Penyesalan mendalam dirasakan oleh Koordinator KontraS Haris Azhar. Keputusannya untuk memberitahu dan membagikan kisah pengakuan Freddy Budiman kepada sahabatnya Johan Budi yang kini menjadi Juru Bicara Kepresidenan, berakhir buruk.
Pengakuan Freddy yang oleh Haris dirangkum menjadi sebuah tulisan berjudul 'Cerita Busuk Seorang Bandit' pada Senin, 24 Juli 2016, disampaikan kepada Johan Budi. Tujuannya, ujar Haris, agar Presiden Jokowi melakukan tindak lanjut kepada pihak-pihak yang disebut untuk mengusut tuntas adanya oknum pejabat negara bahkan oknum Badan Narkotika Nasional (BNN) yang terlibat dalam bisnis gelap narkoba. Namun akhirnya, tak ada respon dari Istana, malah yang terjadi adalah percepatan EKSEKUSI MATI Freddy Budiman.
Pada saat memberikan tulisan, Haris juga mendesak Johan agar tidak membocorkannya kepada awak media.
"Saya telpon Johan Budi. Saya sampaikan 'Mas ini ada info seperti ini.' Dia kaget dan dia rasa ini penting. Jangan dibicarakan dulu ke media," ujar Haris di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Juli 2016.
Johan Budi, lanjut Haris, kemudian menyatakan akan memberitahu apa yang ia dapat kepada Presiden Jokowi.
"Saya pegang janji itu. Supaya (Johan Budi) bicara dengan Jokowi," tandas Haris.
Namun, hingga petang sebelum eksekusi mati dilakukan, belum juga ada respons dari pihak Istana hingga kemudian tulisan 'Cerita Busuk Seorang Bandit' dipublikasikan.
"Senin sore sudah saya siapkan tulisanya sampai kemaren maghrib ga ada kabar beritanya. Akhirnya Kamis malam saya kirim ke Johan Budi. Dia telpon saya," tukas Haris.
Akhirnya, beberapa jam sebelum eksekusi, karena merasa tidak mendapat kepastian, Haris kemudian mempublikasikan tulisan tersebut pada laman facebook milik KontraS.
"Saya harus melampaui janji saya karena urusan penegakan hukum bisa melampaui secara moral karena ada kepentingan yang lebih besar," papar Haris.
"Johan Budi di telpon hanya bilang, "Mas silakan anda bicara dengan Presiden, masih ada waktu. Ternyata DIA TIDAK TAHU KALAU TADI MALAM SUDAH DIEKSEKUSI," tandas Haris.
Haris mengaku kecewa dengan Johan Budi yang dinilainya tak bisa mengakomodir adanya kejahatan secara sistemik didalam sistem pemerintahan.
"Menyesal saya memberitahu ke Johan Budi," kata Haris menutup pembicaraan.
-------
Pernyataan Johan Budi yang mengaku tidak tahu bahwa eksekusi sudah dilakukan Jumat dini hari, terasa ganjil.
Beberapa media bahkan sempat merilis berita perubahan jadwal eksekusi mati tersebut. Dalam berita yang dirilis kabar24, sebuah media milik kelompok Bisnis Indonesia pada Kamis 28 Juli 2016, jelas tercantum informasi bahwa ada percepatan eksekusi mati untuk Freddy Budiman.
Jadi aneh rasanya bila seorang juru bicara presiden, apalagi sekelas Johan Budi yang juga lama menggeluti dunia media dan memiliki jaringan luas dengan para pewarta jempolan di negeri ini tak mengetahui adanya perubahan jadwal eksekusi mati.
Percepatan eksekusi mati terhadap Freddy Budiman yang awalnya oleh beberapa pihak dituding sebagai upaya pemerintah menutupi berbagai kasus yang kini sedang mencuri perhatian publik, kini semakin mengerucut menjadi keyakinan adanya upaya menutupi fakta keberadaan banyak pejabat negara yang "bermain"' dalam bisnis kelam narkoba yang bergelimang uang haram menjadi penyebab percepatan eksekusi mati.
Kejanggalan lainnya, eksekusi mati yang sedianya akan dilakukan untuk 14 orang, namun tiba-tiba berubah. Hanya 4 orang yang dieksekusi pada pukul 00.45 WIB Jumat, 29 Juli 2016. Jaksa Agung HM Prasetyo mengonfirmasi tiga nama terpidana, yakni Freddy Budiman (Indonesia), Zulfiqar Ali (Pakistan), dan Merry Utami (Indonesia).
Kenyataannya,, yang dieksekusi mati pada Jumat 29 Juli 2016 tersebut adalah Freddy Budiman, Seck Osmane WN Senegal, Michael Titus Igweh WN Nigeria, dan Humprey Ejike alias Doktor WN Nigeria.Sementara itu belum ada keputusan yang jelas mengenai waktu eksekusi mati untk ke 10 lainnya.
Kini setelah Haris terpaksa mengunggah kisah Freddy Budiman ke publik karena tak ada sinyal positif dari Istana, publik bisa menyusun sendiri kepingan-kepingan puzzle yang tercecer. Belum lagi suara-suara kontra yang menuding Haris ingin melemahkan BNN sebagai lembaga resmi negara yang mengurusi narkotika.
Baca Juga:
Publik tak senaif itu, Kini publik pun bergerak dengan masif untuk mendesak Presiden mengusut tuntas pengakuan Freddy. Meskipun, hampir bisa dipastikan, pengakuan Freddy akan berujung gelap karena Freddy Budiman sebagai narasumber sudah membisu untuk selamanya.
