Kerusuhan terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara, Sabtu (30/07/2016) dini hari. Tragedi itu bermula ketika salah satu warga etnis Cina yang merupakan warga Jalan Karya Tanjung Balai, mengamuk ketika mendengar suara adzan di masjid Al Maksum Jl. Karya Tanjung Balai tepatnya di depan rumahnya sendiri.
Warga Tanjung Balai yang tidak terima dengan sikap arogansi etnis Cina tersebut akhirnya tersulut emosinya, dan informasi tersebut beredar di media sosial sehingga memicu kemarahan yang meluas hingga terjadi aksi pembakaran Vihara dan kelenteng.
“Dari keterangan masyarakat bahwa warga tersebut membuat keributan di mesjid dan memaki imam yang sedang adzan di masjid karena tidak senang dengan adanya adzan di masjid hingga menyebabkan umat Islam menjadi marah,” demikian status yang beredar di media sosial.
Sekretaris Forum Umat Islam (FUI) Tanjung Balai, Ustadz Luthfi Ananda Hasibuan mengatakan bahwa kerusuhan di Tanjung Balai ini adalah puncak kemarahan warga akibat sikap warga etnis Cina yang selama ini semena-mena. Tidak hanya melarang adzan, namun juga sering marah-marah dan suka mengajak berkelahi.
“Mereka suka menyepelekan, suka semena-mena, jika kesenggol sedikit langsung marah dan tak segan-segan mengajak berkelahi,” ujarnya seperti dilansir Suara Islam Online, Sabtu (30/7/2016).
“Dan sudah menjadi rahasia umum, sekitar Vihara sering dijadikan tempat prostitusi, mereka menjual anak-anak kita dari kaum muslimin,” tambah Ustadz Luthfi.
Karena itulah, kata dia, warga sudah lama memendam emosi. “Selama ini kita sudah bersikap sabar, namun karena sudah keterlaluan dan kemarahan warga tak terbendung jadi sekarang ini puncaknya,” ungkapnya.
Baca Juga:
Sebenarnya, tambah Ustadz Luthfi, jika masyarakat dari golongan manapun bisa saling menghormati dan menghargai itu tidak akan ada masalah. “Kalau kita tidak diganggu, agama kita tidak diusik, itu tidak akan ada masalah,” jelasnya.
“Karena itu kita berharap kedepannya mereka tidak bersikap semena-semena lagi, dan jangan mengusik agama kita,” harap Ustadz Luthfi.
red: adhila/suara-islam.com/Sabtu, 30/07/2016
Warga Tanjung Balai yang tidak terima dengan sikap arogansi etnis Cina tersebut akhirnya tersulut emosinya, dan informasi tersebut beredar di media sosial sehingga memicu kemarahan yang meluas hingga terjadi aksi pembakaran Vihara dan kelenteng.
“Dari keterangan masyarakat bahwa warga tersebut membuat keributan di mesjid dan memaki imam yang sedang adzan di masjid karena tidak senang dengan adanya adzan di masjid hingga menyebabkan umat Islam menjadi marah,” demikian status yang beredar di media sosial.
Sekretaris Forum Umat Islam (FUI) Tanjung Balai, Ustadz Luthfi Ananda Hasibuan mengatakan bahwa kerusuhan di Tanjung Balai ini adalah puncak kemarahan warga akibat sikap warga etnis Cina yang selama ini semena-mena. Tidak hanya melarang adzan, namun juga sering marah-marah dan suka mengajak berkelahi.
“Mereka suka menyepelekan, suka semena-mena, jika kesenggol sedikit langsung marah dan tak segan-segan mengajak berkelahi,” ujarnya seperti dilansir Suara Islam Online, Sabtu (30/7/2016).
“Dan sudah menjadi rahasia umum, sekitar Vihara sering dijadikan tempat prostitusi, mereka menjual anak-anak kita dari kaum muslimin,” tambah Ustadz Luthfi.
Karena itulah, kata dia, warga sudah lama memendam emosi. “Selama ini kita sudah bersikap sabar, namun karena sudah keterlaluan dan kemarahan warga tak terbendung jadi sekarang ini puncaknya,” ungkapnya.
Baca Juga:
- Detik-detik Video Aksi Kerusuhan di Tanjung Balai
- Oh Ternyata Ini Biang Kerok Kerusuhan di Tanjung Balai
- Kapolri: Kerusuhan di Tanjung Balai Murni Karena Salah Paham
Sebenarnya, tambah Ustadz Luthfi, jika masyarakat dari golongan manapun bisa saling menghormati dan menghargai itu tidak akan ada masalah. “Kalau kita tidak diganggu, agama kita tidak diusik, itu tidak akan ada masalah,” jelasnya.
“Karena itu kita berharap kedepannya mereka tidak bersikap semena-semena lagi, dan jangan mengusik agama kita,” harap Ustadz Luthfi.
red: adhila/suara-islam.com/Sabtu, 30/07/2016