Bagi pasangan yang baru saja dikaruniai keturunan pasti akan mencari tahu tentang Bagaimana Hukum Mengubur Ari Ari Bayi Menurut Islam dan tatacara menanam ari ari tersebut.
Seperti kita ketahui, ari ari atau plasenta berfungsi sebagai penyalur makanan dan saluran lain yang menghubungkan antara janin dengan ibunya ketika masih dalam rahim. Selama berbulan-bulan, ari ari ini sangat berguna bagi bayi di dalam rahim sang ibu. Namun begitu bayi lahir, maka perannya usai sudah.
Namun dalam adat masyarakat tertentu, ada suatu kepercayaan bahwa di balik fungsi medis, ada hubungan gaib antara bayi dengan ari arinya. Orang jawa sering menyebutnya 'sedulur papat limo pancer kakang kawah adi ari-ari'. Karena itu, sebagian masyarakat yang mewarisi tradisi kuno ini masih terlihat melakukan berbagai macam ritual yang tidak ada kaitannya dengan syariat.
Salah satunya adalah mengubur ari ari harus di dekat rumah, ditabur bunga tujuh rupa bahkan harus diberi pelita (lampu). Dan bersamanya juga dikuburkan benda-benda tertentu, yang dipercaya akan berpengaruh atas nasib dan kehidupan si bayi bila kelak dewasa.
Lucunya, sebagian orang terkadang melakukan ritual menanam ari ari itu begitu saja, tanpa pernah tahu hubungan sebab akibatnya. Dan semakin lucu lagi, karena yang melakukannya seringkali justru orang yang berpendidikan tinggi dan bertitel sarjana. Seharusnya mereka lebih mengedepankan hal-hal yang ilmiah ketimbang sesuatu yang irrasional.
Lalu Bagaimana Hukum Mengubur Ari Ari Bayi Menurut Islam Sendiri?
Ada beberapa dalil tentang hukum mengubur ari ari, diantaranya adalah hadits riwayat Aisyah, bahwa beliau mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur tujuh hal potongan badan manusia; rambut, kuku, darah, haid, gigi, gumpalan darah, dan ari-ari.”
Hadits diatas disebutkan dalam Kanzul Ummal no. 18320 dan Al-Jami As-Shagir riwayat Al-Hakim, dari Sayyidah Aisyah.
Senada dengan hadits tersebut adalah hadits riwayat Abdul Jabbar bin Wail dari bapaknya, beliau mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur rambut dan kuku.” (HR. Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, no. 6488)
Berhujjah dengan hadits diatas, Jumhur ulama menganjurkan agar setelah bayi lahir ari ari segera dikubur sebagai bentuk memuliakan Bani Adam. Karena bagian dari memuliakan manusia adalah mengubur bagian tubuh yang terlepas, salah satunya ari-ari. Disamping itu, tindakan semacam ini akan lebih menjaga kebersihan dan tidak mengganggu lingkungan.
As Suyuthi mengatakan, “Beliau menyuruh untuk mengubur rambut, kuku, darah, .. dan ari-ari, karena semua benda ini adalah bagian dari tubuh manusia, sehingga benda ini dimuliakan sebagaimana keseluruhan badan manusia dimuliakan.” (As-Syamail As-Syarifah, Hal. 271)
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj dikatakan bahwa Hukum Mengubur Ari Ari Bayi Menurut Islam ini adalah dianjurkan.
“Dan dianjurkan mengubur anggota badan yang terpisah dari orang yang masih hidup dan tidak akan segera mati, atau dari orang yang masih diragukan kematiannya, seperti tangan pencuri, kuku, rambut, ‘alaqah (gumpalan darah), dan darah akibat goresan, demi menghormati orangnya”.
Kendati demikian, Imam Ahmad menambahkan beberapa qoul, “Boleh mengubur rambut dan kuku. Namun jika tidak dilakukan, kami berpendapat, tidak mengapa.” Keterangan beliau ini diriwayatkan oleh Al Khallal dalam At Tarajjul, Hal. 19.
Klenik dalam Ritual Penguburan Ari-ari
Mengubur atau menanam ari ari memang dianjurkan, Namun satu hal yang perlu diingat, ini sama sekali tidak menganjurkan Anda untuk melakukan berbagai ritual klenik ketika mengubur ari ari.
