Kasus Vaksin Palsu yang baru-baru ini terungkap ternyata telah belasan tahun beredar dan digunakan oleh kalangan medis dan masyarakat, Terungkapnya kasus praktek peredaran vaksin palsu ini bermula dari informasi masyarakat dan pemberitaan di media massa mengenai adanya bayi yang meninggal dunia setelah diimunisasi.
“Kasus ini sudah kami selidiki sejak tiga bulan lalu dan sekarang terungkap bahwa peredaran vaksin palsu untuk imunisasi bayi sudah berlangsung selama belasan tahun,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Jakarta, Jumat (24/6/2016), dikutip dari Antara.
Berdasarkan informasi awal tersebut, kata Agung, penyidik Bareskrim kemudian mengumpulkan data-data dan fakta di lapangan untuk dijadikan bahan penyelidikan.
Pihaknya menyayangkan adanya temuan kasus ini. Agung mengimbau kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait agar lebih peduli terhadap kualitas kesehatan anak-anak.
“Terungkapnya vaksin palsu ini telah meresahkan masyarakat. Kasus ini harus kita berangus hingga ke akar-akarnya,” ucapnya, menegaskan.
Ketika ditanya kemungkinan adanya keterlibatan pihak rumah sakit dan Kementerian Kesehatan dalam kasus ini, Agung menyatakan hal itu masih dalam penyelidikan.
“Untuk rumah sakit tertentu, apotik dan bidan, sudah ada yang terindikasi terlibat,” kata Agung.
Dia menambahkan Bareskrim Polri akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan guna mendata jumlah balita yang ditengarai pernah divaksin menggunakan vaksin palsu.
“Kami akan koordinasi dengan Kemenkes untuk mendata balita-balita yang pernah mendapat vaksin palsu agar bisa dipulihkan kondisinya dengan pemberian vaksin asli,” tutur jenderal bintang satu itu.
Agung mengatakan pihaknya telah mengirimkan sampel vaksin palsu ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) untuk diperiksa komposisi kandungannya.
“Kami lagi periksa sampel vaksin di Labfor. Kami juga mengirimkan sampelnya ke BPOM untuk diidentifikasi komposisi zat-zatnya,” ujarnya.
Sejauh ini polisi telah mengamankan 10 orang tersangka dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk balita.
“Total tersangka kasus ini ada 10 orang terdiri dari lima orang produsen, dua kurir, dua penjual dan satu orang pencetak label,” jelassnya.
Diduga Vaksin Palsu Telah Menyebar ke Seluruh Daerah
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mencurigai vaksin palsu sudah menyebar ke berbagai daerah dan pelosok negeri ini. Mengingat, produksi vaksin palsu tersebut sudah berlangsung selama belasan tahun atau sejak 2003.
"Bisa jadi sudah menyebar ke daerah-daerah," kata Badrodin saat berkunjung ke Pondok Pesantren As-Salafiyah, Desa Luwungragi, Kecamatan Bulakamba, Brebes, Jumat 24 Juni 2016.
Untuk itu, Badrodin mengatakan telah menginstruksikan anak buahnya di daerah-daerah untuk menyelidiki peredaran vaksin palsu ini. "Kemungkinan besar (produksi) ini terjadi di daerah lain, karena sudah lama kan," kata Badrodin.
Menurut Badrodin, saat ini kepolisian masih terus mengembangkan kasus ini. "Sekarang kan sudah ditangkap 10 orang. Ini akan terus berkembang kasusnya," ujarnya.
Bahaya Vaksin Palsu Bagi Tubuh
Kepala Dinas Kesehatan, Usma Polita mengatakan, semua pihak wajib mewaspadai peredaran vaksin palsu. Sebab, jika vaksin palsu ini disuntikkan ke tubuh kita, maka vaksin palsu itu malah bisa menjadi racun.
"Dampak dari vaksin palsu ini sangat berbahaya. Vaksin inikan tujuannya mengimunitas tubuh. Kalau vaksin dipalsukan, tentu akan menjadi virus yang mematikan bagi diri kita. Bisa meracuni tubuh," kata Usma, Sabtu (25/6/2016).
Ia mengatakan, dampak dari vaksin palsu ini bisa menimbulkan infeksi. Jika dibiarkan, pastinya lama kelamaan akan merusak jaringan pertahanan tubuh.
"Agar kita terhindar dari vaksin palsu ini, saya sudah ingatkan kepada seluruh tenaga medis untuk lebih memperhatikan vaksin yang ada. Saya sudah melakukan sosialisasi agar mereka tetap memperhatikan vaksin yang akan digunakan ke masyarakat," katanya.
Dalam kesempatan ini, Usma juga meminta kepada Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan untuk proaktif melakukan pengawasan. Jika vaksin palsu sampai beredar di tengah-tengah masyarakat, tentu kerugian akan timbul di masyarakat luas.
"BPOM ini harus proaktif. Sebab, pengawasan obat kan merupakan wewenang BPOM. Jadi jangan sampai tidak ada pengawasan," kata Usma.
