Ilustrasi |
Mengharukan! Inilah Kisah Tukang Sol Sepatu Yang Menjadi Seorang Haji Mabrur
Hampir semua umat islam menginginkan untuk bisa melaksanakan rukun islam yang kelima, meskipun hanya satu kali saja. Walaupun demikian, tak banyak yang bisa melaksanakannya lantaran berbagai hal yang menjadikannya tidak memiliki kemampuan dalam berhaji.
Namun yang perlu diingat oleh setiap umat islam yang berkesempatan melaksanakan ibadah haji adalah harus senantiasa memiliki niat yang tulus dan ikhlas dalam melaksanakan ibadah tersebut.
Beberapa diantaranya adalah dengan tidak bersikap riya, tidak terkotori dengan dosa, tidak sum’ah, tidak fusuq dan tidak rafats. Dengan demikian hajinya pun akan menjadi haji yang mabrur, sebagaimana keinginan dari setiap calon jamaah haji ketika akan berangkat.
Lain halnya jika ibadah tersebut hanya menginginkan untuk mendapatkan gelar semata ataupun menggunakan biaya yang didapat dari uang haram, maka ibadahnya pun akan jauh dari kata mabrur.
Meski demikian, tidak selamanya haji yang mabrur harus selalu berangkat ke tanah suci. Karena bisa jadi orang yang tidak mampu berangkat ternyata Allah telah mencatatnya sebagai haji yang mabrur, sebagaimana dalam kisah berikut.
Dahulu salah seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Mubarak Radhiyallahu ‘Anhu tengah tertidur di Masjidil Haram saat melaksanakan ibadah haji. Atas izin Allah, ia bermimpi melihat dua orang malaikat yang turun dari langit seraya saling berkata-kata.
“Berapa ramai orang-orang yang mengerjakan haji pada tahun ini?” tanya satu malaikat.
Malaikat yang lain berkata, “Enam ratus ribu orang.”
Malaikat itu kemudian bertanya kembali, “Antara enam ratus ribu orang yang berhaji itu, berapakah yang diterima haji mereka?”
Malaikat yang satunya menjawab, “Di antara enam ratus ribu itu hanya seorang saja yang hajinya diterima, namanya ialah Muwaffaq, dia tinggal di Damsyik. Dia adalah seorang tukang sepatu. Dia tidak dapat berhaji tetapi hajinya diterima. Maka berkat haji Muwaffaq kesemua enam ratus ribu yang mengerjakan haji diterima.”
Abdullah kemudian terbangun dari mimpinya dan langsung memiliki niat untuk segera mendatangi Muwaffaq yang disebut tinggal di Damsyik lantaran merasa penasaran. Setelah sampai di Damsyik, ia pun bertanya kesana kemari mencari tahu rumah dari Muwaffaq yang seorang tukang sol sepatu. Alhasil ia kemudian sampai di depan rumahnya yang sangat sederhana.
Ketika diketuk pintu rumahnya, keluarlah seorang pria yang ketika ditanya memang benar bahwa ia adalah Muwaffaq. Kepada pria itu Abdullah kemudian bertanya, “Tolong terangkan kepadaku amalan apakah yang telah kamu lakukan sehingga mencapai derajat yang tinggi?”
Setelah mendengarkan cerita dari Abdullah, Muwaffaq pun menuturkan bahwa ia berkeinginan kuat untuk bisa berhaji. Namun karena keadaannya, ia pun mengurungkan niat tersebut. Dan suatu hari ia mendadak mendapatkan rezeki yang cukup besar dari usahanya yakni sebesar 300 dirham. Lantas ia pun berniat menjadikannya sebagai ongkos untuk berhaji.
Di hari berikutnya, istrinya yang sedang hamil mendadak mencium bau makanan dari rumah sang tetangga dan menginginkan masakan tersebut (mengidam). Dengan terpaksa Muwaffaq pun berusaha memenuhi keinginan sang istri dengan mendatangi rumah tetangganya. Namun seorang wanita yang merupakan tetangganya pun memberi jawaban yang mengejutkan.
“Oleh karena kamu tidak tahu keadaanku maka aku terpaksa memberitahumu, sebenarnya anak-anak yatimku sudah tiga hari tidak makan oleh karena itu aku keluar mencari makan. Sewaktu aku mencari makanan, aku bertemu dengan bangkai khimar, maka aku potong sebagian dagingnya lalu aku masak, maka makanan ini adalah halal untuk kami dan haram untuk kamu." ucap tetangganya tersebut.
Mendengar kisah tetangganya tersebut, Muwaffaq kemudian kembali ke rumahnya dan mengambil uang 300 dirham lalu memberikannya kepada tetangga dan anak-anak yatimnya.
“Belanjakan uang ini untuk anak-anakmu. Dan aku berkata pada diriku: Hajiku di muka pintu rumah (rumah tetanggaku) maka kemanakah aku akan pergi.” ucap Muwaffaq.
***
Dari kisah tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya Allah tidak memandang ibadah seseorang karena hartanya, melainkan karena niatnya yang suci. Bahkan ketika Rasulullah ditanya tentang amalan yang mampu memasukkan seseorang ke surga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Jadilah kamu orang baik.”
Orang tersebut bertanya kembali, “Ya Rasulullah bagaimana aku boleh mengetahui bahwa aku ini telah berbuat baik?” Rasul menjawab, “Tanyakan pada tetanggamu, kalau mereka berkata kamu baik, maka baiklah kamu. Kalau mereka mengatakan kamu busuk, maka busuklah kamu.”
Baca Juga:
- Inilah 6 Amalan Yang Pahalanya Setara Dengan Ibadah Haji
- Sebagaimana Kamu Berbuat Baik
- Haji: Antara Panggilan Allah Dan Bisikan Syetan
Semoga kita senantiasa menjadi pribadi yang berbuat baik kepada sesama, terutama kepada keluarga dan tetangga terdekat kita. Wallahu A’lam