Heran merayap lamat - lamat kala saya jumpai sendiri remaja seusia saya tidak tahu menahu ihwal adab dan aqidah islami. Agaknya hari - hari mereka di habiskan untuk melayap sana - sini untuk sebuah hal yang terbilang mudharat dan menimbulkan ulah di ranah masyarakat.
Mereka begitu asik dan larut dalam lingkungan pergaulannya yang liar, brutal dan lepas kendali, mereka pulang larut malam dan tiada sedikitpun perasaan khawatir karena barangkali orangtuanya sama sekali tidak peduli. Melihat kondisi yang demikian agaknya mungkin tersemat sejumlah pertanyaan sederhana dari benak kita. Dimana peran orang tua mereka? Kemana saja orang tua mereka?
Orang tua yang hakikatnya memikul peran dan tanggung jawab besar terhadap perkembangan moral anak, sudah sepatutnya mengawasi tindak - tanduk mereka setiap saat, bukannya asyik sendiri mengais materialisme yang makin hari tiada jua berhenti, meskipun hal itu juga demi memenuhi segala kebutuhan materi anak - anaknya.
Namun sejatinya, hak anak bukan saja mereka peroleh dari segi kejasmanian melainkan juga segi kerohanian. Begitu bungah menyaksikan anak tumbuh sehat dan segala keinginannya terpenuhi oleh orang tuanya. Namun, orang tua tidak boleh abai terhadap kebutuhan moral, adab dan etika anak, terutama ihwal aturan beragama.
Ibnu Umar berkata, "Didiklah anakmu, karena kelak kamu akan di tanya tentang pendidikan dan pengajaran seperti apa yang telah kamu berikan kepada anakmu. Anakmu juga akan di tanya tentang bagaimana dia berbakti dan berlaku taat kepadamu".
Adalah sebuah kekeliruan bila orang tua yang sibuk mengejar materialisme hingga terpenuhi segala keinginan anaknya namun lengah mengajarkan kewajiban menunaikan sholat, mengaji, cara berbakti kepada orang tua dan juga pendidikan parenting lainnya. Ada baiknya mari kita simak kalam agung yang di dentingkanNya berikut ini,
"Dan perhatikanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa" (QS. Thaha:132).
Demikian juga Qatadah dalam Kitab Tafsir Ath Thabari berkata, "Perintahkan mereka untuk taat kepada Allah SWT dan laranglah mereka dari perbuatan maksiat kepadaNya. Bantulah mereka untuk mengerjakan perintah Allah. Apabila kamu melihat mereka melakukan kemaksiatan, maka tegurlah".
Saking larutnya orang tua dalam rutinitas hariannya mencari nafkah, mereka kealpaan terlanjur tidak membiasakan anak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Sang Pencipta semenjak belia, barangkali pernah ketika sekali - kali orang tua ingat dan hendak menyuruh anaknya melaksanakan sholat, mereka tertegun mendapati anaknya yang membantah meski melalui jawaban yang enteng dan sederhana, "nanti" namun pada ujungnya terlanjur lupa dan tidak di kerjakan, kalau sudah begini kasusnya maka sulit sudah kiranya mengarahkan mereka kembali untuk mengerjakan apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya, terlebih di masa remaja atau menuju dewasa dimana naluri mereka mulai memberontak dan cenderung ingin bebas, kecuali bila hal ini bisa menimpa pada anak - anak yang memiliki inisiatif, kemauan atau muncul kesadaran dari diri mereka sendiri akan pentingnya melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya terhadap Sang Pemilik Jiwa sebagai hamba.
Ada baiknya kita kenang lamat - lamat syahdu nasihat baginda Rasul berabad - abad silam ini, "Ajarilah anak - anakmu sholat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan sholat) pada usia 10 tahun" (HR Tirmidzi ).
Mengarahkan anak supaya tetap dapat meniti pada jalan yang haqiqi merupakan kewajiban yang mutlak bagi orang tua. Bila tidak demikian, maka orang tua itu di khawatirkan berbuat durhaka terhadap si anak. Maka tak pelak, bila suatu saat kelak terjadi timbal balik antara anak kepada orang tuanya yang durhaka. Secara perlahan emosionalnya tumbuh, anak mulai berfikir kritis hingga mulai berani membantah. Karena kurangnya komunikasi, kasih sayang orang tua, nutrisi moral serta etika kepada anak hingga lepas kendali orang tua terhadap si anak, maka tak ayal lagi bila kelak anak tetiba menjelma sampah masyarakat yang tidak dapat sedikitpun membuahkan manfaat meskipun bagi diri mereka sendiri.
