Ketua MUI Jawa Timur KH Abdusshomad Buchori menegaskan bahwa pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Probolinggo, Taat Pribadi, dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) itu sama-sama penista agama.
"Kami sudah meneliti Padepokan Dimas Kanjeng itu sejak 2014 dan kami menemukan tujuh ajaran penyesatan, sedangkan MUI Pusat juga sudah memutuskan Ahok telah menghina Islam dan ulama," katanya di sela rapat koordinasi ormas Islam di Kantor MUI Jatim, Surabaya, Rabu (12/10/2016).
Didampingi Wakil Ketua MUI Jatim KH Nuruddin A Rahman yang juga koordinator Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jatim itu, ia menjelaskan pihaknya bersama perwakilan ormas se-Jatim sudah menyepakati kasus Dimas Kanjeng dan Ahok itu sama-sama kasus penodaan agama.
"Kami sudah membuat keputusan soal kasus penodaan agama terkait Dimas Kanjeng itu dalam pertemuan di Kantor MUI Jatim pada 6 Oktober 2016, lalu kami melaporkan ke MUI Pusat yang rencananya akan segera mengeluarkan fatwa," katanya.
Namun, pihaknya menggelar pertemuan ormas Islam untuk kedua kalinya (12/10) guna menyampaikan tuntutan kedua kasus penistaan agama. "Kasus Dimas Kanjeng bukan hanya kasus pembunuhan, penipuan, atau money laundring, tapi juga ada penodaan agama," katanya.
Menurut dia, penelitian pertama kasus Padepokan Dimas Kanjeng itu dilakukan MUI Probolinggo pada tahun 2014, lalu hasilnya dibahas dalam rapat di Probolinggo antara MUI Jatim, MUI Probolinggo, dan Forpimda Probolinggo pada tahun 2015.
"Kami menemukan tujuh ajaran padepokan itu yang menyimpang dari ajaran Islam, karena itu kami menilai mereka itu sesat dan menyesatkan. Namun, kasus itu sulit dibongkar, karena itu kami mencari bukti-bukti untuk membongkar kasus itu," katanya dikutip Antara.
Oleh karena itu, pihaknya melapor ke MUI Pusat terkait kasus penodaan agama oleh padepokan itu hingga akhirnya polisi bertindak terkait kasus lain yakni pembunuhan. "Kini, MUI Jatim diwakili Sekjen GUIB M Yunus dan perwakilan ormas melaporkan kasus penodaan agama ke Polda Jatim," katanya.
Tujuh ajaran Dimas Kanjeng yang melenceng adalah praktik "kun fayakun" yang bertentangan dengan iradah Allah, wirid manunggaling kawula-Gusti, shalawat fulus yang tidak ada dalam Islam, bank ghaib (khurafat), konsep karomah tapi dipertontonkan, shalat radhiyatul qubri, dan menyalahgunakan makna Istighatsah.
"Intinya ajaran Dimas Kanjeng itu merupakan kasus penipuan, namun dibungkus dengan kedok agama. Penipuan itu dilakukan melalui penggandaan uang. Kalau dia bisa menggandakan uang, kenapa mereka masih meminta mahar kepada calon anggota baru. Itu tidak logis," katanya.
Terkait tuntutan GUIB untuk Dimas Kanjeng yang menyangkut pelanggaran UU Nomor 1/PNPS/1965 itu, MUI Jatim meminta polisi mengusut tuntas kasus itu, termasuk kaitannya dengan kasus money laundring dan penodaan agama yang perlu ditindak tegas.
Kepada pemerintah dan pihak berwenang, pihaknya meminta pemerintah menutup atau membubarkan padepokan yang terdaftar sebagai yayasan dengan akte notaris atas nama Ayu Marliaty pada 10 Mei 2012 dan KemenkumHAM dengan SK tertanggal 13 Juni 2012.
Terkait Ahok, GUIB juga melaporkan terkait kasus penodaan agama dengan merujuk Keputusan MUI Pusat bahwa Ahok telah menghina Islam dan ulama dalam pernyataannya yang menyitir QS Almaidah 51. MUI berharap laporan GUIB itu diteruskan ke Mabes Polri untuk melengkapi tujuh laporan penodaan agama yang sudah masuk.
"Saya sudah membaca sepuluh kitab tafsir untuk memaknai QS Almaidah itu dan kami yakin ada unsur penghinaan. Ini bukan soal SARA, karena masyarakat mayoritas berharap pimpinan dari kalangan mayoritas itu wajar," katanya.
