Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz saya mau bertanya perihal doa berbuka puasa di bulan ramadhan, pernah saya mendengarkan sebuah kajian yang menjelaskan bahwa doa buka puasa 'Allahumma Laka Shumtu' derajat haditsnya tidak shahih tapi saya melihat masih banyak yang menggunakan doa buka puasa tersebut bahkan kyai yang saya pun juga menggunakan 'Allahumma Laka Shumtu'. Mohon pencerahannya ustadz.
jazakumullah khair
Wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
Pertanyaan yang saudara ajukan tersebut memang masih menjadi PR untuk para ulama hadits di zaman sekarang. Sebab belum semua dari riwayat-riwayat Doa Berbuka Puasa tersebut telah diteliti keshahihannya.
Enam kitab induk hadits (kutubusittah) atau sembilan kitab hadits (kutubuttis'ah) sebenarnya sudah bisa mewakili banyak hadits, namun belum bisa dianggap bahwa semua hadits ada di sana. Padahal yang di kesembilan kitab itu sendiri belum semua selesai pentakhrijannya. Dan kalau kita bicara tentang hadits-hadits lainnya di luar keenam atau kesembilan kitab itu, tentunya masih perlu begitu banyak sumber yang dipersiapkan.
Karena itu upaya untuk membuat ensiklopedi hadits sampai hari ini belum pernah bisa tercapai. Mengingat jumlah butir hadits yang terlalu banyak, bahkan mencapai jutaan. Padahal satu persatu harus diteliti dari A sampai Z.
Dan juga, lembaga-lembaga tempat berkumpulnya para ulama hadits di dunia belum bersinergi. Masing-masing masih bekerja sendiri-sendiri. Al-Azhar As-Syarif di Mesir sudah mempeloporinya, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi di Qatar bersama dengan timnya juga sudah mulai mengerjakan, belum lagi Haiah Kibar Ulama' di Saudi Arabia dan Negara Kuwait. Sayangnya, masing-masing berjalan sendiri-sendiri tanpa ada semacam kerjasama dalam satu atap dengan grand desain yang serius.
Yang jelas semua resources sangat diperlukan, selain para profesor dan doktor hadits, juga diperlukan dana yang tidak sedikit untuk menunjang proyek ini. Juga dibutuhkan para programer professional untuk mengerjakan programing dan pen-database-annya. Termasuk para editor dan peneliti ahli yang akan memeriksa semua bug dan kesalahan.
Bayangkan, kita bicara tentang sistem database yang berisi semua rekaman hidup seorang Muhammad SAW yang hidup 1.400-an tahun silam, baik perkataannya, perbuatannya ataupun sikapnya. Semua sampai kepada kita dari kisah 23 tahun kenabiannya, lewat jutaan para perawi hadits yang berserak mulai dari ujung barat hingga ujung Timur. Di dalamnya, tiap field data harus mendapatkan penilaian tersendiri dari para master ilmu hadits atas kekuatan dan ketinggian derajatnya, sesuai dengan tolak ukur ilmu takhrij hadits.
Walhasil, sampai hari ini karya gemilang yang dinantikan masih belum kunjung terlaksana. Kaum muslimin masih harus bersabar beberapa tahun lagi untuk bisa menikmati karya besar warisan nabi dalam format yang sudah siap pakai.
Selama ini kita masih harus bersabar dengan hadits-hadits dengan jumlah terbatas, seperti contoh yang ada pada kitab Shahih Bukhari dengan Fathul Bari karangan Al Hafidz Ibnu Hajar. Selebihnya, setiap ulama harus melakukan dulu takhrij secara sendirian, buka kitab ini dan buka kitab itu, terus ditelusuri sebatas jumlah koleksi kitab rujukan yang dimilikinya, akhirnya setelah bersusah payah, kita akan mendapatkan kesimpulan yang sharih tentang derajat suatu hadits.
Bisa jadi memakan waktu berhari-hari, berminggu, berbulan bahkan bertahun-tahun.
