Wakil Sekretaris Jenderal MUI, KH. Tengku Zulkarnain menegaskan, bahwa Al Qur’an itu merupakan petunjuk nyata bagi manusia (hudallinnas). Seharusnya manusia sebagai makhluk yang berakal mau mempelajari dan memahami petunjuk-Nya.
“Rasulullah lah yang mengajarkan Al Qur’an kepada umatnya. Yang tahu Al Qur’an itu adalah Nabi Muhammad Saw, para sahabat, para tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan ulama yang ahli tafsir.”
Dijelaskan KH. Tengku Zulkarnain, jika ada yang mengangga[p hanya Allah saja yang mampu menafsirkan Al Qur’an, lalu untuk apa Allah turunkan Kitab Suci Al Qur’an kepada manusia. Kalau begitu, disimpan aja Al Qur’an sama Allah.
“Kalau hanya Allah yang tahu tafsir Al Qur’an yang sebenarnya, berarti ulama yang menafsirkan ayat itu salah semua, karena yang hanya Allah yang tahu. Kalau begitu, cara shalat kita salah, puasa salah, yang tahu hanya Allah. Ini namanya tafsir ngablon alias ngawur,” tegas KH. Tengku Zulkarnain seperti dilansir Islampos, belum lama ini di kantor MUI, Jakarta.
Ucapan seorang Nusron Wahid itu sangat berbahaya bagi umat. tambah KH. Tengku Zulkarnain, dia menafsirkan ayat itu sendiri menurut pemikirannya, katanya hanya Allah yang mengerti, tapi kenapa kok merasa lebih mengerti.
Mengenai siroh Nabi yang diucapkan seorang profesor dalam Indonesia Lawyers Club (ILC) di sebuah televisi swasta, bahwa risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw ketika itu dalam situasi aman dan damai, terutama di Kota Suci Mekkah.
“Itu pandangan yang keliru. Bohong, kalau di Mekkah ketika itu dianggap aman tentram. Buktinya Nabi Saw mengungsi (hijrah) ke Madinah.”
Bukti lain Mekkah tidak dalam kondisi aman adalah ketika Sumayyah mengucapkan kalimat tauhid “Lailaha illallahh”. Summayyah ketika itu ditusuk kemaluannya sampai tembus hingga ke mulutnya oleh Abu Jahal.
Kemudian, ada sahabat Nabi (Yasir) yang mati disalib, dan anaknya Amr bin Yasir disiksa, lalu Bilal pun mendapat perlakuan yang sama. Umat Islam saat itu dalam keadaan menderita, diboikot di lembah Bani Hasyim selama tiga tahun, tidak boleh makan, dan tidak ada yang menjual makanan dan minuman.
Tak sedikit kaum muslimin yang ketika menerima Islam sebagai agama, yang syahid karena kelaparan.“Bohong! Kalau selama 13 tahun, Nabi selama berada di Mekkah dalam kondisi aman,” ungkap KH. Tengku Zulkarnain.
Siroh kedua, ketika itu Nabi Muhammad Saw mengirim para sahabatnya hijrah ke Abasyiah (Ethiopia) yang saat itu diterima baik oleh Raja Najasi yang beragama Nasrani.
“Jadi, siroh itu konteksnya tidak sama dengan Jakarta. Nah, kalau Jakarta, umat Islam tidak mengungsi. Jadi, meskipun profesior, jangan pernah menipu umat. Itu Raja Najasi secara diam-diam masuk Islam. Buktinya, ketika wafat, malaikat Jibril memberi tahu Nabi Saw agar melaksanakan shalat ghaib.”
Jadi, kata KH. Tengku Zulkarnain, Raja Najasi itu Islam, jangan dibilang kafir. Raja Najasi dishalatkan nabi atas perintah Allah melalui Malaikat Jibril. Haditsnya shohih muslim.
