Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, apapun latar belakang mereka. Itu juga yang prinsip yang dipegang oleh Siti Habiba terhadap anak-anak yang kurang mendapatkan pendidikan.
Wanita berhijab yang lulus sebagai seorang sarjana ini mendedikasikan dirinya untuk menjadi pengajar anak Suku Asmat. Bahkan ia rela tidak dibayar demi baktinya dalam mencerdaskan anak-anak tersebut.
Sosok Siti Habiba pun semakin mencuat setelah salah seorang pengguna Facebook bernama Floribertus Rahardi membagikan kisah pertemuannya dengan guru inspiratif tersebut.
“Namanya Siti Habiba, S1 Universitas Musamus, Merauke. Ia juga Dan 1 Karateka Gabdian Shitoryukai,” tulis Rahardi.
Dalam unggahannya tersebut juga ia menjelaskan bahwa Siti tinggal di Perumahan Weda Permai Merauke bersama dengan suami dan kedua anaknya. Perumahan itu dekat dengan Kampung Asmat Sungai Weda.
Dari keterangan Siti Habiba diketahui bahwa anak-anak Suku Asmat tidak diperkenankan bersekolah lantaran tidak memiliki akta kelahiran. Sehingga tidak ada satu sekolah pun yang mau menampung mereka.
Atas kondisi itu, Siti Habiba kemudian berinisiatif mengajak mereka belajar membaca, menulis maupun berhitung di dalam rumahnya yang terbilang sederhana.
“Bu Siti atas inisiatif pribadi mengundang anak-anak itu untuk diajari membaca, menulis dan berhitung di rumahnya yang sempit,” tulis Rahardi.
Melihat kesungguhan dan ajakan Siti Habiba, anak-anak Suku Asmat pun tampak bahagia dan bersemangat. Bahkan jumlah anak-anak yang belajar di rumahnya mencapai 113 orang.
Karena semangat anak-anak itu, Siti Habiba kemudian memilih untuk mundur dari tugasnya seorang guru olahraga di sebuah SMA dan fokus untuk mengajar anak-anak yang kurang mendapatkan keadilan dalam pendidikan tersebut.
Anak-anak Suku Asmat yang ia ajari semuanya beragama Kristen. Meski demikian, ia tidak mempermasalahkannya dan tetap mengajar anak-anak dengan ikhlas.
Selain itu di agama Kristen, anak-anak diwajibkan untuk bersekolah minggu. Namun karena jaraknya yang jauh, mereka pun enggan untuk datang.
“Bu Siti berinisiatif menawarkan rumahnya yang sudah menjadi sekolah mereka untuk menjadi lokasi sekolah minggu. Orangtua anak-anak dan guru sekolah minggu setuju. Maka anak-anak itu kemudian berkumpul di rumah Bu Siti untuk bersekolah minggu,” pungkas Rahardi.
Demikianlah sosok Siti Habiba, sosok muslim yang mengabdikan dirinya untuk kemanusiaan dan pendidikan, meski terhadap mereka yang memiliki keyakinan berbeda.
Wanita berhijab yang lulus sebagai seorang sarjana ini mendedikasikan dirinya untuk menjadi pengajar anak Suku Asmat. Bahkan ia rela tidak dibayar demi baktinya dalam mencerdaskan anak-anak tersebut.
Siti Habiba, sosok guru pengajar anak-anak Suku Asmat (Facebook.com/Floribertus Rahardi) |
“Namanya Siti Habiba, S1 Universitas Musamus, Merauke. Ia juga Dan 1 Karateka Gabdian Shitoryukai,” tulis Rahardi.
Dalam unggahannya tersebut juga ia menjelaskan bahwa Siti tinggal di Perumahan Weda Permai Merauke bersama dengan suami dan kedua anaknya. Perumahan itu dekat dengan Kampung Asmat Sungai Weda.
Dari keterangan Siti Habiba diketahui bahwa anak-anak Suku Asmat tidak diperkenankan bersekolah lantaran tidak memiliki akta kelahiran. Sehingga tidak ada satu sekolah pun yang mau menampung mereka.
Atas kondisi itu, Siti Habiba kemudian berinisiatif mengajak mereka belajar membaca, menulis maupun berhitung di dalam rumahnya yang terbilang sederhana.
“Bu Siti atas inisiatif pribadi mengundang anak-anak itu untuk diajari membaca, menulis dan berhitung di rumahnya yang sempit,” tulis Rahardi.
Melihat kesungguhan dan ajakan Siti Habiba, anak-anak Suku Asmat pun tampak bahagia dan bersemangat. Bahkan jumlah anak-anak yang belajar di rumahnya mencapai 113 orang.
Karena semangat anak-anak itu, Siti Habiba kemudian memilih untuk mundur dari tugasnya seorang guru olahraga di sebuah SMA dan fokus untuk mengajar anak-anak yang kurang mendapatkan keadilan dalam pendidikan tersebut.
Anak-anak Suku Asmat yang ia ajari semuanya beragama Kristen. Meski demikian, ia tidak mempermasalahkannya dan tetap mengajar anak-anak dengan ikhlas.
Selain itu di agama Kristen, anak-anak diwajibkan untuk bersekolah minggu. Namun karena jaraknya yang jauh, mereka pun enggan untuk datang.
“Bu Siti berinisiatif menawarkan rumahnya yang sudah menjadi sekolah mereka untuk menjadi lokasi sekolah minggu. Orangtua anak-anak dan guru sekolah minggu setuju. Maka anak-anak itu kemudian berkumpul di rumah Bu Siti untuk bersekolah minggu,” pungkas Rahardi.
Demikianlah sosok Siti Habiba, sosok muslim yang mengabdikan dirinya untuk kemanusiaan dan pendidikan, meski terhadap mereka yang memiliki keyakinan berbeda.
Baca Juga: Muslimah Ini Menjadi Bidan Sekaligus Guru Bagi Anak-Anak Di Wilayah Terpencil