Anugerah Allah, kami dapat membangun rumah sederhana diatas tanah kaplingan seukuran 10 x 15 meter, berdampingan dengan langar ( masjid kecil ). Disanalah wadah kami bernaung membesarkan empat orang anak kami.
Disebelah rumah kami ada sebidang tanah, aku pernah memintanya agar dijual kepada kami, barang 5 meter, atau 4, atau 3 atau hanya satu mter saja, tapi yang empunya tidak mau.
Suatu hari, pemiliknya datang kerumah kami, minta agar kami bersedia membayar untuk tanahnya selebar 5 meter memanjang sepanjang rumah kami, Dia minta dibayar separoh harga, sisanya boleh dicicil.
Kuambil tas yang berisi barang keperluan untuk perjalanan yang baru kubawa sehabis dari luar kota. Seingatku didalamnya ada sebuah amplop, berisi sejumlah uang yang belum kuhitung berapa banyaknya. Setelah amplop itu dibuka, ternyata isinya cukup untuk membayar jumlah yang diminta. Deal saat itu juga, uang mukapun kami bayar, Alhamdulillah, tanah pekarangan tetangga seluas 5x15 meter menjadi milik kami.
Setelah itu, kubangun rumah perlahan dari gaji bulanan, menyambung pada bangunan yang sudah ada, dengan saya tukangi sendiri, Terwujudlah sebuah rumah kontrakan, dan setelah jadi langsung kami sewakan. Beberapa penyewa silih berganti, uniknya beberapa penyewa adalah pengantin baru, dan di rumah itulah mereka mendapatkan kenangan terindah, buah hati, momongan pertama. Ada dua anak yang masih kami kenal, Al Fatih dan satunya lagi Yusril Maulana.
Bangunan sengaja dibuat bersambung dengan bangunan lama (kopel), niatnya agar jangan sampai rumah itu terjual, karena susah mencari pembeli yang minat pada rumah berkonstruksi kopel.
Tahun 2008, antrean calon haji semakin panjang, Orang yang membayar uang muka semakin banyak, giliran berangkat semakin lama, paling cepat lima tahunan baru sampai giliran. Dan untuk mendapatkan giliran mesti membayar uang muka.
Adinda, isteriku satu satunya, kuminta persetujuannya untuk menjual rumah kontrakan itu, agar bisa membayar uang muka ONH, namun Dia tidak menyetujuinya, karena masih berharap akan dapat uang darisumber lainnya.
Setelah beberapa bulan aku membujuknya, akhirnya iapun menyetujuinya.
Aku tawarkan rumah itu melalui internet, beberapa peminatpun datang, tidak ada kesepakatan, mereka jadi mundur mungkin karena konstruksi rumah yang masih kopel, atau mungkin karena posisinya yang berdampingan dengan mushalla ( masjid kecil ) hingga dari mulutku terucap “asal cukup untuk setor dua ONH aku lepas”
Datanglah seorang tetangga, masih famili juga, dia mau membelinya dengan harga yang ia sanggupi, senilai ongkos naik haji untuk dua orang, tidak bisa lebih, pas dengan ucapanku “asal cukup untuk setor dua ONH”.
Tiba tiba aku teringat, kayaknya ini perlu bayar zakat juga, padahal uangnya cuman pas pasan untuk setoran uang muka ONH, lalu kubujuk mereka agar menambahnya, dan kamipun sepakat dengan harganya itu, yang cuman cukup atau setara setoran dua ONH saat itu, plus beberapa ratus ribu rupiah, hingga cukuplah untuk membayar zakatnya , 2,5 %.
Awal tahun 2009, dengan uang itu kami menyetor ONH, nomor antrean sudah didapatkan, giliran berangkat lima tahun kemudian.
Do’aku untuk bisa datang kembali ke Ka’bah bersama Adinda, sudah diambang mata, setelah terbongkarnya rahasia Allah di tanah pekarangan tetangga, Allah telah menitipkan rezeki, modal kami berdua untuk bisa pergi haji bersama.
Saya teringat guyonan tetangga “Kalau mau bisa naik haji, maka ada beberapa surat yang mesti dibaca dan ada surat yang mesti diperiksa periksa. Surat yang mesti sering dibaca adalah surat Yasin, Al Mulk dan surat Al Waqi’ah. Sedangkan surat yang mesti sering diperiksa adalah surat tanah, mana tahu harganya sudah naik tinggi”
Subhanallah, sebuah guyonan yang sekarang menjadi kenyataan.
