Nama ulama Aceh Habib Bugak Al Asyi sudah tentu sangat masyhur di kalangan warga Aceh karena kedermawanannya. Meski raganya sudah dimakamkan lebih dari 200 tahun silam, kebaikan Habib Bugak bukan hanya dikenang setiap warga Aceh, namun keberadaannya senantiasa dirindukan bagi jamaah haji asal Aceh.
Setiap tahunnya, ahli waris Habib Bugak membagi-bagikan uang senilai 1.200 riyal atau setara Rp 4,2 juta untuk setiap jamaah haji dari Aceh.
Tokoh ulama yang terkenal dermawan ini dinilai layak menjadi teladan bagi setiap warga Indonesia yang sukses berbisnis di luar negeri.
"Jadi sekitar 200 tahun lalu beliau melaksanakan ibadah haji, dan beliau tidak kembali. Dulu ke sini melaksanakan ibadah haji, belajar di Masjidil Haram," ujar Kepala Dinas Syariat Aceh Prof Syahrizal Abbas di sela pembagian wakaf uang Habib Bugak di pemondokan 605, Syisya, Makkah, Senin (29/08/2016).
Menurut Syahrizal, kisah hidup sang habib layak diteliti. Lantaran menarik dari sisi antropologi maupun budaya. Syahrizal pun menceritakan kilas balik kehidupan Habib Bugak. Alkisah, sang habib dahulu dikenal dengan nama Abdurrahman Bugak. Bugak diambil dari sebuah desa bernama Bugak, di Aceh Utara.
Nama Al Asyi diambil untuk menunjukkan daerah asalnya di Aceh. Sekitar tahun 1200 Hijriah, Bugak naik haji dan tak pernah kembali. Sembari belajar ilmu agama, Habib Bugak juga berdagang di Makkah.
Berkat keuletannya dalam berdagang, ia berhasil memiliki aset yang cukup berlimpah di kota Makkah. Sejak itulah, dia rajin membantu masyarakat Aceh yang sedang berhaji di Makkah dalam segi akomodasi dan lainnya. Ketika meninggal dunia, Bugak berwasiat agar sebagian aset-asetnya dimanfaatkan untuk kepentingan jamaah haji asal Aceh. Bersama donatur lain, akhirnya terbentuklah badan wakaf tersebut.
Hingga sekarang ini, harta Bugak terus bermanfaat bagi orang banyak, termasuk masyarakat Aceh. Cinta Habib Bugak terhadap tanah kelahirannya diakui oleh sepasang suami istri, Mustafa Ali dan Arnimawati dari kloter 08 Aceh.
"Senang, mudah-mudahan yang memberikan dapat pahala yang besar." kata mereka.
Saya berharap ini bisa berlanjut, terutama bagi rakyat dan anak-anak Aceh seterusnya," kata Mustafa. "Karena saya seorang guru. Mudah-mudahan anak murid saya bisa jadi haji mabrur, dapat sekolah ke sini, dapat biaya seperti ini dan membimbing orang-orang dari Aceh," tambah Arnimawati.
Ada sekira 300 jamaah yang saat itu mendapat jatah. Sebelumnya pembagian sudah dilakukan kepada jamaah haji asal Aceh lainnya sebanyak 3.000 orang.
"Tahun ini jamaah asal Aceh yang mendapatkan itu 3.000 lebih. Nilainya 1.200 riyal Saudi Arabia per jamaah," kata Abdurrahman yang diterjemahkan oleh Syahrizal Abbas ke dalam Bahasa Indonesia.
Sumber uang wakaf ini berasal dari aset-aset Habib Bugak yang tersebar di kota Makkah. Aset tanah itu kini sudah berubah bentuk jadi hotel dan apartemen megah di Makkah, kemudian dikelola secara profesional oleh badan wakaf keluarga. Hasil keuntungannya sebagian diberikan untuk jamaah haji asal Aceh dan para mukimin Aceh di Makkah.
Di antara aset-aset itu ada yang berdiri di dekat Masjidil Haram bernama hotel Ramada. Lalu ada juga hotel-hotel lainnya. Abdurrahman tak bisa menyebut nilai total asetnya karena terus berputar.
Taksiran investasi Hotel Ramada saja kini bernilai 1,5 miliar riyal atau sekitar 5,2 triliun yang akan dibayar pemerintah Saudi karena sebentar lagi akan dibongkar.
Sementara ada deposito lain senilai 5 juta riyal yang dikelola badan wakaf.
"Niat pertama wakaf ini untuk kebaikan, untuk keikhlasan kepada Allah swt. Tanah wakaf di Makkah untuk kepentingan membantu kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji untuk jamaah haji Aceh. Niatnya tak ada lain untuk keikhlasan dan mengharapkan ridha Allah SWT," pungkas Abdurrahman.