Karena Islam sama sekali tidak menganjurkan demikian. Bahkan jika sikap semacam ini diiringi dengan berbagai keyakinan tanpa dasar, maka jadinya tahayul dan khurafat yang sangat dikecam oleh syariat.
Memberi bunga tujuh rupa, lampu atau penerangan selama 40 hari, di kubur bersama pensil, kendhi, jarum, gereh, pethek, sampai kemiri gepak jendhul, semua ini pasti dilakukan karena tujuan tertentu.
Ketika ini diyakini bisa menjadi sebab agar bayinya memiliki kemampuan tertentu, atau agar bayinya mendapatkan semua yang bisa membahagiakan hidupnya, maka berarti termasuk mengambil sebab yang sejatinya bukan sebab. Dan itu termasuk perbuatan syirik kecil.
Oleh karenanya ketahuilah bahwa ritual klenik ini betul-betul produk lokal warisan dari ajaran kejawen dan agama hindu, Sangat jauh dari bau-bau Islam dan syariatnya. Tak satu ayat Quran atau hadits menyebutkannya.
Sementara, mempercayai ada hubungan gaib antara ari ari dengan nasib bayi yang lahir tersebut, jelas telah melanggar wilayah akidah, hal ini sudah termasuk kategori syirik. Sehingga ritual tertentu yang dilakukan terhadap ari ari ini, sangat mengganggu hubungan kita sebagai muslim dengan Allah Subhanahu Wata'ala.
Seolah nasib seseorang ditentukan oleh ari ari, bukan oleh tugas pendidikan dari kedua orang tuanya dan lingkungannya. Padahal tegas sekali disebutkan bahwa nasib seseorang bukan ditentukan oleh perlakuan terhadap ari ari, namun tergantung dari usaha (ikhtiar) seseorang serta doa-doa yang dipanjatkan.
Kita harus menerima kenyataan bahwa ritual dan kepercayaan kuno seperti ini masih melekat di tengah masyarakat. Bahkan, tidak jarang yang jadi pelakunya adalah orang berpendidikan. Mungkin di kepalanya ada ragu dan setengah tidak percaya, tetapi tetap dilakukannya juga, dengan alasan patuh pada apa yang dikatakan orang tua atau untuk menjaga tradisi nenek moyang.
Oleh karena itu harus dikonfirmasi kembali, tradisi nenek moyang yang bagaimana yang harus kita lestarikan? Sebab tidak semua tradisi itu baik. Bukankah di zaman nenek moyang dulu, juga ada tradisi nyembah keris, minum khamar, zina, judi dan seterusnya? berhala? Apakah sampai sekarang akan tetap kita lestarikan budaya-budaya yang negatif dari nenek moyang itu? Tentu tidak, bukan?
Tugas kita sekarang ini adalah berupaya mengikis dan mengurangi secara sistematis, tradisi yang sekiranya bertentang dengan nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai keIslaman. Namun bila tradisi itu sesuai dengan Islam, barulah kita lestarikan.
Jika sekedar mengubur (memendam) ari ari di dalam tanah, tanpa niat apapun kecuali untuk memuliakan ciptaan Allah dan demi kesehatan lingkungan, tentu boleh dan baik. Sebab plasenta atau ari ari itu akan segera membusuk jika tidak segera dipendam.
Khusus masalah doa ketika mengubur ari ari, Allah Subhanahu wataala telah menetapkan teknis dan tata caranya. Jika menggunakan teknis dan tata cara yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wataala, doa itu bukan saja tertolak, namun malah bisa menimbulkan bencana. Misalnya ritual perlakuan terhadap ari ari yang cenderung syirik itu, bukan nasib baik yang akan diterima oleh bayi dan keluarga itu, malah bisa jadi sebaliknya.
Jalan terbaik memang dipendam saja, agar tidak merusak lingkungan. Namun tanpa diiringi ritual klenik apa pun yang bisa merusak hubungan mesra kita kepada Allah Subhanahu Wataala. Pendam saja, baca bismillah dan selesai.
Wallahu a'lam bishshawab.
Seperti kita ketahui, ari ari atau plasenta berfungsi sebagai penyalur makanan dan saluran lain yang menghubungkan antara janin dengan ibunya ketika masih dalam rahim. Selama berbulan-bulan, ari ari ini sangat berguna bagi bayi di dalam rahim sang ibu. Namun begitu bayi lahir, maka perannya usai sudah.
