang-orang kafir maka tetap saja tidak dibenarkan karena tidak berdasarkan dalil Alquran & As-Sunnah, dan tidak pula bermakna doa. Adapun yang disyariatkan adalah mengucapkan istirja (innaa lillahi wa innaa ilaihi roojiun) dan mendoakan agar si mayit diampuni, dengan doa-doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahualaihi wa sallam, seperti doa Nabi shallallahualaihi wa sallam untuk Abu Salamah, yang artinya : "Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya di tengah orang-orang yang mendapatkan hidayah, gantikanlah sepeninggalnya untuk orang-orang yang ia tinggalkan, ampunilah kami dan dia ya Rabbal aalamiin, luaskanlah kuburannya dan terangilah dia padanya." [HR. Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahuanha]
3. Jika makna ucapan tersebut adalah, "Beristirahatlah dalam damai" maka itu tidak benar, sebab kita tidak tahu kondisi orang yang mati, apakah ia dalam keadaan mendapat nikmat atau azab kubur. Demikian pula setelah hari kebangkitannya, kita tidak tahu apakah ia termasuk penghuni surga atau neraka.
4. Jika si mayit itu mati dalam keadaan kafir maka sudah pasti ia termasuk penghuni neraka, bagaimana bisa dikatakan: Beristirahatlah dalam damai?
Wallahu A'lam.