Pembaca yang budiman, ada baiknya kita mentafakuri satu kisah berikut ini,
Syahdan suatu ketika seorang laki - laki tua datang tergopoh menemui Umar bin Khatab seraya menuturkan ihwal kedurhakaan anaknya terhadap dirinya. Lantas tak menunggu lama, Umar yang semula geram segera memanggil putra orang tua itu dan segera di hadapkan pada dirinya bersama ayahnya, kala Umar menghardiknya atas kedurhakaannya terhadap ayahnya itu, si anak lantang membela diri “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?" Umar menjawab, "betul". Kemudian si anak bertanya, “Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jelas Umar. “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi, ia menamakanku Ju’lan (kumbang yang habitatnya mengerumuni kotoran/si hitam), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” seru si anak.
Mendengar pernyataan dari si anak, lantas Umar kemudian geram dan menatap lamat orang tua itu seraya berkata “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu. Maka enyahlah dari hadapanku”
Sekelumit kisah di atas merupakan contoh gambaran dari orang tua yang mengabaikan hak - hak anaknya, hingga tumbuhlah anak itu menjadi duri yang menyakiti mereka sendiri dan berbalik mendurhakainya. Barangkali si orang tua juga telah abai mengajarkan anaknya ihwal bagaimana berbakti dan memperlakukan orang tua, barangkali orang tua lengah menanamkan benih cinta dan kasih pada sanubari anak supaya tumbuh menjadi pribadi yang lembut dan halus budi pekertinya, merasa hak nya tidak di penuhi semasa masih belia, bisa saja si anak kemudian suatu saat bertolak pergi dan cenderung acuh terhadap orang tuanya yang telah renta. Maka bila hal ini sampai terjadi, janganlah sedikitpun lekas – lekas menyalahkan si anak. Agaknya orang tua evaluasi diri terlebih dahulu mengapa si anak dapat berbuat demikian.
"Tak ada yang lebih utama yang di berikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik"(HR. Tirmidzi).
Demikian kisah dan wejangan ini saya uraikan. Adakah sesuatu yang berdenyar di kalbu pembaca? Adakah kini engkau faham? Adakah engkau para orang tua kini tergerak dan sudi menginvestasikan sedikit waktu padatmu untuk mendidik dan bersua dengan buah hatimu? syukurlah jikalau kalian mengiyakan.
Mereka begitu asik dan larut dalam lingkungan pergaulannya yang liar, brutal dan lepas kendali, mereka pulang larut malam dan tiada sedikitpun perasaan khawatir karena barangkali orangtuanya sama sekali tidak peduli. Melihat kondisi yang demikian agaknya mungkin tersemat sejumlah pertanyaan sederhana dari benak kita. Dimana peran orang tua mereka? Kemana saja orang tua mereka?
Foto siswi sma melahirkan anak dari hubungan haram dikebun |
Orang tua yang hakikatnya memikul peran dan tanggung jawab besar terhadap perkembangan moral anak, sudah sepatutnya mengawasi tindak - tanduk mereka setiap saat, bukannya asyik sendiri mengais materialisme yang makin hari tiada jua berhenti, meskipun hal itu juga demi memenuhi segala kebutuhan materi anak - anaknya.
Namun sejatinya, hak anak bukan saja mereka peroleh dari segi kejasmanian melainkan juga segi kerohanian. Begitu bungah menyaksikan anak tumbuh sehat dan segala keinginannya terpenuhi oleh orang tuanya. Namun, orang tua tidak boleh abai terhadap kebutuhan moral, adab dan etika anak, terutama ihwal aturan beragama.
Ibnu Umar berkata, "Didiklah anakmu, karena kelak kamu akan di tanya tentang pendidikan dan pengajaran seperti apa yang telah kamu berikan kepada anakmu. Anakmu juga akan di tanya tentang bagaimana dia berbakti dan berlaku taat kepadamu".
Adalah sebuah kekeliruan bila orang tua yang sibuk mengejar materialisme hingga terpenuhi segala keinginan anaknya namun lengah mengajarkan kewajiban menunaikan sholat, mengaji, cara berbakti kepada orang tua dan juga pendidikan parenting lainnya. Ada baiknya mari kita simak kalam agung yang di dentingkanNya berikut ini,
"Dan perhatikanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa" (QS. Thaha:132).
