Kita masih ingat tahun silam ketika Arab Saudi mendapat kunjungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Ketika mendarat di Ibu Kota Riyadh Rabu pekan lalu, ia mendapat sambutan dingin.
Seperti dilansir dari The Guardian, Hanya Gubernur Riyadh Faisal bin Bandar yang menunggu kedatangannya di bawah tangga pesawat kepresidenan Air Force One, Padahal sebelumnya di hari sama, Raja Saudi Salman bin Abdul Aziz menyambut langsung para pemimpin dari lima negara Arab Teluk - Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, dan Oman - ketika mendarat di bandar udara Riyadh.
Kepada negara adikuasa saja Arab Saudi berani arogan, apalagi menghadapi Indonesia yang selama ini dikenal banyak mengirim sopir dan pembantu rumah tangga ke negeri petro dolar tersebut.
Saleh P. Daulay, Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat mengakui betapa lemahnya nilai tawar Indonesia di mata kerajaan Arab Saudi. Ia menilai pemerintah Indonesia sama sekali tak punya daya jika menghadapi arogansi Arab Saudi.
"Harus kita akui diplomasi Indonesia untuk memberi perlindungan bagi warga negara Indonesia di luar negeri, khususnya Arab Saudi dan terutama lagi waktu melaksanakan ibadah haji, masih sangat lemah," katanya dalam rapat antara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Duta Besar Indonesia buat Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel dengan Komisi VIII Urusan Agama Dewan Perwakilan Rakyat berakhir semalam di gedung parlemen.
Duta Besar Indonesia untuk Saudi dan OKI yang baru saja dilatik, Agus Maftuh Abegebriel, juga mengatakan hal yang serupa, ia mengakui posisi Indonesia sangat lemah di mata Arab Saudi.
"Selama ini hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi adalah diplomasi tidak berimbang sehingga dampaknya bisa kemana-mana," kata Agus Maftuh.
"Haji sudah kita persiapkan bagus di tanah air, tiba-tiba di sana pejabat kita di sana tidak mendapat tempat atau penghormatan layak sebagaimana delegasi-delegasi lain." tambahnya.
Dalam hubungan bilateral antara Indonesia - Arab Saudi, Agus Maftuh memperkenalkan istilah Poros Saunesia (Saudi-Indonesia) untuk menciptakan hubungan yang berimbang dan timbal balik.
"Kalau kita kasih, kita harus dapat. Selama ini diplomasi jomplang." tegasnya.
Agus mengaku telah melakukan terobosan ini dengan cara melakukan diplomasi langsung bertemu dengan Amir (pageran) Saudi. Meski baru menjabat sebagai Dubes, usahanya berjalan lancar.
Agus yakin mampu untuk meyakinkan Pangeran Al-Walid bin Talal, orang paling kaya di timur tengah, untuk melawat dan berinvestasi di Indonesia.
"Insya Allah tanggal 20 atau 22 Mei mendatang, Pangeran Al-Walid bin Talal akan melakukan kunjungan ke Indonesia, Dia akan berinvestasi di Indonesia." jelas Agus.
Namun masih banyak yang harus dibenahi agar diplomasi Indonesia mampu mengimbangi Saudi.
Seperti dilansir dari The Guardian, Hanya Gubernur Riyadh Faisal bin Bandar yang menunggu kedatangannya di bawah tangga pesawat kepresidenan Air Force One, Padahal sebelumnya di hari sama, Raja Saudi Salman bin Abdul Aziz menyambut langsung para pemimpin dari lima negara Arab Teluk - Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, dan Oman - ketika mendarat di bandar udara Riyadh.
Kepada negara adikuasa saja Arab Saudi berani arogan, apalagi menghadapi Indonesia yang selama ini dikenal banyak mengirim sopir dan pembantu rumah tangga ke negeri petro dolar tersebut.
Saleh P. Daulay, Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat mengakui betapa lemahnya nilai tawar Indonesia di mata kerajaan Arab Saudi. Ia menilai pemerintah Indonesia sama sekali tak punya daya jika menghadapi arogansi Arab Saudi.
"Harus kita akui diplomasi Indonesia untuk memberi perlindungan bagi warga negara Indonesia di luar negeri, khususnya Arab Saudi dan terutama lagi waktu melaksanakan ibadah haji, masih sangat lemah," katanya dalam rapat antara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Duta Besar Indonesia buat Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel dengan Komisi VIII Urusan Agama Dewan Perwakilan Rakyat berakhir semalam di gedung parlemen.
Duta Besar Indonesia untuk Saudi dan OKI yang baru saja dilatik, Agus Maftuh Abegebriel, juga mengatakan hal yang serupa, ia mengakui posisi Indonesia sangat lemah di mata Arab Saudi.
Dubes RI untuk Arab Saudi dan Wakil Tetap RI untuk OKI Agus Maftuh Abegebriel bersama Sekjen OKI Iyad Amen Madani dii Jeddah. Foto: KBRI Riyadh. |
"Selama ini hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi adalah diplomasi tidak berimbang sehingga dampaknya bisa kemana-mana," kata Agus Maftuh.
"Haji sudah kita persiapkan bagus di tanah air, tiba-tiba di sana pejabat kita di sana tidak mendapat tempat atau penghormatan layak sebagaimana delegasi-delegasi lain." tambahnya.
Dalam hubungan bilateral antara Indonesia - Arab Saudi, Agus Maftuh memperkenalkan istilah Poros Saunesia (Saudi-Indonesia) untuk menciptakan hubungan yang berimbang dan timbal balik.
"Kalau kita kasih, kita harus dapat. Selama ini diplomasi jomplang." tegasnya.
Agus mengaku telah melakukan terobosan ini dengan cara melakukan diplomasi langsung bertemu dengan Amir (pageran) Saudi. Meski baru menjabat sebagai Dubes, usahanya berjalan lancar.
Agus yakin mampu untuk meyakinkan Pangeran Al-Walid bin Talal, orang paling kaya di timur tengah, untuk melawat dan berinvestasi di Indonesia.
"Insya Allah tanggal 20 atau 22 Mei mendatang, Pangeran Al-Walid bin Talal akan melakukan kunjungan ke Indonesia, Dia akan berinvestasi di Indonesia." jelas Agus.
Namun masih banyak yang harus dibenahi agar diplomasi Indonesia mampu mengimbangi Saudi.