Tanda Kiamat: Bermegah-Megahan Membangun Rumah │ Pernahkah pergi bertamasya ke daerah pedesaan? Coba perhatikan bangunan-bangunan rumah para penduduknya. Apakah ada yang berbeda? Benar, jika dulu kita saksikan bangunan rumah mereka berdindingkan bilik kayu dan beralaskan papan jati, kini pemandangan itu sudah hampir punah. Rumah-rumah para penduduk desa sudah beralih tampilan menjadi bangunan-bangunan kokoh berdinding tembok. Malah rumah-rumah tersebut dibangun dengan begitu megah dan dihias dengan begitu indah.
Rupanya bermegah-megahan dalam membangun rumah bukan hanya menjangkiti para penduduk kota, namun kini sudah menular menjangkiti para penduduk desa. Mungkin jika dilihat sekilas, hal ini merupakan suatu prestasi yang patut dibanggakan, karena para penduduk hidup sejahtera bergelimang harta. Namun jika kita telusuri hadist Nabi, justru kita patut bersedih dan beristighfar atasnya.
Sebuah hadist yang diterima dari Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Hari kiamat belum akan terjadi sampai orang-orang membangun rumah yang dihias dengan kain bersulam dan berenda.” Jadi masyarakat akhir zaman akan saling membangga-banggakan tirai jendela penuh sulaman dan renda indah yang tergantung di rumah-rumah mereka. Hal ini adalah salah satu tanda dari dekatnya hari kiamat.
Jadi intinya, manusia sudah berlebih-lebihan dalam menggunakan harta mereka untuk kehidupan dunia. Mereka berbangga diri karena telah menghambur-hamburkan uang untuk membangun rumah-rumah yang megah. Padahal dalam perkara rumah tempat tinggal, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah mencontohkan demikian. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sadar bahwa perilaku berlebih-lebihan tidaklah disukai Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
“Dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al An’am: 141)
Sebenarnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat pun punya kekayaan yang tidak sedikit. Misalnya saja di awal masa kenabian, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikah dengan saudagar kaya raya, ummul mukminin Khadijah Radhiyallahu ‘Anha. Namun kekayaan tersebut tidak dinikmatinya untuk kehidupan dunia. Semuanya dipakai untuk kejayaan dan perjuangan agama Allah. Hanya sedikit yang beliau nikmati, sekedar untuk menyambung hidup di alam yang fana ini.
Hingga ketika islam mencapai puncak kejayaannya dan harta ghonimah melimpah dimana-mana, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya tetap hidup sederhana. Rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hanya berupa ruangan mungil yang panjangnya tidak lebih dari 5 meter dengan lebar kurang lebih 3 meter. Atapnya pun hanya terbuat dari pelepah kurma yang berbalut dengan serabut.
Tak ada perabot mewah yang melengkapi isi rumah. Tempat pembaringan beliau juga hanya berupa tikar kasar yang terbuat dari pelepah kurma. Hingga Umar Radhiyallahu ‘Anhu yang menyaksikan hal tersebut menangis tersedu-sedu. Ketika ditanya oleh Rasulullah: “Wahai Umar, mengapa engkau menangis?”
“Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini membekas pada tubuhmu. Engkau adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kekayaanmu hanya seperti ini, sedangkan Kisra dan raja-raja lainnya hidup bergelimangkan kemewahan.” Jawab Umar Radhiyallahu ‘Anhu.
Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Apakah engkau tidak rela jika kemewahan itu untuk mereka di dunia dan untuk kita di akhirat?”
Demikianlah kondisi rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sangat jauh berbeda dengan kondisi rumah kaum muslim zaman sekarang yang mengaku mencintai beliau dan mengaku menjadi pengamal setia sunnah-sunnahnya. Kita malah berlomba-lomba untuk membangun rumah megah bertingkat-tingkat, padahal anggota keluarga yang menempatinya hanya sedikit saja.
