Banyak yang mengatakan bahwa seseorang tidak diperbolehkan untuk su’udzan dan harus lebih banyak berkhusnudzan lantaran bisa menimbulkan penyakit hati. Su’udzan sendiri merupakan prasangka lain pada hati kita terhadap orang lain.
Perlu diketahui bahwa su’udzan terbagi menjadi beberapa tingkatan, dari yang diharamkan hingga yang diwajibkan. Di dalam Mausu’ah Al Akhlak Al Islami disebutkan bahwa, “Batasan suudzan yang pelakunya mendapat ancaman hukuman adalah semua dzan yang tidak didukung dalil shahih, yang dinilai oleh syariat, tertanam dalam hati, dan dibenarkan oleh orangnya sendiri, dan itu dilakukan terus-menerus, hingga dia ucapkan, serta berusaha untuk menggalinya.” (al-Mausu’ah al-Akhlak al-Islami, Durar at-Tsaniyah)
Lantas apa saja tingkatan su’udzan tersebut?
1. Su’udzan Yang Diharamkan
Su’udzan yang termasuk diharamkan dan berdosa besar adalah su’udzan kepada Allah. Dalam Al Jawab Al Kafi, Ibnul Qayyim mengatakan, “Dosa yang paling besar di sisi Allah adalah su'udzan dengan-Nya. Karena orang yang suudzan kepada Allah, dia memiliki prasangka yang bertentangan dengan kesucian-Nya, dia berprasangka yang mengurangi kesempurnaan nama dan sifat-Nya.” (al-Jawab al-Kafi, hlm. 96)
Su’udzan yang diharamkan juga adalah su’udzan kepada orang mukmin yang shaleh seperti para nabi. Disebutkan oleh Imam Nawawi bahwa su’udzan kepada nabi sama dengan tindakan kekufuran.
Dalam Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi berkata, “Suudzan kepada para Nabi termasuk kekufuran dengan sepakat ulama.” (Syarh Shahih Muslim)
Bahkan Al Haitsami dalam kitab Az Zawajir menyebutkan suudzan kepada mukmin yang baik termasuk dosa yang besar.
2. Su’udzan Yang Mubah Atau Tidak Berakibat Dosa
Berburuk sangka yang mubah adalah ketika ditujukan kepada orang memiliki pemikiran sesat ataupun ahli maksiat. Atau juga suudzan kepada orang kafir.
Dalam Asy Syarh Al Mumthi, Imam Ibnu Utsaimin berkata, “Haram suudzan kepada sesama muslim. Sementara kepada orang kafir, tidak terlarang suudzan kepadanya. Karena dia memang layak diberi suudzan. Sementara orang yang dikenal suka berbuat dosa dan maksiat, tidak masalah memberikan suudzan kepadanya. Karena memang dia layak untuk mendapatkannya.” (as-Syarh al-Mumthi’, 5/300)
3. Suudzan Yang Dianjurkan
Selain dilarang, suudzan juga ada yang dianjurkan. Tujuan jenis suudzan ini adalah untuk menghindari mudharat yang lebih besar lagi lantaran adanya sengketa dengan orang lain.
Dalam Raudhatul Uqala, Abu Hatim Al Busti mengatakan,”Diantara suudzan yang dianjurkan… seperti permusuhan yang terjadi antara seseorang dengan kawannya, baik karena masalah agama atau dunia, sementara dikhawatirkan ada yang mengancam keselamatan dirinya, maka dia wajib suudzan dari setiap gelagat buruk kawannya. Agar dia tidak diserang dengan konspirasi temannya, yang bisa menyakitinya.” (Raudhatul Uqala, 1/127)
4. Suudzan Yang Wajib
Suudzan ternyata menjadi benteng bagi masyarakat dalam bergaul dengan tujuan untuk keselamatan secara syar’i. Salah satunya adalah dengan su’udzan terhadap mereka yang merupakan pemalsu atau pendusta hadist.