Pengakuan Freddy yang oleh Haris dirangkum menjadi sebuah tulisan berjudul 'Cerita Busuk Seorang Bandit' pada Senin, 24 Juli 2016, disampaikan kepada Johan Budi. Tujuannya, ujar Haris, agar Presiden Jokowi melakukan tindak lanjut kepada pihak-pihak yang disebut untuk mengusut tuntas adanya oknum pejabat negara bahkan oknum Badan Narkotika Nasional (BNN) yang terlibat dalam bisnis gelap narkoba. Namun akhirnya, tak ada respon dari Istana, malah yang terjadi adalah percepatan EKSEKUSI MATI Freddy Budiman.
Pada saat memberikan tulisan, Haris juga mendesak Johan agar tidak membocorkannya kepada awak media.
"Saya telpon Johan Budi. Saya sampaikan 'Mas ini ada info seperti ini.' Dia kaget dan dia rasa ini penting. Jangan dibicarakan dulu ke media," ujar Haris di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat, 29 Juli 2016.
Johan Budi, lanjut Haris, kemudian menyatakan akan memberitahu apa yang ia dapat kepada Presiden Jokowi.
"Saya pegang janji itu. Supaya (Johan Budi) bicara dengan Jokowi," tandas Haris.
Namun, hingga petang sebelum eksekusi mati dilakukan, belum juga ada respons dari pihak Istana hingga kemudian tulisan 'Cerita Busuk Seorang Bandit' dipublikasikan.
"Senin sore sudah saya siapkan tulisanya sampai kemaren maghrib ga ada kabar beritanya. Akhirnya Kamis malam saya kirim ke Johan Budi. Dia telpon saya," tukas Haris.
Akhirnya, beberapa jam sebelum eksekusi, karena merasa tidak mendapat kepastian, Haris kemudian mempublikasikan tulisan tersebut pada laman facebook milik KontraS.
"Saya harus melampaui janji saya karena urusan penegakan hukum bisa melampaui secara moral karena ada kepentingan yang lebih besar," papar Haris.
"Johan Budi di telpon hanya bilang, "Mas silakan anda bicara dengan Presiden, masih ada waktu. Ternyata DIA TIDAK TAHU KALAU TADI MALAM SUDAH DIEKSEKUSI," tandas Haris.
Haris mengaku kecewa dengan Johan Budi yang dinilainya tak bisa mengakomodir adanya kejahatan secara sistemik didalam sistem pemerintahan.
"Menyesal saya memberitahu ke Johan Budi," kata Haris menutup pembicaraan.
-------
Pernyataan Johan Budi yang mengaku tidak tahu bahwa eksekusi sudah dilakukan Jumat dini hari, terasa ganjil.
Beberapa media bahkan sempat merilis berita perubahan jadwal eksekusi mati tersebut. Dalam berita yang dirilis kabar24, sebuah media milik kelompok Bisnis Indonesia pada Kamis 28 Juli 2016, jelas tercantum informasi bahwa ada percepatan eksekusi mati untuk Freddy Budiman.
Jadi aneh rasanya bila seorang juru bicara presiden, apalagi sekelas Johan Budi yang juga lama menggeluti dunia media dan memiliki jaringan luas dengan para pewarta jempolan di negeri ini tak mengetahui adanya perubahan jadwal eksekusi mati.
Percepatan eksekusi mati terhadap Freddy Budiman yang awalnya oleh beberapa pihak dituding sebagai upaya pemerintah menutupi berbagai kasus yang kini sedang mencuri perhatian publik, kini semakin mengerucut menjadi keyakinan adanya upaya menutupi fakta keberadaan banyak pejabat negara yang "bermain"' dalam bisnis kelam narkoba yang bergelimang uang haram menjadi penyebab percepatan eksekusi mati.
Kejanggalan lainnya, eksekusi mati yang sedianya akan dilakukan untuk 14 orang, namun tiba-tiba berubah. Hanya 4 orang yang dieksekusi pada pukul 00.45 WIB Jumat, 29 Juli 2016. Jaksa Agung HM Prasetyo mengonfirmasi tiga nama terpidana, yakni Freddy Budiman (Indonesia), Zulfiqar Ali (Pakistan), dan Merry Utami (Indonesia).
Kenyataannya,, yang dieksekusi mati pada Jumat 29 Juli 2016 tersebut adalah Freddy Budiman, Seck Osmane WN Senegal, Michael Titus Igweh WN Nigeria, dan Humprey Ejike alias Doktor WN Nigeria.Sementara itu belum ada keputusan yang jelas mengenai waktu eksekusi mati untk ke 10 lainnya.
Kini setelah Haris terpaksa mengunggah kisah Freddy Budiman ke publik karena tak ada sinyal positif dari Istana, publik bisa menyusun sendiri kepingan-kepingan puzzle yang tercecer. Belum lagi suara-suara kontra yang menuding Haris ingin melemahkan BNN sebagai lembaga resmi negara yang mengurusi narkotika.
Baca Juga:
- Sebelum Dieksekusi, Freddy Budiman Rajin Sholat Dan Mengaji
- Freddy Budiman Bongkar Kebobrokan BNN dan POLRI, Semuanya Disuap Hingga 450 M
- Buwas Bantah BNN Terima 450 Miliar Dari Freddy Budiman
Publik tak senaif itu, Kini publik pun bergerak dengan masif untuk mendesak Presiden mengusut tuntas pengakuan Freddy. Meskipun, hampir bisa dipastikan, pengakuan Freddy akan berujung gelap karena Freddy Budiman sebagai narasumber sudah membisu untuk selamanya.