Sumber
"Kami sudah meneliti Padepokan Dimas Kanjeng itu sejak 2014 dan kami menemukan tujuh ajaran penyesatan, sedangkan MUI Pusat juga sudah memutuskan Ahok telah menghina Islam dan ulama," katanya di sela rapat koordinasi ormas Islam di Kantor MUI Jatim, Surabaya, Rabu (12/10/2016).
Didampingi Wakil Ketua MUI Jatim KH Nuruddin A Rahman yang juga koordinator Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jatim itu, ia menjelaskan pihaknya bersama perwakilan ormas se-Jatim sudah menyepakati kasus Dimas Kanjeng dan Ahok itu sama-sama kasus penodaan agama.
"Kami sudah membuat keputusan soal kasus penodaan agama terkait Dimas Kanjeng itu dalam pertemuan di Kantor MUI Jatim pada 6 Oktober 2016, lalu kami melaporkan ke MUI Pusat yang rencananya akan segera mengeluarkan fatwa," katanya.
Namun, pihaknya menggelar pertemuan ormas Islam untuk kedua kalinya (12/10) guna menyampaikan tuntutan kedua kasus penistaan agama. "Kasus Dimas Kanjeng bukan hanya kasus pembunuhan, penipuan, atau money laundring, tapi juga ada penodaan agama," katanya.
Menurut dia, penelitian pertama kasus Padepokan Dimas Kanjeng itu dilakukan MUI Probolinggo pada tahun 2014, lalu hasilnya dibahas dalam rapat di Probolinggo antara MUI Jatim, MUI Probolinggo, dan Forpimda Probolinggo pada tahun 2015.
"Kami menemukan tujuh ajaran padepokan itu yang menyimpang dari ajaran Islam, karena itu kami menilai mereka itu sesat dan menyesatkan. Namun, kasus itu sulit dibongkar, karena itu kami mencari bukti-bukti untuk membongkar kasus itu," katanya dikutip Antara.
Oleh karena itu, pihaknya melapor ke MUI Pusat terkait kasus penodaan agama oleh padepokan itu hingga akhirnya polisi bertindak terkait kasus lain yakni pembunuhan. "Kini, MUI Jatim diwakili Sekjen GUIB M Yunus dan perwakilan ormas melaporkan kasus penodaan agama ke Polda Jatim," katanya.
Tujuh ajaran Dimas Kanjeng yang melenceng adalah praktik "kun fayakun" yang bertentangan dengan iradah Allah, wirid manunggaling kawula-Gusti, shalawat fulus yang tidak ada dalam Islam, bank ghaib (khurafat), konsep karomah tapi dipertontonkan, shalat radhiyatul qubri, dan menyalahgunakan makna Istighatsah.
"Intinya ajaran Dimas Kanjeng itu merupakan kasus penipuan, namun dibungkus dengan kedok agama. Penipuan itu dilakukan melalui penggandaan uang. Kalau dia bisa menggandakan uang, kenapa mereka masih meminta mahar kepada calon anggota baru. Itu tidak logis," katanya.
Terkait tuntutan GUIB untuk Dimas Kanjeng yang menyangkut pelanggaran UU Nomor 1/PNPS/1965 itu, MUI Jatim meminta polisi mengusut tuntas kasus itu, termasuk kaitannya dengan kasus money laundring dan penodaan agama yang perlu ditindak tegas.
Kepada pemerintah dan pihak berwenang, pihaknya meminta pemerintah menutup atau membubarkan padepokan yang terdaftar sebagai yayasan dengan akte notaris atas nama Ayu Marliaty pada 10 Mei 2012 dan KemenkumHAM dengan SK tertanggal 13 Juni 2012.
Terkait Ahok, GUIB juga melaporkan terkait kasus penodaan agama dengan merujuk Keputusan MUI Pusat bahwa Ahok telah menghina Islam dan ulama dalam pernyataannya yang menyitir QS Almaidah 51. MUI berharap laporan GUIB itu diteruskan ke Mabes Polri untuk melengkapi tujuh laporan penodaan agama yang sudah masuk.
"Saya sudah membaca sepuluh kitab tafsir untuk memaknai QS Almaidah itu dan kami yakin ada unsur penghinaan. Ini bukan soal SARA, karena masyarakat mayoritas berharap pimpinan dari kalangan mayoritas itu wajar," katanya.
Sumber