“Pemikiran yang disampaikan Nusron Wahid itu berbahaya. Pemikirannya bisa menjadi racun yang merusak umat. Tidak usahlah terlalu pandai dari Al Qur’an. Kalau hukum Al Qur’an ya hukum Qur’an. Cuma kita bernegara, dan sikap bernegara MUI adalah menyerahkan perkara hukum pada penegak hukum, karena kita taat pada hukum negara,” terang KH. Tengku Zulkarnain.
Bicara pemimpin Islam, kata KH. Tengku Zulkarnain, bukan hanya ada dalam QS. Al Ma’idah. Ada banyak ayat, lebih dari 15 ayat yang menjellaskan tentang larangan memilih pemimpin non muslim, banyak ayat lain.
“Jadi siapapun tidak bisa mengintervensi MUI untuk mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan terkait penistaan agama yang dilakukan Ahok. MUI nggak digaji kok, nggak cari duit. MUI hanya menjelaskan ayat suci Al Qur’an kepada umat secara benar,” tukas KH. Tengku Zulkarnain.
Tegakkan Hukum Seadil-adilnya
Sementara itu, Ketua Umum MUI, KH. Ma’ruf Amin, menjelaskan, bahwa MUI tidak bicara dalam konteks membahas tafsir. MUI hanya membahas ucapan Ahok yang mengatakan 'dibohongi dengan ayat Al Ma’idah 51'?. Itu tidak benar!
”Ulama punya hak untuk menafsirkan Al Qur’an. MUI tidak menafikan jika ada ulama yang menafsirkan Al Qur’an, dan MUI tidak melarangnya. Yang dibahas MUI adalah ucapan Gubernur DKI Jakarta yang mengatakan, bahwa yang memberikan penafsiran soal pemimpin itu dianggap membohongi, dalam hal ini ‘dibohongi dengan ayat Al Ma’idah,” papar KH. Ma’ruf Amin.
Jika ada pihak yang mengatakan, hanya Allah saja yang bisa menafsirkan Al Qur’an, itu justru memberi tafsir sendiri dan telah keluar dari lingkup Ahlussunnah wal Jamaah.
MUI berharap, umat Islam tidak emosional dan teriak-teriak. Lebih baik menyerahkan persoalan itu kepada pihak yang berwajib.
“Rasulullah lah yang mengajarkan Al Qur’an kepada umatnya. Yang tahu Al Qur’an itu adalah Nabi Muhammad Saw, para sahabat, para tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan ulama yang ahli tafsir.”
Dijelaskan KH. Tengku Zulkarnain, jika ada yang mengangga[p hanya Allah saja yang mampu menafsirkan Al Qur’an, lalu untuk apa Allah turunkan Kitab Suci Al Qur’an kepada manusia. Kalau begitu, disimpan aja Al Qur’an sama Allah.
“Kalau hanya Allah yang tahu tafsir Al Qur’an yang sebenarnya, berarti ulama yang menafsirkan ayat itu salah semua, karena yang hanya Allah yang tahu. Kalau begitu, cara shalat kita salah, puasa salah, yang tahu hanya Allah. Ini namanya tafsir ngablon alias ngawur,” tegas KH. Tengku Zulkarnain seperti dilansir Islampos, belum lama ini di kantor MUI, Jakarta.
Ucapan seorang Nusron Wahid itu sangat berbahaya bagi umat. tambah KH. Tengku Zulkarnain, dia menafsirkan ayat itu sendiri menurut pemikirannya, katanya hanya Allah yang mengerti, tapi kenapa kok merasa lebih mengerti.
Mengenai siroh Nabi yang diucapkan seorang profesor dalam Indonesia Lawyers Club (ILC) di sebuah televisi swasta, bahwa risalah Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw ketika itu dalam situasi aman dan damai, terutama di Kota Suci Mekkah.
“Itu pandangan yang keliru. Bohong, kalau di Mekkah ketika itu dianggap aman tentram. Buktinya Nabi Saw mengungsi (hijrah) ke Madinah.”