Penyerahan uang kepada jamaah haji Indonesia dari keluarga Habib Bugak (Foto: Okezone) |
Setiap tahunnya, ahli waris Habib Bugak membagi-bagikan uang senilai 1.200 riyal atau setara Rp 4,2 juta untuk setiap jamaah haji dari Aceh.
Tokoh ulama yang terkenal dermawan ini dinilai layak menjadi teladan bagi setiap warga Indonesia yang sukses berbisnis di luar negeri.
"Jadi sekitar 200 tahun lalu beliau melaksanakan ibadah haji, dan beliau tidak kembali. Dulu ke sini melaksanakan ibadah haji, belajar di Masjidil Haram," ujar Kepala Dinas Syariat Aceh Prof Syahrizal Abbas di sela pembagian wakaf uang Habib Bugak di pemondokan 605, Syisya, Makkah, Senin (29/08/2016).
Menurut Syahrizal, kisah hidup sang habib layak diteliti. Lantaran menarik dari sisi antropologi maupun budaya. Syahrizal pun menceritakan kilas balik kehidupan Habib Bugak. Alkisah, sang habib dahulu dikenal dengan nama Abdurrahman Bugak. Bugak diambil dari sebuah desa bernama Bugak, di Aceh Utara.
Nama Al Asyi diambil untuk menunjukkan daerah asalnya di Aceh. Sekitar tahun 1200 Hijriah, Bugak naik haji dan tak pernah kembali. Sembari belajar ilmu agama, Habib Bugak juga berdagang di Makkah.
Berkat keuletannya dalam berdagang, ia berhasil memiliki aset yang cukup berlimpah di kota Makkah. Sejak itulah, dia rajin membantu masyarakat Aceh yang sedang berhaji di Makkah dalam segi akomodasi dan lainnya. Ketika meninggal dunia, Bugak berwasiat agar sebagian aset-asetnya dimanfaatkan untuk kepentingan jamaah haji asal Aceh. Bersama donatur lain, akhirnya terbentuklah badan wakaf tersebut.
Hingga sekarang ini, harta Bugak terus bermanfaat bagi orang banyak, termasuk masyarakat Aceh. Cinta Habib Bugak terhadap tanah kelahirannya diakui oleh sepasang suami istri, Mustafa Ali dan Arnimawati dari kloter 08 Aceh.
"Senang, mudah-mudahan yang memberikan dapat pahala yang besar." kata mereka.
Saya berharap ini bisa berlanjut, terutama bagi rakyat dan anak-anak Aceh seterusnya," kata Mustafa. "Karena saya seorang guru. Mudah-mudahan anak murid saya bisa jadi haji mabrur, dapat sekolah ke sini, dapat biaya seperti ini dan membimbing orang-orang dari Aceh," tambah Arnimawati.
Ada sekira 300 jamaah yang saat itu mendapat jatah. Sebelumnya pembagian sudah dilakukan kepada jamaah haji asal Aceh lainnya sebanyak 3.000 orang.
"Tahun ini jamaah asal Aceh yang mendapatkan itu 3.000 lebih. Nilainya 1.200 riyal Saudi Arabia per jamaah," kata Abdurrahman yang diterjemahkan oleh Syahrizal Abbas ke dalam Bahasa Indonesia.
Sumber uang wakaf ini berasal dari aset-aset Habib Bugak yang tersebar di kota Makkah. Aset tanah itu kini sudah berubah bentuk jadi hotel dan apartemen megah di Makkah, kemudian dikelola secara profesional oleh badan wakaf keluarga. Hasil keuntungannya sebagian diberikan untuk jamaah haji asal Aceh dan para mukimin Aceh di Makkah.
Di antara aset-aset itu ada yang berdiri di dekat Masjidil Haram bernama hotel Ramada. Lalu ada juga hotel-hotel lainnya. Abdurrahman tak bisa menyebut nilai total asetnya karena terus berputar.
Taksiran investasi Hotel Ramada saja kini bernilai 1,5 miliar riyal atau sekitar 5,2 triliun yang akan dibayar pemerintah Saudi karena sebentar lagi akan dibongkar.
Sementara ada deposito lain senilai 5 juta riyal yang dikelola badan wakaf.
"Niat pertama wakaf ini untuk kebaikan, untuk keikhlasan kepada Allah swt. Tanah wakaf di Makkah untuk kepentingan membantu kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji untuk jamaah haji Aceh. Niatnya tak ada lain untuk keikhlasan dan mengharapkan ridha Allah SWT," pungkas Abdurrahman.