Namun dalam adat masyarakat tertentu, ada suatu kepercayaan bahwa di balik fungsi medis, ada hubungan gaib antara bayi dengan ari arinya. Orang jawa sering menyebutnya 'sedulur papat limo pancer kakang kawah adi ari-ari'. Karena itu, sebagian masyarakat yang mewarisi tradisi kuno ini masih terlihat melakukan berbagai macam ritual yang tidak ada kaitannya dengan syariat.
Salah satunya adalah mengubur ari ari harus di dekat rumah, ditabur bunga tujuh rupa bahkan harus diberi pelita (lampu). Dan bersamanya juga dikuburkan benda-benda tertentu, yang dipercaya akan berpengaruh atas nasib dan kehidupan si bayi bila kelak dewasa.
Lucunya, sebagian orang terkadang melakukan ritual menanam ari ari itu begitu saja, tanpa pernah tahu hubungan sebab akibatnya. Dan semakin lucu lagi, karena yang melakukannya seringkali justru orang yang berpendidikan tinggi dan bertitel sarjana. Seharusnya mereka lebih mengedepankan hal-hal yang ilmiah ketimbang sesuatu yang irrasional.
Lalu Bagaimana Hukum Mengubur Ari Ari Bayi Menurut Islam Sendiri?
Ada beberapa dalil tentang hukum mengubur ari ari, diantaranya adalah hadits riwayat Aisyah, bahwa beliau mengatakan,
كان يأمر بدفن سبعة أشياء من الإنسان الشعر والظفر والدم والحيضة والسن والعلقة والمشيمة
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur tujuh hal potongan badan manusia; rambut, kuku, darah, haid, gigi, gumpalan darah, dan ari-ari.”
Hadits diatas disebutkan dalam Kanzul Ummal no. 18320 dan Al-Jami As-Shagir riwayat Al-Hakim, dari Sayyidah Aisyah.
Senada dengan hadits tersebut adalah hadits riwayat Abdul Jabbar bin Wail dari bapaknya, beliau mengatakan,
أنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ بِدَفْنِ الشَّعْرِ وَالْأَظْفَارِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur rambut dan kuku.” (HR. Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman, no. 6488)
Berhujjah dengan hadits diatas, Jumhur ulama menganjurkan agar setelah bayi lahir ari ari segera dikubur sebagai bentuk memuliakan Bani Adam. Karena bagian dari memuliakan manusia adalah mengubur bagian tubuh yang terlepas, salah satunya ari-ari. Disamping itu, tindakan semacam ini akan lebih menjaga kebersihan dan tidak mengganggu lingkungan.
As Suyuthi mengatakan, “Beliau menyuruh untuk mengubur rambut, kuku, darah, .. dan ari-ari, karena semua benda ini adalah bagian dari tubuh manusia, sehingga benda ini dimuliakan sebagaimana keseluruhan badan manusia dimuliakan.” (As-Syamail As-Syarifah, Hal. 271)
Dalam kitab Nihayatul Muhtaj dikatakan bahwa Hukum Mengubur Ari Ari Bayi Menurut Islam ini adalah dianjurkan.
وَيُسَنُّ دَفْنُ مَا انْفَصَلَ مِنْ حَيٍّ لَمْ يَمُتْ حَالاًّ أَوْ مِمَّنْ شَكَّ فِي مَوْتِهِ كَيَدِ سَارِقٍ وَظُفْرٍ وَشَعْرٍ وَعَلَقَةٍ ، وَدَمِ نَحْوِ فَصْدٍ إكْرَامًا لِصَاحِبِهَا
“Dan dianjurkan mengubur anggota badan yang terpisah dari orang yang masih hidup dan tidak akan segera mati, atau dari orang yang masih diragukan kematiannya, seperti tangan pencuri, kuku, rambut, ‘alaqah (gumpalan darah), dan darah akibat goresan, demi menghormati orangnya”.
Kendati demikian, Imam Ahmad menambahkan beberapa qoul, “Boleh mengubur rambut dan kuku. Namun jika tidak dilakukan, kami berpendapat, tidak mengapa.” Keterangan beliau ini diriwayatkan oleh Al Khallal dalam At Tarajjul, Hal. 19.