Wallahu A’lam
Baca Juga:
Perlu diketahui bahwa su’udzan terbagi menjadi beberapa tingkatan, dari yang diharamkan hingga yang diwajibkan. Di dalam Mausu’ah Al Akhlak Al Islami disebutkan bahwa, “Batasan suudzan yang pelakunya mendapat ancaman hukuman adalah semua dzan yang tidak didukung dalil shahih, yang dinilai oleh syariat, tertanam dalam hati, dan dibenarkan oleh orangnya sendiri, dan itu dilakukan terus-menerus, hingga dia ucapkan, serta berusaha untuk menggalinya.” (al-Mausu’ah al-Akhlak al-Islami, Durar at-Tsaniyah)
Lantas apa saja tingkatan su’udzan tersebut?
1. Su’udzan Yang Diharamkan
Su’udzan yang termasuk diharamkan dan berdosa besar adalah su’udzan kepada Allah. Dalam Al Jawab Al Kafi, Ibnul Qayyim mengatakan, “Dosa yang paling besar di sisi Allah adalah su'udzan dengan-Nya. Karena orang yang suudzan kepada Allah, dia memiliki prasangka yang bertentangan dengan kesucian-Nya, dia berprasangka yang mengurangi kesempurnaan nama dan sifat-Nya.” (al-Jawab al-Kafi, hlm. 96)
Su’udzan yang diharamkan juga adalah su’udzan kepada orang mukmin yang shaleh seperti para nabi. Disebutkan oleh Imam Nawawi bahwa su’udzan kepada nabi sama dengan tindakan kekufuran.
Dalam Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi berkata, “Suudzan kepada para Nabi termasuk kekufuran dengan sepakat ulama.” (Syarh Shahih Muslim)
Bahkan Al Haitsami dalam kitab Az Zawajir menyebutkan suudzan kepada mukmin yang baik termasuk dosa yang besar.
2. Su’udzan Yang Mubah Atau Tidak Berakibat Dosa
Berburuk sangka yang mubah adalah ketika ditujukan kepada orang memiliki pemikiran sesat ataupun ahli maksiat. Atau juga suudzan kepada orang kafir.
Dalam Asy Syarh Al Mumthi, Imam Ibnu Utsaimin berkata, “Haram suudzan kepada sesama muslim. Sementara kepada orang kafir, tidak terlarang suudzan kepadanya. Karena dia memang layak diberi suudzan. Sementara orang yang dikenal suka berbuat dosa dan maksiat, tidak masalah memberikan suudzan kepadanya. Karena memang dia layak untuk mendapatkannya.” (as-Syarh al-Mumthi’, 5/300)
3. Suudzan Yang Dianjurkan
Selain dilarang, suudzan juga ada yang dianjurkan. Tujuan jenis suudzan ini adalah untuk menghindari mudharat yang lebih besar lagi lantaran adanya sengketa dengan orang lain.
Dalam Raudhatul Uqala, Abu Hatim Al Busti mengatakan,”Diantara suudzan yang dianjurkan… seperti permusuhan yang terjadi antara seseorang dengan kawannya, baik karena masalah agama atau dunia, sementara dikhawatirkan ada yang mengancam keselamatan dirinya, maka dia wajib suudzan dari setiap gelagat buruk kawannya. Agar dia tidak diserang dengan konspirasi temannya, yang bisa menyakitinya.” (Raudhatul Uqala, 1/127)
4. Suudzan Yang Wajib
Suudzan ternyata menjadi benteng bagi masyarakat dalam bergaul dengan tujuan untuk keselamatan secara syar’i. Salah satunya adalah dengan su’udzan terhadap mereka yang merupakan pemalsu atau pendusta hadist.
Wallahu A’lam
Baca Juga:
- Suka Berburuk Sangka? Ini Bahaya Yang Akan Mengancam Jiwa Dan Tubuhmu
- Jangan Buruk Sangka Dulu Jika Doa Doamu Tak Pernah Dikabulkan, Mungkin Ini Sebabnya