Penghormatan terhadap syiar Islam kini semakin mulai luntur. Salah satunya seperti yang terjadi di Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara dimana seorang muadzin ditangkap polisi dengan cara yang tidak berperikemanusiaan setelah dirinya memprotes suara musik yang tidak dikecilkan ketika adzan berkumandang.
Peristiwa tersebut terjadi pada hari Senin (17/10/2016) ketika perayaan HUT ke 71 Kabupaten Labuhan Baru Sumatera Utara di Lapangan Ikabina Rantauprapat, seberang Mapolres Labuhanbatu.
Dilansir dari Medan Satu, saat siang hari itu adzan berkumandang cukup dekat dari lapangan yakni sekitar 20 meter. Namun panitia tetap melangsungkan acara tersebut dengan berbagai tarian etnis.
Lantaran dirasa sangat keras dan mengganggu kenyamanan umat Islam dalam melaksanakan sholat, muadzin Masjid Muhsinin Labuhan Batu bernama Eka Ramadhana kemudian mendatangi protokol agar acara dihentikan sementara. Namun pihak protokol menyuruh Eka untuk mendatangi panitia yang berada di bagian podium.
Setelah aspirasinya tidak didengarkan oleh pihak panitia, Eka pun kembali lagi ke Masjid guna melaksanakan shalat. Tapi ketika dalam perjalanan, ia justru dikejar oleh puluhan panitia, polisi dan Satpol PP. Cara mereka membawa Eka pun sangat tidak manusiawi yakni dengan cara diapit lehernya.
Tentu saja aksi mengejar dan menangkap muadzin tersebut menghebohkan warga sekitar. Sejumlah warga pun meminta agar polisi membebaskan Eka dari Mapolres.
Ketika berada di rumahnya, Eka menuturkan bahwa ia saat itu menemui panitia yang berada di tribun. Namun ternyata aspirasinya agar suara musik dikecilkan justru diabaikan. Selain itu pihak Satpol PP malah memarahinya hingga akhirnya ia dikejar puluhan orang.
“Saya hanya minta suara loudspeakernya dikecilkan, karena pas adzan, tapi malah dimarahi. Tidak ada saya memaki cuma pas mau shalat saya dikejar. Ya larilah saya dan ditangkap ramai-ramai,” ucap Eka.
Sikap aparat dan panitia itu pun disesalkan oleh warga. Selain bersikap kasar, panitia pun tidak memperhitungkan waktu adzan dalam penyusunan acaranya.
Seorang PNS bahkan mengaku malu atas kelakuan panitia tersebut. Padahal di sekitar lapangan tersebut terdapat dua buah masjid yang terdengar suara adzannya.
“Bikin malu saja panitianya, apapun ceritanya itu kesalahan panitia. Seharusnya panitia tahu itu jam shalat. Masak tak dipikirkan suara adzan dari dua masjid tadi, saya saja mendengarnya, jelas kalipun. Selaku PNS saya pun malu,” ucapnya.
Terkait insiden tersebut, Bupati Pemkab Labuhanbatu, H Pangonal Harahap mengatakan bahwa itu hanya kekhilafan saja.
“Itu bukan insiden, cuma hanya kekhilafan. Sudah saya panggil tadi panitianya,” ujar Bupati.
Baca Juga:
Eka Ramadhana diapit lehernya gara-gara meminta panitia mengecilkan suara musik saat adzan (Medansatu.com) |
Dilansir dari Medan Satu, saat siang hari itu adzan berkumandang cukup dekat dari lapangan yakni sekitar 20 meter. Namun panitia tetap melangsungkan acara tersebut dengan berbagai tarian etnis.
Lantaran dirasa sangat keras dan mengganggu kenyamanan umat Islam dalam melaksanakan sholat, muadzin Masjid Muhsinin Labuhan Batu bernama Eka Ramadhana kemudian mendatangi protokol agar acara dihentikan sementara. Namun pihak protokol menyuruh Eka untuk mendatangi panitia yang berada di bagian podium.
Setelah aspirasinya tidak didengarkan oleh pihak panitia, Eka pun kembali lagi ke Masjid guna melaksanakan shalat. Tapi ketika dalam perjalanan, ia justru dikejar oleh puluhan panitia, polisi dan Satpol PP. Cara mereka membawa Eka pun sangat tidak manusiawi yakni dengan cara diapit lehernya.
Tentu saja aksi mengejar dan menangkap muadzin tersebut menghebohkan warga sekitar. Sejumlah warga pun meminta agar polisi membebaskan Eka dari Mapolres.
Ketika berada di rumahnya, Eka menuturkan bahwa ia saat itu menemui panitia yang berada di tribun. Namun ternyata aspirasinya agar suara musik dikecilkan justru diabaikan. Selain itu pihak Satpol PP malah memarahinya hingga akhirnya ia dikejar puluhan orang.
“Saya hanya minta suara loudspeakernya dikecilkan, karena pas adzan, tapi malah dimarahi. Tidak ada saya memaki cuma pas mau shalat saya dikejar. Ya larilah saya dan ditangkap ramai-ramai,” ucap Eka.
Sikap aparat dan panitia itu pun disesalkan oleh warga. Selain bersikap kasar, panitia pun tidak memperhitungkan waktu adzan dalam penyusunan acaranya.
Seorang PNS bahkan mengaku malu atas kelakuan panitia tersebut. Padahal di sekitar lapangan tersebut terdapat dua buah masjid yang terdengar suara adzannya.
“Bikin malu saja panitianya, apapun ceritanya itu kesalahan panitia. Seharusnya panitia tahu itu jam shalat. Masak tak dipikirkan suara adzan dari dua masjid tadi, saya saja mendengarnya, jelas kalipun. Selaku PNS saya pun malu,” ucapnya.
Terkait insiden tersebut, Bupati Pemkab Labuhanbatu, H Pangonal Harahap mengatakan bahwa itu hanya kekhilafan saja.
“Itu bukan insiden, cuma hanya kekhilafan. Sudah saya panggil tadi panitianya,” ujar Bupati.
Baca Juga:
- Hormati Agama Islam, Perdana Menteri India Ini Hentikan Pidato Saat Adzan Berkumandang
- Subhanallah, Salman Khan Hentikan Acara Saat Adzan Berkumandang
- Syafaat Nabi Yang Secara Tak Sadar Selalu Kita Sia-Siakan