Doa Berbuka Puasa 'Allahumma Laka Shumtu' Shahih?
Lafadz doa buka puasa yang sudah masyhur itu jika kita teliti secara riwayat, memang banyak yang tidak menganggapnya shahih atau bisa dikatakan riwayatnya lemah. Bunyi hadits tersebut adalah:
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”
Hadits berbuka puasa diatas diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Thabarani dan Ad-Daaruquthuny dengan sanad yang lemah, bahkan satu dengan lainnya tidak bisa saling menguatkan, bahkan lafadznya pun berbeda-beda.
Menurut versi riwayat Abu Daud dan lainnya seperti Ibnul Mubarak dalam Al-Zuhd, atau seperti Al-Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah lewat jalur Mu'az bin Zahrah adalah:
Dalam hadits ini ada 'illat, yaitu ketidak-jelasan identitas perawi Mu’adz. Ibnu Hajar mengatakan hadits ini bisa diterima jika ada ikutannya, Dan jika tidak maka hadits ini lemah dari segi sanad sehingga statusnya mursal. Hadits mursal menurut pendapat yang rajih dari mazhab As-Syafi'i dan Ahmad tidak bisa dijadikan hujjah. Sedang Imam Malik memperbolehkan Hadits mursal untuk dijadikan hujjah.
Berdoa dengan Hadits yang Tidak Shahih
Meski fakta mengatakan bahwa Doa Berbuka Puasa 'Allahumma Laka Shumtu' itu lemah dari segi riwayat, namun yang jadi pertanyaan adalah:
Apakah tiap berdoa diharuskan hanya dengan menggunakan lafadz dari nash quran dan hadits saja? atau malah hanya dari hadits shahih saja?
Kenyataannya, dalam lafadz berdoa secara umum, kita diperbolehkan berdoa dengan lafadz yang digubah sendiri. Apalagi ada pendapat bahwa lafadz itu diucapkan oleh Rasulullah SAW (sekalipun lemah)
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
(Ahmad Sarwat, Lc.)
Ustadz saya mau bertanya perihal doa berbuka puasa di bulan ramadhan, pernah saya mendengarkan sebuah kajian yang menjelaskan bahwa doa buka puasa 'Allahumma Laka Shumtu' derajat haditsnya tidak shahih tapi saya melihat masih banyak yang menggunakan doa buka puasa tersebut bahkan kyai yang saya pun juga menggunakan 'Allahumma Laka Shumtu'. Mohon pencerahannya ustadz.
jazakumullah khair
Doa Berbuka Puasa Yang Shahih
Wa'alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
Pertanyaan yang saudara ajukan tersebut memang masih menjadi PR untuk para ulama hadits di zaman sekarang. Sebab belum semua dari riwayat-riwayat Doa Berbuka Puasa tersebut telah diteliti keshahihannya.
Enam kitab induk hadits (kutubusittah) atau sembilan kitab hadits (kutubuttis'ah) sebenarnya sudah bisa mewakili banyak hadits, namun belum bisa dianggap bahwa semua hadits ada di sana. Padahal yang di kesembilan kitab itu sendiri belum semua selesai pentakhrijannya. Dan kalau kita bicara tentang hadits-hadits lainnya di luar keenam atau kesembilan kitab itu, tentunya masih perlu begitu banyak sumber yang dipersiapkan.
Karena itu upaya untuk membuat ensiklopedi hadits sampai hari ini belum pernah bisa tercapai. Mengingat jumlah butir hadits yang terlalu banyak, bahkan mencapai jutaan. Padahal satu persatu harus diteliti dari A sampai Z.
Dan juga, lembaga-lembaga tempat berkumpulnya para ulama hadits di dunia belum bersinergi. Masing-masing masih bekerja sendiri-sendiri. Al-Azhar As-Syarif di Mesir sudah mempeloporinya, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi di Qatar bersama dengan timnya juga sudah mulai mengerjakan, belum lagi Haiah Kibar Ulama' di Saudi Arabia dan Negara Kuwait. Sayangnya, masing-masing berjalan sendiri-sendiri tanpa ada semacam kerjasama dalam satu atap dengan grand desain yang serius.
