Islam model apa, mendengar adzan tapi tidak mendatanginya? Islam model apa, orang-orang yang tidak suka memakmurkan rumah Allah Ta’ala dan tidak bersegera menuju masjid atau musholla jika adzan telah terdengar?
Para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menganggap orang yang gemar meninggalkan shalat berjamaah sebagai kaum munafik.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu berkata,
“Saya telah melihat (keadaan kami pada waktu itu) tidaklah ada yang meninggalkan shalat jama’ah, kecuali seorang munafik, yang dimaklumi kemunafikannya.”
Sebagian ulama tafsir menerangkan makna firman Allah,
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” (QS. Al-Shaffat: 35)berlaku bagi orang yang tidak menghadiri shalat jamaah.
Ulama sepakat disyariatkannya shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki sehat, muqim, dan mendengar adzan. Perbedaan terletak pada hukumnya. Tiga imam madzhab; Abu Hanifah, Malik, dan Syafi'i rahimahumullah berpendapat sunnah mu'akkadah, tidak wajib.
Sedangkan Imam Ahmad dan lainnya, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, berpendapat wajib berJama'ah dalam shalat lima waktu bagi laki-laki mukallaf. Sebagian sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud serta beberapa ulama tabi'in dan ulama madzhab Dzahiri berpendapat demikian.
Pernah ada laki-laki buta datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata, "Ya Rasulullah, sungguh aku tidak punya pemandu yang menuntunku ke masjid." Lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberi rukhshah (keringanan) padanya. Ketika dia beranjak pergi, beliau memanggilnya dan bertanya, "apakah kamu mendengar panggilan shalat (adzan)?” Dia menjawab: "Ya." Beliau bersabda, "penuhilah panggilannya." (HR. Muslim dalam shahihnya)
Shalat adalah media penghubung hamba kepada Rabb-Nya. Keselamatan dan keberuntungan hamba sangat tergantung kepada baiknya hubungan ini. “Siapa berpegang teguh kepada Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran: 101)
Ibnu Katsir menerangkan bahwa menjaga hubungan bai dengan Allah dan tawakkal kepada-Nya adalah modal hidayah dan dijauhkan dari kesesatan, sarana kepada petunjuk, jalan yang lurus, dan sampai kepada tujuan.
Tidak mungkin umat ini akan berjaya tanpa menjaga hubungan baik dengan Allah ‘Azza w Jalla. Tidak mungkin meraih keberuntungan jika tidak mengagungan syiar Allah ini. Pantaslah jika para ulama menganggap orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah sebagai munafikin dan jauh dari Allah Ta’ala.
Syaikh Shalih Fauzan berkata, “Adapun jika dia shalat Jum’at bersama jama’ah, dan meninggalkan shalat jamaah pada sebagian shalat wajib lima waktu, akan tetapi dia tetap shalat (sendiri), maka ini adalah munafik, (karena) orang yang meninggalkan shalat lima waktu berjamaah adalah seorang munafik.”
Kemudian beliau nukil hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Shalat yang paling berat bagi seorang munafik adalah shalat Isya’ dan Shalat Subuh.” (Muttafaq ‘Alaih)
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu berkata, “Saya telah melihat (keadaan kami pada waktu itu) tidaklah ada yang meninggalkan sholat jama’ah, kecuali seorang munafik, yang dimaklumi kemunafikannya”.”
Wallahu A'lam.
Para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menganggap orang yang gemar meninggalkan shalat berjamaah sebagai kaum munafik.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu berkata,
ولقد رأيتنا، وما يتخلف عنها إلا منافق معلوم النفاق
“Saya telah melihat (keadaan kami pada waktu itu) tidaklah ada yang meninggalkan shalat jama’ah, kecuali seorang munafik, yang dimaklumi kemunafikannya.”
Sebagian ulama tafsir menerangkan makna firman Allah,
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” (QS. Al-Shaffat: 35)berlaku bagi orang yang tidak menghadiri shalat jamaah.
Ulama sepakat disyariatkannya shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki sehat, muqim, dan mendengar adzan. Perbedaan terletak pada hukumnya. Tiga imam madzhab; Abu Hanifah, Malik, dan Syafi'i rahimahumullah berpendapat sunnah mu'akkadah, tidak wajib.
Sedangkan Imam Ahmad dan lainnya, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, berpendapat wajib berJama'ah dalam shalat lima waktu bagi laki-laki mukallaf. Sebagian sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud serta beberapa ulama tabi'in dan ulama madzhab Dzahiri berpendapat demikian.
Pernah ada laki-laki buta datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata, "Ya Rasulullah, sungguh aku tidak punya pemandu yang menuntunku ke masjid." Lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberi rukhshah (keringanan) padanya. Ketika dia beranjak pergi, beliau memanggilnya dan bertanya, "apakah kamu mendengar panggilan shalat (adzan)?” Dia menjawab: "Ya." Beliau bersabda, "penuhilah panggilannya." (HR. Muslim dalam shahihnya)
Shalat adalah media penghubung hamba kepada Rabb-Nya. Keselamatan dan keberuntungan hamba sangat tergantung kepada baiknya hubungan ini. “Siapa berpegang teguh kepada Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran: 101)
Ibnu Katsir menerangkan bahwa menjaga hubungan bai dengan Allah dan tawakkal kepada-Nya adalah modal hidayah dan dijauhkan dari kesesatan, sarana kepada petunjuk, jalan yang lurus, dan sampai kepada tujuan.
Tidak mungkin umat ini akan berjaya tanpa menjaga hubungan baik dengan Allah ‘Azza w Jalla. Tidak mungkin meraih keberuntungan jika tidak mengagungan syiar Allah ini. Pantaslah jika para ulama menganggap orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah sebagai munafikin dan jauh dari Allah Ta’ala.
Syaikh Shalih Fauzan berkata, “Adapun jika dia shalat Jum’at bersama jama’ah, dan meninggalkan shalat jamaah pada sebagian shalat wajib lima waktu, akan tetapi dia tetap shalat (sendiri), maka ini adalah munafik, (karena) orang yang meninggalkan shalat lima waktu berjamaah adalah seorang munafik.”
Kemudian beliau nukil hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Shalat yang paling berat bagi seorang munafik adalah shalat Isya’ dan Shalat Subuh.” (Muttafaq ‘Alaih)
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu berkata, “Saya telah melihat (keadaan kami pada waktu itu) tidaklah ada yang meninggalkan sholat jama’ah, kecuali seorang munafik, yang dimaklumi kemunafikannya”.”
Wallahu A'lam.