Yadis Banjar (yadis59@yahoo.co.id)
Ilustrasi |
Disebelah rumah kami ada sebidang tanah, aku pernah memintanya agar dijual kepada kami, barang 5 meter, atau 4, atau 3 atau hanya satu mter saja, tapi yang empunya tidak mau.
Suatu hari, pemiliknya datang kerumah kami, minta agar kami bersedia membayar untuk tanahnya selebar 5 meter memanjang sepanjang rumah kami, Dia minta dibayar separoh harga, sisanya boleh dicicil.
Kuambil tas yang berisi barang keperluan untuk perjalanan yang baru kubawa sehabis dari luar kota. Seingatku didalamnya ada sebuah amplop, berisi sejumlah uang yang belum kuhitung berapa banyaknya. Setelah amplop itu dibuka, ternyata isinya cukup untuk membayar jumlah yang diminta. Deal saat itu juga, uang mukapun kami bayar, Alhamdulillah, tanah pekarangan tetangga seluas 5x15 meter menjadi milik kami.
Setelah itu, kubangun rumah perlahan dari gaji bulanan, menyambung pada bangunan yang sudah ada, dengan saya tukangi sendiri, Terwujudlah sebuah rumah kontrakan, dan setelah jadi langsung kami sewakan. Beberapa penyewa silih berganti, uniknya beberapa penyewa adalah pengantin baru, dan di rumah itulah mereka mendapatkan kenangan terindah, buah hati, momongan pertama. Ada dua anak yang masih kami kenal, Al Fatih dan satunya lagi Yusril Maulana.
Bangunan sengaja dibuat bersambung dengan bangunan lama (kopel), niatnya agar jangan sampai rumah itu terjual, karena susah mencari pembeli yang minat pada rumah berkonstruksi kopel.
Tahun 2008, antrean calon haji semakin panjang, Orang yang membayar uang muka semakin banyak, giliran berangkat semakin lama, paling cepat lima tahunan baru sampai giliran. Dan untuk mendapatkan giliran mesti membayar uang muka.
Adinda, isteriku satu satunya, kuminta persetujuannya untuk menjual rumah kontrakan itu, agar bisa membayar uang muka ONH, namun Dia tidak menyetujuinya, karena masih berharap akan dapat uang darisumber lainnya.
Setelah beberapa bulan aku membujuknya, akhirnya iapun menyetujuinya.
Aku tawarkan rumah itu melalui internet, beberapa peminatpun datang, tidak ada kesepakatan, mereka jadi mundur mungkin karena konstruksi rumah yang masih kopel, atau mungkin karena posisinya yang berdampingan dengan mushalla ( masjid kecil ) hingga dari mulutku terucap “asal cukup untuk setor dua ONH aku lepas”
Datanglah seorang tetangga, masih famili juga, dia mau membelinya dengan harga yang ia sanggupi, senilai ongkos naik haji untuk dua orang, tidak bisa lebih, pas dengan ucapanku “asal cukup untuk setor dua ONH”.
Tiba tiba aku teringat, kayaknya ini perlu bayar zakat juga, padahal uangnya cuman pas pasan untuk setoran uang muka ONH, lalu kubujuk mereka agar menambahnya, dan kamipun sepakat dengan harganya itu, yang cuman cukup atau setara setoran dua ONH saat itu, plus beberapa ratus ribu rupiah, hingga cukuplah untuk membayar zakatnya , 2,5 %.
Awal tahun 2009, dengan uang itu kami menyetor ONH, nomor antrean sudah didapatkan, giliran berangkat lima tahun kemudian.
Do’aku untuk bisa datang kembali ke Ka’bah bersama Adinda, sudah diambang mata, setelah terbongkarnya rahasia Allah di tanah pekarangan tetangga, Allah telah menitipkan rezeki, modal kami berdua untuk bisa pergi haji bersama.
Saya teringat guyonan tetangga “Kalau mau bisa naik haji, maka ada beberapa surat yang mesti dibaca dan ada surat yang mesti diperiksa periksa. Surat yang mesti sering dibaca adalah surat Yasin, Al Mulk dan surat Al Waqi’ah. Sedangkan surat yang mesti sering diperiksa adalah surat tanah, mana tahu harganya sudah naik tinggi”
Subhanallah, sebuah guyonan yang sekarang menjadi kenyataan.
Yadis Banjar (yadis59@yahoo.co.id)
Konten ini adalah kiriman dari pembaca kabarmakkah.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami melalui email infomakkah@mail.com