Khadijah binti Khuwailid sudah terkenal seantero Arab sebagai wanita bangsawan berketurunan mulia. Ketangguhan dan ketegarannya sebagai ibu sekaligus pemimpin kafilah dagang tak terbantahkan dan sangat masyhur kala itu.
Bertahun-tahun Khadijah menyandang status janda karena ditinggal mati oleh suaminya Abu Halah bin Zurarah.
Dengan sifatnya yang keibuan, kedua anaknya, Hala dan Hindun ia besarkan seorang diri. Namun sekuat-kuatnya wanita tetaplah seorang wanita, Khadijah pada akhirnya merasa membutuhkan seorang lelaki untuk menjaga dan mengayomi dirinya serta anak-anaknya.
Keinginan itu dijawab Allah subhanahu wa ta'ala dengan menghadirkan mimpi yang sarat akan makna. Hingga akhirnya suatu hari ia mempercayakan kafilah dagangnya kepada pemuda bernama Muhammad SAW yang tak lain adalah keponakan dari mitra dagangnya Abu Thalib.
Pertemuan pertama dengan pemuda itu, membuat Khadijah sangat terkesan dengan akhlak dan kejujuran Muhammad muda.
"Dalam sapuan pandangannya, ia menemukan seorang pemuda itu berkilau bagaikan perak di kerumunan orang," tulis Sibel Eraslan dalam novel Khadijah.
Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi’tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah.
Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang fantastis.
Pada suatu hari, sebelum Nabi Muhammad mengambil upah mengetuai rombongan dagangan ke Syam itu, Siti Khadijah dikatakan telah didatangi satu mimpi yang agak aneh dan ini menyebabkan beliau segera menemui sepupunya, pendita atau rahib agama Hanif, Waraqah bin Naufal atau nama penuhnya Waraqah bin Nawfal bin Assad bin Abd al-Uzza bin Qusayy Al-Qurashi.
"Malam tadi aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas Kota Mekah, lalu turun ke arah bumi.
"Ternyata matahari itu turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatkanku terpegun.
"Lalu aku terbangun dari tidurku" kata Siti Khadijah.
Mendengarkan itu, lalu Waraqah berkata; "Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahawa seorang lelaki agung dan mulia akan datang untuk menjadi teman hidupmu.
"Dia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat," kata Waraqah.
Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.
Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?
Maka disaat dia bingung dan gelisah karena masalah yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khadijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya.
Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta berlimpah dan berparas cantik. Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang ingin melamarnya.
Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:
Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?
Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah
Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?
Muhammad : Siapa dia?
Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid
Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.
Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.
Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa’diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami tercinta.
Maka jadilah Khadijah, Wanita Bangsawan Quraisy ini sebagai istri dari Pemuda bernama Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri.
Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan Fatimah.
Berdua mereka jalani berbagai kebahagiaan sekaligus derita. Tak sedikitpun Khadijah bergeser dari sisi nabi, termasuk menyelimuti nabi saat menggigil menerima wahyu pertama.
Bahkan sampai Khadijah wafat, Rasulullah pun disebut memasuki tahun duka cita.
Suatu hari mata Rasulullah berkaca-kaca dia mengatakan kepada para sahabat di sekitarnya.
"Allah tidak pernah memberikanku wanita yang lebih mulia daripada Khadijah. Di saat manusia tidak percaya dia sendiri yang percaya. Ketika semua orang mendustakan diriku, dia sendiri menerimaku. Ketika manusia berlarian dariku, ia mendukungku, baik ketika ada maupun tiada. Dan... Allah mengaruniaku putra-putri bukan dari yang lain melainkan darinya," kata Rasulullah.
Bertahun-tahun Khadijah menyandang status janda karena ditinggal mati oleh suaminya Abu Halah bin Zurarah.
Dengan sifatnya yang keibuan, kedua anaknya, Hala dan Hindun ia besarkan seorang diri. Namun sekuat-kuatnya wanita tetaplah seorang wanita, Khadijah pada akhirnya merasa membutuhkan seorang lelaki untuk menjaga dan mengayomi dirinya serta anak-anaknya.
Keinginan itu dijawab Allah subhanahu wa ta'ala dengan menghadirkan mimpi yang sarat akan makna. Hingga akhirnya suatu hari ia mempercayakan kafilah dagangnya kepada pemuda bernama Muhammad SAW yang tak lain adalah keponakan dari mitra dagangnya Abu Thalib.
Pertemuan pertama dengan pemuda itu, membuat Khadijah sangat terkesan dengan akhlak dan kejujuran Muhammad muda.
"Dalam sapuan pandangannya, ia menemukan seorang pemuda itu berkilau bagaikan perak di kerumunan orang," tulis Sibel Eraslan dalam novel Khadijah.
Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi’tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah.
Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang fantastis.
Pada suatu hari, sebelum Nabi Muhammad mengambil upah mengetuai rombongan dagangan ke Syam itu, Siti Khadijah dikatakan telah didatangi satu mimpi yang agak aneh dan ini menyebabkan beliau segera menemui sepupunya, pendita atau rahib agama Hanif, Waraqah bin Naufal atau nama penuhnya Waraqah bin Nawfal bin Assad bin Abd al-Uzza bin Qusayy Al-Qurashi.
"Malam tadi aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas Kota Mekah, lalu turun ke arah bumi.
"Ternyata matahari itu turun dan memasuki rumahku. Cahayanya yang sangat agung itu membuatkanku terpegun.
"Lalu aku terbangun dari tidurku" kata Siti Khadijah.
Mendengarkan itu, lalu Waraqah berkata; "Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahawa seorang lelaki agung dan mulia akan datang untuk menjadi teman hidupmu.
"Dia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat," kata Waraqah.
Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.
Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? Apa nanti kata orang karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?
Maka disaat dia bingung dan gelisah karena masalah yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khadijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya.
Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta berlimpah dan berparas cantik. Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang ingin melamarnya.
Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:
Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?
Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah
Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?
Muhammad : Siapa dia?
Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid
Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.
Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.
Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa’diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami tercinta.
Maka jadilah Khadijah, Wanita Bangsawan Quraisy ini sebagai istri dari Pemuda bernama Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri.
Allah memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan Fatimah.
Berdua mereka jalani berbagai kebahagiaan sekaligus derita. Tak sedikitpun Khadijah bergeser dari sisi nabi, termasuk menyelimuti nabi saat menggigil menerima wahyu pertama.
Bahkan sampai Khadijah wafat, Rasulullah pun disebut memasuki tahun duka cita.
Suatu hari mata Rasulullah berkaca-kaca dia mengatakan kepada para sahabat di sekitarnya.
"Allah tidak pernah memberikanku wanita yang lebih mulia daripada Khadijah. Di saat manusia tidak percaya dia sendiri yang percaya. Ketika semua orang mendustakan diriku, dia sendiri menerimaku. Ketika manusia berlarian dariku, ia mendukungku, baik ketika ada maupun tiada. Dan... Allah mengaruniaku putra-putri bukan dari yang lain melainkan darinya," kata Rasulullah.