Bukti lain Mekkah tidak dalam kondisi aman adalah ketika Sumayyah mengucapkan kalimat tauhid “Lailaha illallahh”. Summayyah ketika itu ditusuk kemaluannya sampai tembus hingga ke mulutnya oleh Abu Jahal.
Kemudian, ada sahabat Nabi (Yasir) yang mati disalib, dan anaknya Amr bin Yasir disiksa, lalu Bilal pun mendapat perlakuan yang sama. Umat Islam saat itu dalam keadaan menderita, diboikot di lembah Bani Hasyim selama tiga tahun, tidak boleh makan, dan tidak ada yang menjual makanan dan minuman.
Tak sedikit kaum muslimin yang ketika menerima Islam sebagai agama, yang syahid karena kelaparan.“Bohong! Kalau selama 13 tahun, Nabi selama berada di Mekkah dalam kondisi aman,” ungkap KH. Tengku Zulkarnain.
Siroh kedua, ketika itu Nabi Muhammad Saw mengirim para sahabatnya hijrah ke Abasyiah (Ethiopia) yang saat itu diterima baik oleh Raja Najasi yang beragama Nasrani.
“Jadi, siroh itu konteksnya tidak sama dengan Jakarta. Nah, kalau Jakarta, umat Islam tidak mengungsi. Jadi, meskipun profesior, jangan pernah menipu umat. Itu Raja Najasi secara diam-diam masuk Islam. Buktinya, ketika wafat, malaikat Jibril memberi tahu Nabi Saw agar melaksanakan shalat ghaib.”
Jadi, kata KH. Tengku Zulkarnain, Raja Najasi itu Islam, jangan dibilang kafir. Raja Najasi dishalatkan nabi atas perintah Allah melalui Malaikat Jibril. Haditsnya shohih muslim.
“Pemikiran yang disampaikan Nusron Wahid itu berbahaya. Pemikirannya bisa menjadi racun yang merusak umat. Tidak usahlah terlalu pandai dari Al Qur’an. Kalau hukum Al Qur’an ya hukum Qur’an. Cuma kita bernegara, dan sikap bernegara MUI adalah menyerahkan perkara hukum pada penegak hukum, karena kita taat pada hukum negara,” terang KH. Tengku Zulkarnain.
Bicara pemimpin Islam, kata KH. Tengku Zulkarnain, bukan hanya ada dalam QS. Al Ma’idah. Ada banyak ayat, lebih dari 15 ayat yang menjellaskan tentang larangan memilih pemimpin non muslim, banyak ayat lain.
“Jadi siapapun tidak bisa mengintervensi MUI untuk mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan terkait penistaan agama yang dilakukan Ahok. MUI nggak digaji kok, nggak cari duit. MUI hanya menjelaskan ayat suci Al Qur’an kepada umat secara benar,” tukas KH. Tengku Zulkarnain.
Tegakkan Hukum Seadil-adilnya
Sementara itu, Ketua Umum MUI, KH. Ma’ruf Amin, menjelaskan, bahwa MUI tidak bicara dalam konteks membahas tafsir. MUI hanya membahas ucapan Ahok yang mengatakan 'dibohongi dengan ayat Al Ma’idah 51'?. Itu tidak benar!
”Ulama punya hak untuk menafsirkan Al Qur’an. MUI tidak menafikan jika ada ulama yang menafsirkan Al Qur’an, dan MUI tidak melarangnya. Yang dibahas MUI adalah ucapan Gubernur DKI Jakarta yang mengatakan, bahwa yang memberikan penafsiran soal pemimpin itu dianggap membohongi, dalam hal ini ‘dibohongi dengan ayat Al Ma’idah,” papar KH. Ma’ruf Amin.
Jika ada pihak yang mengatakan, hanya Allah saja yang bisa menafsirkan Al Qur’an, itu justru memberi tafsir sendiri dan telah keluar dari lingkup Ahlussunnah wal Jamaah.
MUI berharap, umat Islam tidak emosional dan teriak-teriak. Lebih baik menyerahkan persoalan itu kepada pihak yang berwajib.