Demikian juga Qatadah dalam Kitab Tafsir Ath Thabari berkata, "Perintahkan mereka untuk taat kepada Allah SWT dan laranglah mereka dari perbuatan maksiat kepadaNya. Bantulah mereka untuk mengerjakan perintah Allah. Apabila kamu melihat mereka melakukan kemaksiatan, maka tegurlah".
Saking larutnya orang tua dalam rutinitas hariannya mencari nafkah, mereka kealpaan terlanjur tidak membiasakan anak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Sang Pencipta semenjak belia, barangkali pernah ketika sekali - kali orang tua ingat dan hendak menyuruh anaknya melaksanakan sholat, mereka tertegun mendapati anaknya yang membantah meski melalui jawaban yang enteng dan sederhana, "nanti" namun pada ujungnya terlanjur lupa dan tidak di kerjakan, kalau sudah begini kasusnya maka sulit sudah kiranya mengarahkan mereka kembali untuk mengerjakan apa yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya, terlebih di masa remaja atau menuju dewasa dimana naluri mereka mulai memberontak dan cenderung ingin bebas, kecuali bila hal ini bisa menimpa pada anak - anak yang memiliki inisiatif, kemauan atau muncul kesadaran dari diri mereka sendiri akan pentingnya melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya terhadap Sang Pemilik Jiwa sebagai hamba.
Ada baiknya kita kenang lamat - lamat syahdu nasihat baginda Rasul berabad - abad silam ini, "Ajarilah anak - anakmu sholat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan sholat) pada usia 10 tahun" (HR Tirmidzi ).
Mengarahkan anak supaya tetap dapat meniti pada jalan yang haqiqi merupakan kewajiban yang mutlak bagi orang tua. Bila tidak demikian, maka orang tua itu di khawatirkan berbuat durhaka terhadap si anak. Maka tak pelak, bila suatu saat kelak terjadi timbal balik antara anak kepada orang tuanya yang durhaka. Secara perlahan emosionalnya tumbuh, anak mulai berfikir kritis hingga mulai berani membantah. Karena kurangnya komunikasi, kasih sayang orang tua, nutrisi moral serta etika kepada anak hingga lepas kendali orang tua terhadap si anak, maka tak ayal lagi bila kelak anak tetiba menjelma sampah masyarakat yang tidak dapat sedikitpun membuahkan manfaat meskipun bagi diri mereka sendiri.
Pembaca yang budiman, ada baiknya kita mentafakuri satu kisah berikut ini,
Syahdan suatu ketika seorang laki - laki tua datang tergopoh menemui Umar bin Khatab seraya menuturkan ihwal kedurhakaan anaknya terhadap dirinya. Lantas tak menunggu lama, Umar yang semula geram segera memanggil putra orang tua itu dan segera di hadapkan pada dirinya bersama ayahnya, kala Umar menghardiknya atas kedurhakaannya terhadap ayahnya itu, si anak lantang membela diri “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?" Umar menjawab, "betul". Kemudian si anak bertanya, “Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jelas Umar. “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi, ia menamakanku Ju’lan (kumbang yang habitatnya mengerumuni kotoran/si hitam), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” seru si anak.
Mendengar pernyataan dari si anak, lantas Umar kemudian geram dan menatap lamat orang tua itu seraya berkata “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu. Maka enyahlah dari hadapanku”
Sekelumit kisah di atas merupakan contoh gambaran dari orang tua yang mengabaikan hak - hak anaknya, hingga tumbuhlah anak itu menjadi duri yang menyakiti mereka sendiri dan berbalik mendurhakainya. Barangkali si orang tua juga telah abai mengajarkan anaknya ihwal bagaimana berbakti dan memperlakukan orang tua, barangkali orang tua lengah menanamkan benih cinta dan kasih pada sanubari anak supaya tumbuh menjadi pribadi yang lembut dan halus budi pekertinya, merasa hak nya tidak di penuhi semasa masih belia, bisa saja si anak kemudian suatu saat bertolak pergi dan cenderung acuh terhadap orang tuanya yang telah renta. Maka bila hal ini sampai terjadi, janganlah sedikitpun lekas – lekas menyalahkan si anak. Agaknya orang tua evaluasi diri terlebih dahulu mengapa si anak dapat berbuat demikian.
"Tak ada yang lebih utama yang di berikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik"(HR. Tirmidzi).
Demikian kisah dan wejangan ini saya uraikan. Adakah sesuatu yang berdenyar di kalbu pembaca? Adakah kini engkau faham? Adakah engkau para orang tua kini tergerak dan sudi menginvestasikan sedikit waktu padatmu untuk mendidik dan bersua dengan buah hatimu? syukurlah jikalau kalian mengiyakan.