Masyarakat Jawa mempercayai bahwa yang pertama kali memperkenalkan ketupat adalah Sunan Kalijaga. Kata 'ketupat' atau 'kupat' sebenarnya berasal dari bahasa Jawa 'ngaku lepat' yang berarti 'mengakui kesalahan'.
Sehingga sesama orang Islam diharapkan mau mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut. Biasanya orang yang bertamu pada hari lebaran akan disuguhi ketupat dan diharuskan memakannya sebagai pertanda sudah ridho dan saling memaafkan.
Di daerah pedesaan, ketupat biasanya dibuat sendiri oleh tangan-tangan terampil para remaja maupun ibu-ibu, namun penduduk kota yang sudah sulit untuk memperoleh janur atau daun kelapa yang masih muda, mereka lebih suka membeli selongsong ketupat di pasar atau bahkan membeli dalam bentuk ketupat yang sudah masak. Lalu ketupat tersebut diantarkan kepada sanak saudara sebagai lambang permohonan maaf dan silaturrahmi.
Ketupat yang menjadi simbol makanan khas pada masyarakat Jawa merupakan pernyataan mengaku salah (ngaku lepat). Dalam setahun, orang saling berebut "benar". Anehnya, dalam momen Idul Fitri, semua orang saling berebut untuk menyatakan lepat (salah)
Dalam keadaan fitrah, yang muda menyampaikan lepat. Namun, yang tua tidak langsung mengiyakan, tetapi dengan diikuti kalimat, "wong tuwa uga akeh lupute" (orang tua juga banyak salahnya)
Banyak makna filosofi yang terkandung dalam ketupat ini. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa. Janur merupakan kepanjangan dari sejatine nur (cahaya) yang melambangkan kondisi manusia dalam keadaan suci setelah mendapatkan pencerahan (cahaya) selama bulan Ramadhan. Jadi, makna dari lebaran ketupat adalah kesucian lahir batin yang dimanifestasikan dalam tujuan hidup yang esensial.
Sedangkan bentuk segi empat dalam ketupat mencerminkan prinsip "kiblat papat lima pancer", yang berarti bahwa kemana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah. Kiblat papat lima pancer ini, bisa juga diartikan sebagai empat macam nafsu manusia, yaitu amarah, yakni nafsu emosional, aluamah atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar, supiah adalah nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah, dan mutmainah, nafsu untuk memaksa diri.
Keempat nafsu ini yang ditaklukkan orang selama berpuasa. Jadi, dengan memakan ketupat orang disimbolkan sudah mampu menaklukkan keempat nafsu tersebut. Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya Idul Fitri.
Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata ada makna filosofinya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunya makna "pangapunten" alias memohon maaf. Saking dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idul Fitri:
Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten.
(Makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan)
KETUPAT VS PARSEL LEBARAN
Ketupat sebagai ikon makanan khas yang menjadi hidangan lebaran bahkan menjadi barang kiriman untuk sanak famili, sekarang kedudukannya sedikit demi sedikit digeser oleh keberadaan parsel lebaran. Walaupun tidak dipungkiri, masyarakat pedesaan sampai sekarang masih memakai ketupat sebagai makanan khas ketika lebaran.
Namun bagi penduduk perkotaan ketupat akan bersaing dengan parsel lebaran. Warga kota umumnya lebih memilih parsel sebagai barang hadiah lebaran dibandingkan ketupat karena lebih simple, variatif, tahan lama dan lebih bagus tampilannya. Parsel lebaran sebagai hadiah lebaran biasanya ditujukan kepada sanak famili, kerabat maupun relasi bisnis masyarakat kota. Bahkan kebiasaan mengirim parsel ini sudah dianggap menjadi kewajiban untuk para relasi bisnis agar komunikasi selalu lancar dan aman dari gangguan.
Kebiasaan mengirim parsel lebaran juga merambah ke dunia pemerintahan, para bawahan biasanya mengirim parsel lebaran untuk atasannya supaya pekerjaan dan jabatannya langgeng atau mungkin naik jabatan. Tradisi mengirim ketupat yang awalnya bertujuan menjalin silaturrahim dan sebagai simbol permintaan maaf, Sekarang diganti dengan mengirim parsel lebaran yang tujuannya melenceng dari niat awal, yaitu sebagai upaya “menyuap” relasi bisnis, atasan ataupun pemegang kebijakan. Kecurigaan ini ditangkap oleh KPK, hingga akhirnya KPK membuat aturan pelarangan mengenai penerimaan parsel lebaran bagi para pejabat pemerintahan.
KESIMPULAN
Dari keterangan diatas bisa disimpulkan bahwa,
1. Ketupat merupakan makanan khas asli Indonesia yang pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, bahkan ketupat dapat dijumpai di negara Asia tenggara yang lain seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
2. Tradisi lebaran ketupat mempunyai makna filosofis yang sangat mendalam bagi orang Jawa, dimana ketupat merupakan simbol permintaan maaf dan simbol menjalin tali silaturahim.
3. Tradisi mengirim ketupat saat lebaran di masyarakat perkotaan sudah mengalami perubahan nilai, yaitu dengan mengirim parsel lebaran dengan niat “menyuap” relasi bisnis, atasan maupun para pembuat kebijakan.
Demikian Arti Dan Hikmah Dibalik Filosofi Ketupat Yang Diajarkan Sunan Kalijaga. Marilah kita lestarikan tradisi lebaran ketupat dengan mengirimkan ketupat sebagai hadiah lebaran sebagai simbol permintaan ma’af dan dengan tujuan menjalin tali silaturahim. Bukan sebagai bentuk suap atau cari muka. (mazguru.wordpress.com)
Sehingga sesama orang Islam diharapkan mau mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut. Biasanya orang yang bertamu pada hari lebaran akan disuguhi ketupat dan diharuskan memakannya sebagai pertanda sudah ridho dan saling memaafkan.