Baca Juga:
Oleh karenanya, meski bermegah-megahan sudah sulit untuk dihindari, namun hal tersebut sepatutnya menjadi sebuah renungan bagi kita semua untuk mempersiapkan amal baik bagi kehidupan akhirat. Karena tanda-tanda kiamat yang telah disabdakan oleh Rasulullah telah terjadi tepat di depan mata kita.
Wallahu A’lam
Rupanya bermegah-megahan dalam membangun rumah bukan hanya menjangkiti para penduduk kota, namun kini sudah menular menjangkiti para penduduk desa. Mungkin jika dilihat sekilas, hal ini merupakan suatu prestasi yang patut dibanggakan, karena para penduduk hidup sejahtera bergelimang harta. Namun jika kita telusuri hadist Nabi, justru kita patut bersedih dan beristighfar atasnya.
Sebuah hadist yang diterima dari Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Hari kiamat belum akan terjadi sampai orang-orang membangun rumah yang dihias dengan kain bersulam dan berenda.” Jadi masyarakat akhir zaman akan saling membangga-banggakan tirai jendela penuh sulaman dan renda indah yang tergantung di rumah-rumah mereka. Hal ini adalah salah satu tanda dari dekatnya hari kiamat.
Jadi intinya, manusia sudah berlebih-lebihan dalam menggunakan harta mereka untuk kehidupan dunia. Mereka berbangga diri karena telah menghambur-hamburkan uang untuk membangun rumah-rumah yang megah. Padahal dalam perkara rumah tempat tinggal, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah mencontohkan demikian. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sadar bahwa perilaku berlebih-lebihan tidaklah disukai Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
“Dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al An’am: 141)
Sebenarnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat pun punya kekayaan yang tidak sedikit. Misalnya saja di awal masa kenabian, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikah dengan saudagar kaya raya, ummul mukminin Khadijah Radhiyallahu ‘Anha. Namun kekayaan tersebut tidak dinikmatinya untuk kehidupan dunia. Semuanya dipakai untuk kejayaan dan perjuangan agama Allah. Hanya sedikit yang beliau nikmati, sekedar untuk menyambung hidup di alam yang fana ini.
Hingga ketika islam mencapai puncak kejayaannya dan harta ghonimah melimpah dimana-mana, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya tetap hidup sederhana. Rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hanya berupa ruangan mungil yang panjangnya tidak lebih dari 5 meter dengan lebar kurang lebih 3 meter. Atapnya pun hanya terbuat dari pelepah kurma yang berbalut dengan serabut.
Tak ada perabot mewah yang melengkapi isi rumah. Tempat pembaringan beliau juga hanya berupa tikar kasar yang terbuat dari pelepah kurma. Hingga Umar Radhiyallahu ‘Anhu yang menyaksikan hal tersebut menangis tersedu-sedu. Ketika ditanya oleh Rasulullah: “Wahai Umar, mengapa engkau menangis?”
“Bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini membekas pada tubuhmu. Engkau adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kekayaanmu hanya seperti ini, sedangkan Kisra dan raja-raja lainnya hidup bergelimangkan kemewahan.” Jawab Umar Radhiyallahu ‘Anhu.
Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Apakah engkau tidak rela jika kemewahan itu untuk mereka di dunia dan untuk kita di akhirat?”
Demikianlah kondisi rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sangat jauh berbeda dengan kondisi rumah kaum muslim zaman sekarang yang mengaku mencintai beliau dan mengaku menjadi pengamal setia sunnah-sunnahnya. Kita malah berlomba-lomba untuk membangun rumah megah bertingkat-tingkat, padahal anggota keluarga yang menempatinya hanya sedikit saja.
Baca Juga:
- Subhanallah.. Begini Keadaan Di Dalam Rumah Rasul
- Berapa Luas Rumah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?
Oleh karenanya, meski bermegah-megahan sudah sulit untuk dihindari, namun hal tersebut sepatutnya menjadi sebuah renungan bagi kita semua untuk mempersiapkan amal baik bagi kehidupan akhirat. Karena tanda-tanda kiamat yang telah disabdakan oleh Rasulullah telah terjadi tepat di depan mata kita.
Wallahu A’lam