Paham radikalisme dalam beragama saat ini memang menyasar kalangan anak muda, terutama para pelajar. Seperti halnya yang terjadi di kalangan pelajar Indramayu. Lewat disusupi materi berupa kajian agama, pemahaman ini kemudian dengan mudahnya masuk ke dalam instansi pendidikan tanpa disadari.
Penemuan ini terungkap setelah salah seorang pelajar berinisial DL (18 tahun) yang merupakan warga asal Kecamatan Kandanghaur mengaku telah mengikuti kajian yang mengajak kepada radikalisme. DL beserta teman-temannya melakukan kajian tersebut usai jam sekolah dan bertempat di sebuah mushola yang diselingi terlebih dahulu dengan mata pelajaran agama.
“Kegiatannya dilakukan di sebuah mushola di kecamatan Kandanghaur,” ucap DL, sebagaimana dikutip dari Fajarnews (25/2/2016).
Awalnya DL dan teman-temannya menyangka jika kajian tersebut seperti halnya kajian agama biasa. Namun setelah ada pemberian materi tentang seruan berjihad, dirinya pun merasakan ada sebuah kejanggalan.
“Sehabis pulang sekolah, saya bersama dengan saudara saya mengikuti diskusi keagamaan tersebut bersama dengan para pelajar lainnya yang berbeda sekolah,” tuturnya.
Tak hanya seruan untuk berjihad tanpa dasar yang jelas, DL juga mendapatkan pemahaman bahwa seseorang boleh membunuh orangtuanya jika tidak sepaham dengan dirinya ataupun melakukan penentangan. Para pelajar pun harus ikut aksi turun ke jalan dengan mengenakan gamis.
Sementara itu Kabag Kesra Indramayu, Dra Hj Andi Rugaya mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi dan aparat desa guna menekan pemahaman radikalisme di kalangan pelajar.
“Kita akan berkoordinasi dengan instansi terkait diantaranya Kemenag dan MUI serta jajaran lainnya untuk membicarakan hal tersebut,” ungkapnya.
Hj Andi juga menilai bahwa semakin intensnya pemahaman tersebut masuk dalam pemikiran para pelajar yang masih labil dan kurang pengalaman, membuat mereka bisa melakukan berbagai aktivitas yang terbilang ekstrem.
Baca Juga:
Para pelajar tunjukkan buku yang berisi radikalisme (Kompas.com) |
“Kegiatannya dilakukan di sebuah mushola di kecamatan Kandanghaur,” ucap DL, sebagaimana dikutip dari Fajarnews (25/2/2016).
Awalnya DL dan teman-temannya menyangka jika kajian tersebut seperti halnya kajian agama biasa. Namun setelah ada pemberian materi tentang seruan berjihad, dirinya pun merasakan ada sebuah kejanggalan.
“Sehabis pulang sekolah, saya bersama dengan saudara saya mengikuti diskusi keagamaan tersebut bersama dengan para pelajar lainnya yang berbeda sekolah,” tuturnya.
Tak hanya seruan untuk berjihad tanpa dasar yang jelas, DL juga mendapatkan pemahaman bahwa seseorang boleh membunuh orangtuanya jika tidak sepaham dengan dirinya ataupun melakukan penentangan. Para pelajar pun harus ikut aksi turun ke jalan dengan mengenakan gamis.
Sementara itu Kabag Kesra Indramayu, Dra Hj Andi Rugaya mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi dan aparat desa guna menekan pemahaman radikalisme di kalangan pelajar.
“Kita akan berkoordinasi dengan instansi terkait diantaranya Kemenag dan MUI serta jajaran lainnya untuk membicarakan hal tersebut,” ungkapnya.
Hj Andi juga menilai bahwa semakin intensnya pemahaman tersebut masuk dalam pemikiran para pelajar yang masih labil dan kurang pengalaman, membuat mereka bisa melakukan berbagai aktivitas yang terbilang ekstrem.
Baca Juga:
- Ini Usulan Mufti Azhar Untuk Mencegah Ajaran Radikal
- Muslim Indo Lebih ‘Arab’ Daripada Orang Arab Sendiri.. Benarkah?
- Dituduh Mendukung Aksi Terorisme, Ini Bantahan Zakir Naik