Yang jelas semua resources sangat diperlukan, selain para profesor dan doktor hadits, juga diperlukan dana yang tidak sedikit untuk menunjang proyek ini. Juga dibutuhkan para programer professional untuk mengerjakan programing dan pen-database-annya. Termasuk para editor dan peneliti ahli yang akan memeriksa semua bug dan kesalahan.
Bayangkan, kita bicara tentang sistem database yang berisi semua rekaman hidup seorang Muhammad SAW yang hidup 1.400-an tahun silam, baik perkataannya, perbuatannya ataupun sikapnya. Semua sampai kepada kita dari kisah 23 tahun kenabiannya, lewat jutaan para perawi hadits yang berserak mulai dari ujung barat hingga ujung Timur. Di dalamnya, tiap field data harus mendapatkan penilaian tersendiri dari para master ilmu hadits atas kekuatan dan ketinggian derajatnya, sesuai dengan tolak ukur ilmu takhrij hadits.
Walhasil, sampai hari ini karya gemilang yang dinantikan masih belum kunjung terlaksana. Kaum muslimin masih harus bersabar beberapa tahun lagi untuk bisa menikmati karya besar warisan nabi dalam format yang sudah siap pakai.
Selama ini kita masih harus bersabar dengan hadits-hadits dengan jumlah terbatas, seperti contoh yang ada pada kitab Shahih Bukhari dengan Fathul Bari karangan Al Hafidz Ibnu Hajar. Selebihnya, setiap ulama harus melakukan dulu takhrij secara sendirian, buka kitab ini dan buka kitab itu, terus ditelusuri sebatas jumlah koleksi kitab rujukan yang dimilikinya, akhirnya setelah bersusah payah, kita akan mendapatkan kesimpulan yang sharih tentang derajat suatu hadits.
Bisa jadi memakan waktu berhari-hari, berminggu, berbulan bahkan bertahun-tahun.
Doa Berbuka Puasa 'Allahumma Laka Shumtu' Shahih?
Lafadz doa buka puasa yang sudah masyhur itu jika kita teliti secara riwayat, memang banyak yang tidak menganggapnya shahih atau bisa dikatakan riwayatnya lemah. Bunyi hadits tersebut adalah:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”
Hadits berbuka puasa diatas diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Thabarani dan Ad-Daaruquthuny dengan sanad yang lemah, bahkan satu dengan lainnya tidak bisa saling menguatkan, bahkan lafadznya pun berbeda-beda.
Menurut versi riwayat Abu Daud dan lainnya seperti Ibnul Mubarak dalam Al-Zuhd, atau seperti Al-Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah lewat jalur Mu'az bin Zahrah adalah:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Dalam hadits ini ada 'illat, yaitu ketidak-jelasan identitas perawi Mu’adz. Ibnu Hajar mengatakan hadits ini bisa diterima jika ada ikutannya, Dan jika tidak maka hadits ini lemah dari segi sanad sehingga statusnya mursal. Hadits mursal menurut pendapat yang rajih dari mazhab As-Syafi'i dan Ahmad tidak bisa dijadikan hujjah. Sedang Imam Malik memperbolehkan Hadits mursal untuk dijadikan hujjah.
Berdoa dengan Hadits yang Tidak Shahih
Meski fakta mengatakan bahwa Doa Berbuka Puasa 'Allahumma Laka Shumtu' itu lemah dari segi riwayat, namun yang jadi pertanyaan adalah:
Apakah tiap berdoa diharuskan hanya dengan menggunakan lafadz dari nash quran dan hadits saja? atau malah hanya dari hadits shahih saja?
Kenyataannya, dalam lafadz berdoa secara umum, kita diperbolehkan berdoa dengan lafadz yang digubah sendiri. Apalagi ada pendapat bahwa lafadz itu diucapkan oleh Rasulullah SAW (sekalipun lemah)
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
(Ahmad Sarwat, Lc.)