Petugas Kesehatan meneteskan vaksin polio pada seorang balita pada Pekan Imunisasi Nasional 2016 di Pos PIN kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Selasa (8/3). (ANTARA FOTO) |
“Kasus ini sudah kami selidiki sejak tiga bulan lalu dan sekarang terungkap bahwa peredaran vaksin palsu untuk imunisasi bayi sudah berlangsung selama belasan tahun,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Jakarta, Jumat (24/6/2016), dikutip dari Antara.
Berdasarkan informasi awal tersebut, kata Agung, penyidik Bareskrim kemudian mengumpulkan data-data dan fakta di lapangan untuk dijadikan bahan penyelidikan.
Pihaknya menyayangkan adanya temuan kasus ini. Agung mengimbau kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait agar lebih peduli terhadap kualitas kesehatan anak-anak.
“Terungkapnya vaksin palsu ini telah meresahkan masyarakat. Kasus ini harus kita berangus hingga ke akar-akarnya,” ucapnya, menegaskan.
Ketika ditanya kemungkinan adanya keterlibatan pihak rumah sakit dan Kementerian Kesehatan dalam kasus ini, Agung menyatakan hal itu masih dalam penyelidikan.
“Untuk rumah sakit tertentu, apotik dan bidan, sudah ada yang terindikasi terlibat,” kata Agung.
Dia menambahkan Bareskrim Polri akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan guna mendata jumlah balita yang ditengarai pernah divaksin menggunakan vaksin palsu.
“Kami akan koordinasi dengan Kemenkes untuk mendata balita-balita yang pernah mendapat vaksin palsu agar bisa dipulihkan kondisinya dengan pemberian vaksin asli,” tutur jenderal bintang satu itu.
Agung mengatakan pihaknya telah mengirimkan sampel vaksin palsu ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) untuk diperiksa komposisi kandungannya.
“Kami lagi periksa sampel vaksin di Labfor. Kami juga mengirimkan sampelnya ke BPOM untuk diidentifikasi komposisi zat-zatnya,” ujarnya.
Sejauh ini polisi telah mengamankan 10 orang tersangka dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk balita.
“Total tersangka kasus ini ada 10 orang terdiri dari lima orang produsen, dua kurir, dua penjual dan satu orang pencetak label,” jelassnya.
Diduga Vaksin Palsu Telah Menyebar ke Seluruh Daerah
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mencurigai vaksin palsu sudah menyebar ke berbagai daerah dan pelosok negeri ini. Mengingat, produksi vaksin palsu tersebut sudah berlangsung selama belasan tahun atau sejak 2003.
"Bisa jadi sudah menyebar ke daerah-daerah," kata Badrodin saat berkunjung ke Pondok Pesantren As-Salafiyah, Desa Luwungragi, Kecamatan Bulakamba, Brebes, Jumat 24 Juni 2016.
Untuk itu, Badrodin mengatakan telah menginstruksikan anak buahnya di daerah-daerah untuk menyelidiki peredaran vaksin palsu ini. "Kemungkinan besar (produksi) ini terjadi di daerah lain, karena sudah lama kan," kata Badrodin.
Menurut Badrodin, saat ini kepolisian masih terus mengembangkan kasus ini. "Sekarang kan sudah ditangkap 10 orang. Ini akan terus berkembang kasusnya," ujarnya.
Bahaya Vaksin Palsu Bagi Tubuh
Kepala Dinas Kesehatan, Usma Polita mengatakan, semua pihak wajib mewaspadai peredaran vaksin palsu. Sebab, jika vaksin palsu ini disuntikkan ke tubuh kita, maka vaksin palsu itu malah bisa menjadi racun.
"Dampak dari vaksin palsu ini sangat berbahaya. Vaksin inikan tujuannya mengimunitas tubuh. Kalau vaksin dipalsukan, tentu akan menjadi virus yang mematikan bagi diri kita. Bisa meracuni tubuh," kata Usma, Sabtu (25/6/2016).
Ia mengatakan, dampak dari vaksin palsu ini bisa menimbulkan infeksi. Jika dibiarkan, pastinya lama kelamaan akan merusak jaringan pertahanan tubuh.
"Agar kita terhindar dari vaksin palsu ini, saya sudah ingatkan kepada seluruh tenaga medis untuk lebih memperhatikan vaksin yang ada. Saya sudah melakukan sosialisasi agar mereka tetap memperhatikan vaksin yang akan digunakan ke masyarakat," katanya.
Dalam kesempatan ini, Usma juga meminta kepada Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan untuk proaktif melakukan pengawasan. Jika vaksin palsu sampai beredar di tengah-tengah masyarakat, tentu kerugian akan timbul di masyarakat luas.
"BPOM ini harus proaktif. Sebab, pengawasan obat kan merupakan wewenang BPOM. Jadi jangan sampai tidak ada pengawasan," kata Usma.