Klenik dalam Ritual Penguburan Ari-ari
Mengubur atau menanam ari ari memang dianjurkan, Namun satu hal yang perlu diingat, ini sama sekali tidak menganjurkan Anda untuk melakukan berbagai ritual klenik ketika mengubur ari ari.
Karena Islam sama sekali tidak menganjurkan demikian. Bahkan jika sikap semacam ini diiringi dengan berbagai keyakinan tanpa dasar, maka jadinya tahayul dan khurafat yang sangat dikecam oleh syariat.
Memberi bunga tujuh rupa, lampu atau penerangan selama 40 hari, di kubur bersama pensil, kendhi, jarum, gereh, pethek, sampai kemiri gepak jendhul, semua ini pasti dilakukan karena tujuan tertentu.
Ketika ini diyakini bisa menjadi sebab agar bayinya memiliki kemampuan tertentu, atau agar bayinya mendapatkan semua yang bisa membahagiakan hidupnya, maka berarti termasuk mengambil sebab yang sejatinya bukan sebab. Dan itu termasuk perbuatan syirik kecil.
Oleh karenanya ketahuilah bahwa ritual klenik ini betul-betul produk lokal warisan dari ajaran kejawen dan agama hindu, Sangat jauh dari bau-bau Islam dan syariatnya. Tak satu ayat Quran atau hadits menyebutkannya.
Sementara, mempercayai ada hubungan gaib antara ari ari dengan nasib bayi yang lahir tersebut, jelas telah melanggar wilayah akidah, hal ini sudah termasuk kategori syirik. Sehingga ritual tertentu yang dilakukan terhadap ari ari ini, sangat mengganggu hubungan kita sebagai muslim dengan Allah Subhanahu Wata'ala.
Seolah nasib seseorang ditentukan oleh ari ari, bukan oleh tugas pendidikan dari kedua orang tuanya dan lingkungannya. Padahal tegas sekali disebutkan bahwa nasib seseorang bukan ditentukan oleh perlakuan terhadap ari ari, namun tergantung dari usaha (ikhtiar) seseorang serta doa-doa yang dipanjatkan.
Kita harus menerima kenyataan bahwa ritual dan kepercayaan kuno seperti ini masih melekat di tengah masyarakat. Bahkan, tidak jarang yang jadi pelakunya adalah orang berpendidikan. Mungkin di kepalanya ada ragu dan setengah tidak percaya, tetapi tetap dilakukannya juga, dengan alasan patuh pada apa yang dikatakan orang tua atau untuk menjaga tradisi nenek moyang.
Oleh karena itu harus dikonfirmasi kembali, tradisi nenek moyang yang bagaimana yang harus kita lestarikan? Sebab tidak semua tradisi itu baik. Bukankah di zaman nenek moyang dulu, juga ada tradisi nyembah keris, minum khamar, zina, judi dan seterusnya? berhala? Apakah sampai sekarang akan tetap kita lestarikan budaya-budaya yang negatif dari nenek moyang itu? Tentu tidak, bukan?
Tugas kita sekarang ini adalah berupaya mengikis dan mengurangi secara sistematis, tradisi yang sekiranya bertentang dengan nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai keIslaman. Namun bila tradisi itu sesuai dengan Islam, barulah kita lestarikan.
Jika sekedar mengubur (memendam) ari ari di dalam tanah, tanpa niat apapun kecuali untuk memuliakan ciptaan Allah dan demi kesehatan lingkungan, tentu boleh dan baik. Sebab plasenta atau ari ari itu akan segera membusuk jika tidak segera dipendam.
Khusus masalah doa ketika mengubur ari ari, Allah Subhanahu wataala telah menetapkan teknis dan tata caranya. Jika menggunakan teknis dan tata cara yang tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wataala, doa itu bukan saja tertolak, namun malah bisa menimbulkan bencana. Misalnya ritual perlakuan terhadap ari ari yang cenderung syirik itu, bukan nasib baik yang akan diterima oleh bayi dan keluarga itu, malah bisa jadi sebaliknya.
Jalan terbaik memang dipendam saja, agar tidak merusak lingkungan. Namun tanpa diiringi ritual klenik apa pun yang bisa merusak hubungan mesra kita kepada Allah Subhanahu Wataala. Pendam saja, baca bismillah dan selesai.
Wallahu a'lam bishshawab.