Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ada tiga kelompok orang yang nanti pada hari kiamat Allah tidak akan berbicara dengan mereka, Allah tidak akan membersihkan (mengampuni dosa) mereka, dan Allah tidak akan memandang mereka, serta mereka akan disiksa dengan siksaan yang pedih, yaitu orang tua yang berzina, raja (penguasa) yang suka bohong, dan orang miskin yang sombong.” (HR Muslim)
Namun, apa mungkin orang miskin itu sombong? Ya, mungkin saja, makanya pernah dibahas oleh Nabi. Miskin di sini lazimnya merujuk pada sisi materi, miskin harta, tetapi (menurut hemat saya) bisa pula mengacu pada kemiskinan yang lain semisal miskin ilmu. Atau bisa juga kedua jenis kemiskinan itu berkombinasi.
Adapun kesombongan dalam kriteria Nabi adalah merendahkan (meremehkan) pihak lain dan tak mau menerima kebenaran dari sesama. Hal itu sejalan dengan hadis riwayat Muslim dan Abu Daud dari sahabat Ibnu Mas’ud dan Abu Hurairah yang artinya, “Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan atau merendahkan manusia.”
Jadi, kalau 'sekedar' tidak mau dianggap rendah dengan meninggikan diri sendiri, tanpa ada target merendahkan orang lain dan tak sampai menutup diri atas kritik, nasihat, atau sebatas pengingat dari orang lain (mengenai perihal kebenaran), insya Allah itu belum termasuk yang tercela sebagaimana dimaksudkan hadis di atas. Namun, bisa jadi, itu sudah termasuk dalam kategori tak terpuji, berada dalam zona bahaya alias mesti dihindari pula.
Dalam ungkapan lain, kesombongan orang miskin jenis kedua itu adalah sebagaimana sering kita ucap dan lakukan: biar nggak punya asal bangga (sehingga tampak bengah) atau Biar Miskin Asal Sombong.
Untuk lebih mudah dalam mencerna peribahasa diatas, saya berikan sebuah gambaran,
Suatu ketika si miskin bertemu dengan si kaya. Terjadi obrolan antara keduanya.
Si miskin: "Ah, kenapa mesti susah-payah mencari HARTA? Toh, kita kalau mati nanti tidak akan membawanya."
Si kaya: "Tapi hidup miskin itu serba repot. Mau gini tidak bisa, mau gitu tidak bisa."
Si miskin: "Kalau semua itu bisa disyukuri, maka tidak ada lagi kata repot. Biarlah aku miskin di mata MANUSIA, tapi aku kaya di mata ALLAH"
Si kaya cuma mengangguk-angguk saja. Tapi dalam hati ia menggumam...., "Sudah miskin, sombong pula!"
Contoh lain, Pernah suatu ketika saya berada dalam sebuah angkot. Dua penumpang di depan saya asyik berbicara. Yang satu membanggakan kehebatan handphone (HP) kakaknya yang memiliki fasilitas terkini. Sedangkan temannya menjelaskan fungsi BlackBerry (BB), fasilitas yang membedakannya dengan handset lain, dan tentang provider yang menyediakan paket paling murah. Ia menjelaskan perihal BB milik saudara sepupunya sambil menggenggam HP monokrom yang bentuknya seperti ulekan mini di tangan kirinya.
Saya pun tersenyum melihat mereka. Bukan tentang handset yang mereka review, tapi soal membanggakan sesuatu yang tak dimilikinya.
Kesombongan orang miskin itu banyak macamnya:
1. Merasa hanya dirinya yang akan masuk surga karena kemiskinannya sedang orang kaya dimatanya sudah pasti masuk neraka padahal Nabi dan para sahabat Nabi itu orang yang kekayaannya luar biasa dan dijamin masuk surga.
2. Merasa lebih baik dan lebih suci dari orang kaya, contohnya dengan berkata: Biar sedikit asal berkah daripada banyak seperti orang itu tapi tidak berkah (padahal belum tahu yang dikerjakan orang kaya itu apa), ini menuduh/mengkafirkan orang kaya bahwa hartanya diperoleh dengan cara tidak berkah makanya dapatnya banyak, padahal bisa jadi orang yang dapatnya banyak karena ilmu, doa dan pengalamannya juga banyak dibanding orang yang menuduhnya itu.
3. Merasa lebih bahagia dibanding orang kaya dengan berkata : Bisa jadi orang yang tinggal dirumah besar itu hidupnya penuh dengan tangisan, mending miskin asal bahagia daripada kaya tapi banyak penderitaan. Kalau teorinya bisa jadi, bisa jadi yang rumahnya besar itu jauh lebih bahagia daripada orang yang menuduh itu.
4. Suka mengkafirkan orang yang kaya dengan menyamakan sifatnya dengan Qarun yang diazab dan dilaknat Allah, karena suka bekerja keras, gigih dan ulet dalam berbisnis. Padahal Nabi Muhammad juga pedagang yang gigih dan ulung, beliau juga berdagang sampai kenegeri Syam (Suriah, Libanon, Palestina kini).
