Dua hari menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI (15 Agustus 1945), suasana Jakarta sangat tegang dan penuh kesibukan.
Rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), didatangi para pemuda yang sudah mengetahui Jepang sudah menyerah kepada Sekutu.
Sampai ia diculik ke Rengasdenglok, Soekarno menolak desakan para pemuda agar saat itu juga kemerdekaan diproklamasikan. Dia lebih memilih tanggal 17 Agustus.
"Mengapa diambil tanggal 17 Agustus? Mengapa tidak sekarang atau tanggal 16 Agustus?" tanya Sukarni, salah seorang pemimpin radikal itu.
"Saya seorang yang percaya pada mistik. Saya tidak dapat menerangkan secara pertimbangan akal mengapa tanggal lebih memberi harapan. Angka 17 adalah suci. Orang Islam sembahyang 17 rakaat sehari, Dan hari Jumat merupakan hari suci." jawab Soekarno dengan tegas.
Besoknya, Pada 18 Agustus 1945 di Gedung Pancasila Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Bung Karno dan Bung Hatta dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Ketika pulang, di jalanan Bung Karno bertemu dengan tukang sate.
Dia pun memanggil penjaja sate yang tidak berbaju serta mengeluarkan perintah pelaksanaan pada rakyatnya yang pertama, "Sate ayam 50 tusuk."
Presiden pun jongkok dekat selokan dan kotoran.
"Kumakan sateku dengan lahap dan inilah seluruh pesta atas pengangkatan sebagai Kepala Negara." kata Soekarno.