Ijab Qabul Harus Satu Kali Nafas. Benarkah? │ Dalam suatu akad pernikahan, sering kita mendengar bahwa sebagai syarat sah akad tersebut maka seorang laki-laki harus mengucapkan ijab qabul dalam satu kali nafas. Tentu hal ini cukup berat bagi seorang calon suami. Selain karena kalimatnya yang panjang, rasa gugup pun menjadi kendala yang akan mengganggu konsentrasi untuk melakukannya.
Tak jarang karena hal ini, calon pengantin pria akan belajar teknik pernapasan dahulu agar kalimat ijab qabul tidak terhenti gara-gara napas yang pendek. Aturan seperti itu sebenarnya terlalu berlebihan dan bukan syarat sahnya suatu ijab qabul.
Perlu diketahui bahwa syarat ijab qabul yang sah adalah dilakukan dalam satu majlis atau satu tempat. Artinya baik ucapan ijab maupun qabul harus dilakukan di tempat yang sama. Keterangan ini diperjelas dalam kitab Fiqh 4 madzhab.
“Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. Sehingga andaikan wali mengatakan, “Saya nikahkan kamu dengan putriku”, lalu mereka pisah sebelum suami mengatakan , “Aku terima”, kemudian di majlis yang lain atau di tempat lain dia baru menyatakan menerima, ijab qabul ini tidak sah.” (Al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ah)
Sementara dalam hal jeda, para ulama terbagi menjadi beberapa pendapat.
1. Ulama Hambali dan Hanafi tidak mempermasalahkan jika harus terdapat jeda, selama ijab qabul masih dalam satu tempat. Yang jelas tidak boleh diselang oleh aktivitas lain yang mengubah konteks pembicaraan.
Salah seorang ulama Hambali, Imam Ibnu Qudamah menyatakan:
“Apabila kalimat qabul tidak langsung disampaikan setelah ijab, akad tetap sah. Selama masih dalam satu majlis dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis adalah hukum yang sesuai konteks akad.” (Al Mughni)
2. Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah memiliki pendapat bahwa ijab qabul harus segera dan tidak boleh terpisah, selain jeda ringan yang tidak dianggap sebagai pemisah ijab qabul.
Karena hal ini, sebagian ulama syafiiyah melarang jika ijab qabul diselingi dengan ucapan yang tidak ada hubungannya dengan akad nikah. Hal ini bisa dilihat dalam Fiqih Sunah karangan Sayid Sabiq.
“Jika antara ijab qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ‘Saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ala rasulillah, saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini ada dua pendapat. (Pertama) nikah sah dan ini pendapat Syaikh Abu Hamid al Isfirayini. Karena bacaan hamdalah dan shalawat disyariatkan ketika akad, sehingga tidak menghalangi keabsahannya. Sebagaimana orang yang melakukan tayamum di sela-sela antara dua shalat yang dijamak. (Kedua) tidak sah karena dia memisahkan antara ijab qabul sehingga akad nikah tidak sah.”
Jadi tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa sahnya akad nikah harus dalam satu kali helaan nafas. Yang ada hanyalah harus dalam satu majlis dan harus bersambung.
Wallahu A’lam
Tak jarang karena hal ini, calon pengantin pria akan belajar teknik pernapasan dahulu agar kalimat ijab qabul tidak terhenti gara-gara napas yang pendek. Aturan seperti itu sebenarnya terlalu berlebihan dan bukan syarat sahnya suatu ijab qabul.
Perlu diketahui bahwa syarat ijab qabul yang sah adalah dilakukan dalam satu majlis atau satu tempat. Artinya baik ucapan ijab maupun qabul harus dilakukan di tempat yang sama. Keterangan ini diperjelas dalam kitab Fiqh 4 madzhab.
“Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. Sehingga andaikan wali mengatakan, “Saya nikahkan kamu dengan putriku”, lalu mereka pisah sebelum suami mengatakan , “Aku terima”, kemudian di majlis yang lain atau di tempat lain dia baru menyatakan menerima, ijab qabul ini tidak sah.” (Al Fiqh ala al Madzahib al Arba’ah)
Sementara dalam hal jeda, para ulama terbagi menjadi beberapa pendapat.
1. Ulama Hambali dan Hanafi tidak mempermasalahkan jika harus terdapat jeda, selama ijab qabul masih dalam satu tempat. Yang jelas tidak boleh diselang oleh aktivitas lain yang mengubah konteks pembicaraan.
Salah seorang ulama Hambali, Imam Ibnu Qudamah menyatakan:
“Apabila kalimat qabul tidak langsung disampaikan setelah ijab, akad tetap sah. Selama masih dalam satu majlis dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis adalah hukum yang sesuai konteks akad.” (Al Mughni)
2. Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah memiliki pendapat bahwa ijab qabul harus segera dan tidak boleh terpisah, selain jeda ringan yang tidak dianggap sebagai pemisah ijab qabul.
Karena hal ini, sebagian ulama syafiiyah melarang jika ijab qabul diselingi dengan ucapan yang tidak ada hubungannya dengan akad nikah. Hal ini bisa dilihat dalam Fiqih Sunah karangan Sayid Sabiq.
“Jika antara ijab qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ‘Saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ala rasulillah, saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini ada dua pendapat. (Pertama) nikah sah dan ini pendapat Syaikh Abu Hamid al Isfirayini. Karena bacaan hamdalah dan shalawat disyariatkan ketika akad, sehingga tidak menghalangi keabsahannya. Sebagaimana orang yang melakukan tayamum di sela-sela antara dua shalat yang dijamak. (Kedua) tidak sah karena dia memisahkan antara ijab qabul sehingga akad nikah tidak sah.”
Jadi tidak ada keterangan yang menyebutkan bahwa sahnya akad nikah harus dalam satu kali helaan nafas. Yang ada hanyalah harus dalam satu majlis dan harus bersambung.
Baca Juga: Waduh! Mau Nikah Kok DipersulitJika pun dalam ijab qabul seorang laki-laki tertunda ucapannya karena harus membenarkan mikrofon dan kemudian baru menyatakan ucapan qabul, maka hal itu tetap dipandang sah.
Wallahu A’lam