Rahasia Dipilihnya Jazirah Arabia Sebagai Tempat Kelahiran Rasulullah Dan Pertumbuhan Islam
Hampir sekitar dua ribu tahun lamanya, kenabian dipegang oleh Bani Israil mulai dari Nabi Ya’kub hingga Nabi Isa ‘Alaihi salam. Namun setelah nabi Isa ‘Alaihi Salam tiada, kenabian berpindah ke bani Quraisy. Dengan berpindahnya tambuk kepemimpinan dari langit ini, Yahudi merasa terkhianati oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena mereka sudah meyakini diri sebagai kelompok yang terpilih. Bagaimana mungkin tongkat risalah berpindah ke sebuah suku di Jazirah Arab yang bahkan tidak terkenal.
Namun kehendak Allah sudah jelas, kenabian tak lagi diteruskan dari bani Israel tapi harus dari suku Quraisy. Pertanyaannya sekarang mengapa suku Quraisy? Mengapa suku yang ada di jazirah Arab? Apakah hal ini hanya kebetulan? Kehendak Allah tidak ada yang namanya kebetulan, semuanya sesuai dengan skenario yang Maha Kuasa.
Ternyata pertanyaan tersebut bisa dijawab oleh surat Quraisy ayat 1-4, sebagai berikut:
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik Rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”. (QS. Quraisy: 1-4)
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa suku Quraisy adalah suku yang memiliki kebiasaan-kebiasaan positif. Kebiasaan positif yang pertama yakni mereka adalah suku yang dinamis. Mereka bepergian pada musim dingin hingga jauh ke negeri Yaman, sedangkan pada musim panas mereka bergerak hingga ke negeri Syam. Pergerakan ini mereka lakukan dalam rangka urusan bisnis jual beli. Dan fakta mencatat, bahwa bangsa yang maju adalah bangsa-bangsa yang mampu melampaui batas-batas wilayah mereka.
Mereka mempunyai kemampuan melakukan koneksi dan pandai dalam kemampuan menjual. Dua kemampuan ini akan menjadi modal berharga bagi tersebarnya islam. Terbukti Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mampu menyebarkan pesan-pesan Allah dengan cara merangkul orang-orang dari hati ke hati.
Suku Quraisy pun merupakan suku yang mempunyai semangat spiritual. Secara turun-temurun mulai dari Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam mereka menjadi penyembah Allah pemilik Ka’bah sekaligus menjadi pemelihara rumah Suci itu. Memang pada perkembangannya, kemurnian tauhid Nabi Ibrahim dibengkokkan oleh kemusyrikan-kemusyrikan, hingga Ka’bah dipenuhi berbagai patung yang disembah.
Namun sejarah mencatat, suku Quraisy terutama Bani Hasyim mampu berkorban demi agama. Kita bisa baca bagaimana anak keturunan Bani Hasyim bekerja melayani jamaah haji pada masa Pra islam. Mereka menyediakan air secara gratis dan mereka pun tidak segan menyembelih ratusan unta hanya untuk menjamu para jamaah haji yang merupakan ‘tamu Allah’ itu. Maka dari gen orang-orang Quraisy yang memiliki cahaya Ilahi inilah Nabi Muhammad dipilih.
Dari segi ekonomi, Bani Quraisy juga merupakan suku yang cukup powerfull. Sebagai contoh, Nabi Muhammad saja memberikan 100 ekor unta pada Khadijah sebagai mahar pernikahan. Katakanlah kita hitung harga 1 ekor unta dengan harga 10 juta saja. Maka Nabi Muhammad sudah mengeluarkan sekitar Rp. 1 milyar untuk mas kawinnya saja.
Dengan kata lain, pada Bani Quraisy dua kekuatan besar berpadu yakni kekuatan ekonomi dan kekuatan intelekual spiritual. Dua kekuatan ini menjadi modal berharga bagi tersebarnya islam. Keberadaan keduanya mampu memberi pengaruh pada diri orang lain.
Baca Juga: Ini Rahasia Mengapa Al Qur’an Diturunkan Berbahasa ArabMereka pun memiliki ikatan kekeluargaan yang sangat erat dimana mereka akan saling menjaga satu sama lain. Maka ketika mereka sudah mengakui kebenaran islam, mereka akan melaksanakan kewajibannya untuk menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia dengan semangat pengorbanan jiwa raga. Mereka pun akan kokoh bahu membahu saling melindungi satu sama lain ketika pihak musuh menyerang sehingga islam tidak akan mudah untuk digoyahkan.
Jadi alasan yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad diutus kepada kaum jahiliyah (bodoh) sebenarnya bukanlah bodoh dalam ilmu duniawi, namun bodoh dalam ketauhidan.
Wallahu A’lam