Di daerah pedesaan, ketupat biasanya dibuat sendiri oleh tangan-tangan terampil para remaja maupun ibu-ibu, namun penduduk kota yang sudah sulit untuk memperoleh janur atau daun kelapa yang masih muda, mereka lebih suka membeli selongsong ketupat di pasar atau bahkan membeli dalam bentuk ketupat yang sudah masak. Lalu ketupat tersebut diantarkan kepada sanak saudara sebagai lambang permohonan maaf dan silaturrahmi.
Ketupat yang menjadi simbol makanan khas pada masyarakat Jawa merupakan pernyataan mengaku salah (ngaku lepat). Dalam setahun, orang saling berebut "benar". Anehnya, dalam momen Idul Fitri, semua orang saling berebut untuk menyatakan lepat (salah)
Dalam keadaan fitrah, yang muda menyampaikan lepat. Namun, yang tua tidak langsung mengiyakan, tetapi dengan diikuti kalimat, "wong tuwa uga akeh lupute" (orang tua juga banyak salahnya)
Banyak makna filosofi yang terkandung dalam ketupat ini. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa. Janur merupakan kepanjangan dari sejatine nur (cahaya) yang melambangkan kondisi manusia dalam keadaan suci setelah mendapatkan pencerahan (cahaya) selama bulan Ramadhan. Jadi, makna dari lebaran ketupat adalah kesucian lahir batin yang dimanifestasikan dalam tujuan hidup yang esensial.
Sedangkan bentuk segi empat dalam ketupat mencerminkan prinsip "kiblat papat lima pancer", yang berarti bahwa kemana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah. Kiblat papat lima pancer ini, bisa juga diartikan sebagai empat macam nafsu manusia, yaitu amarah, yakni nafsu emosional, aluamah atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar, supiah adalah nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah, dan mutmainah, nafsu untuk memaksa diri.
Keempat nafsu ini yang ditaklukkan orang selama berpuasa. Jadi, dengan memakan ketupat orang disimbolkan sudah mampu menaklukkan keempat nafsu tersebut. Sebagian masyarakat juga memaknai rumitnya anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya Idul Fitri.
Biasanya, ketupat disajikan bersama opor ayam dan sambal goreng. Ini pun ternyata ada makna filosofinya. Opor ayam menggunakan santan sebagai salah satu bahannya. Santan, dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunya makna "pangapunten" alias memohon maaf. Saking dekatnya kupat dengan santen ini, ada pantun yang sering dipakai pada kata-kata ucapan Idul Fitri:
Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten.
(Makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan)
KETUPAT VS PARSEL LEBARAN
Ketupat sebagai ikon makanan khas yang menjadi hidangan lebaran bahkan menjadi barang kiriman untuk sanak famili, sekarang kedudukannya sedikit demi sedikit digeser oleh keberadaan parsel lebaran. Walaupun tidak dipungkiri, masyarakat pedesaan sampai sekarang masih memakai ketupat sebagai makanan khas ketika lebaran.
Namun bagi penduduk perkotaan ketupat akan bersaing dengan parsel lebaran. Warga kota umumnya lebih memilih parsel sebagai barang hadiah lebaran dibandingkan ketupat karena lebih simple, variatif, tahan lama dan lebih bagus tampilannya. Parsel lebaran sebagai hadiah lebaran biasanya ditujukan kepada sanak famili, kerabat maupun relasi bisnis masyarakat kota. Bahkan kebiasaan mengirim parsel ini sudah dianggap menjadi kewajiban untuk para relasi bisnis agar komunikasi selalu lancar dan aman dari gangguan.
Kebiasaan mengirim parsel lebaran juga merambah ke dunia pemerintahan, para bawahan biasanya mengirim parsel lebaran untuk atasannya supaya pekerjaan dan jabatannya langgeng atau mungkin naik jabatan. Tradisi mengirim ketupat yang awalnya bertujuan menjalin silaturrahim dan sebagai simbol permintaan maaf, Sekarang diganti dengan mengirim parsel lebaran yang tujuannya melenceng dari niat awal, yaitu sebagai upaya “menyuap” relasi bisnis, atasan ataupun pemegang kebijakan. Kecurigaan ini ditangkap oleh KPK, hingga akhirnya KPK membuat aturan pelarangan mengenai penerimaan parsel lebaran bagi para pejabat pemerintahan.
KESIMPULAN
Dari keterangan diatas bisa disimpulkan bahwa,
1. Ketupat merupakan makanan khas asli Indonesia yang pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, bahkan ketupat dapat dijumpai di negara Asia tenggara yang lain seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
2. Tradisi lebaran ketupat mempunyai makna filosofis yang sangat mendalam bagi orang Jawa, dimana ketupat merupakan simbol permintaan maaf dan simbol menjalin tali silaturahim.
3. Tradisi mengirim ketupat saat lebaran di masyarakat perkotaan sudah mengalami perubahan nilai, yaitu dengan mengirim parsel lebaran dengan niat “menyuap” relasi bisnis, atasan maupun para pembuat kebijakan.
Demikian Arti Dan Hikmah Dibalik Filosofi Ketupat Yang Diajarkan Sunan Kalijaga. Marilah kita lestarikan tradisi lebaran ketupat dengan mengirimkan ketupat sebagai hadiah lebaran sebagai simbol permintaan ma’af dan dengan tujuan menjalin tali silaturahim. Bukan sebagai bentuk suap atau cari muka. (mazguru.wordpress.com)