Artinya Nabi itu berbisnis secara internasional. Jarak antara Mekkah sampai ke Syam berapa ribu Kilometer ya? Nabi itu orang sukses dan kaya raya, beliau pernah hidup miskin karena hartanya dihabiskan untuk perjuangan. Apa beliau gila harta? Kan tidak Memang harta tak akan dibawa mati tapi bukan dijadikan alasan untuk bermalas-malasan atau untuk menutupi kelemahan diri karena malas cari ilmu dan malas bekerja.
5. Berburuk sangka kepada orang kaya dan mensifatinya dengan sifat-sifat orang kafir seperti Fir'aun, dll yaitu sombong, suka pamer, riya, ujub, dll. Padahal bisa jadi dia sendirilah yang sombong, riya, ujub dan suka pamer bahwa dirinya bukanlah orang sombong alias rendah hati, tidak suka pamer, tidak riya dan tidak ujub atau sok suci.
Kesombongan yang besar ada dalam hatinya namun tidak disadarinya. Karena urusan hati itu ghaib hanya dia dan Allah saja yang tahu sedang selainnya hanya pakai prasangka saja. Ketika menuding orang lain sombong, riya dan ujub satu jari mengarah keorang itu PADAHAL 3 jarinya mengarah kedirinya sendiri.
“Jika ada orang lelaki yang mengkafirkan saudaranya, maka pengkafirannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri.”(HR. Muslim)
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya (seiman) :”Hai kafir.”, kata-kata itu terpulang kepada salah satu di antara keduanya. Jika tidak, maka kata itu akan kembali kepada yang mengucapkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
So sahabat.... Biarpun kita ini masih miskin, Usahakan untuk selalu positif thinking dan jangan suka membuat perandai-andaian untuk menghibur diri atas segala kelemahan diri, perbanyak ilmu dan perbanyak doa serta ikhtiar agar sukses dan jauhi sifat-sifat buruk seperti iri dan dengki diatas.
Wallahu A'lam.
Namun, apa mungkin orang miskin itu sombong? Ya, mungkin saja, makanya pernah dibahas oleh Nabi. Miskin di sini lazimnya merujuk pada sisi materi, miskin harta, tetapi (menurut hemat saya) bisa pula mengacu pada kemiskinan yang lain semisal miskin ilmu. Atau bisa juga kedua jenis kemiskinan itu berkombinasi.
Adapun kesombongan dalam kriteria Nabi adalah merendahkan (meremehkan) pihak lain dan tak mau menerima kebenaran dari sesama. Hal itu sejalan dengan hadis riwayat Muslim dan Abu Daud dari sahabat Ibnu Mas’ud dan Abu Hurairah yang artinya, “Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan atau merendahkan manusia.”
Jadi, kalau 'sekedar' tidak mau dianggap rendah dengan meninggikan diri sendiri, tanpa ada target merendahkan orang lain dan tak sampai menutup diri atas kritik, nasihat, atau sebatas pengingat dari orang lain (mengenai perihal kebenaran), insya Allah itu belum termasuk yang tercela sebagaimana dimaksudkan hadis di atas. Namun, bisa jadi, itu sudah termasuk dalam kategori tak terpuji, berada dalam zona bahaya alias mesti dihindari pula.
Dalam ungkapan lain, kesombongan orang miskin jenis kedua itu adalah sebagaimana sering kita ucap dan lakukan: biar nggak punya asal bangga (sehingga tampak bengah) atau Biar Miskin Asal Sombong.
Untuk lebih mudah dalam mencerna peribahasa diatas, saya berikan sebuah gambaran,
Suatu ketika si miskin bertemu dengan si kaya. Terjadi obrolan antara keduanya.
Si miskin: "Ah, kenapa mesti susah-payah mencari HARTA? Toh, kita kalau mati nanti tidak akan membawanya."
Si kaya: "Tapi hidup miskin itu serba repot. Mau gini tidak bisa, mau gitu tidak bisa."
Si miskin: "Kalau semua itu bisa disyukuri, maka tidak ada lagi kata repot. Biarlah aku miskin di mata MANUSIA, tapi aku kaya di mata ALLAH"
Si kaya cuma mengangguk-angguk saja. Tapi dalam hati ia menggumam...., "Sudah miskin, sombong pula!"
Contoh lain, Pernah suatu ketika saya berada dalam sebuah angkot. Dua penumpang di depan saya asyik berbicara. Yang satu membanggakan kehebatan handphone (HP) kakaknya yang memiliki fasilitas terkini. Sedangkan temannya menjelaskan fungsi BlackBerry (BB), fasilitas yang membedakannya dengan handset lain, dan tentang provider yang menyediakan paket paling murah. Ia menjelaskan perihal BB milik saudara sepupunya sambil menggenggam HP monokrom yang bentuknya seperti ulekan mini di tangan kirinya.
Saya pun tersenyum melihat mereka. Bukan tentang handset yang mereka review, tapi soal membanggakan sesuatu yang tak dimilikinya.
Kesombongan orang miskin itu banyak macamnya:
1. Merasa hanya dirinya yang akan masuk surga karena kemiskinannya sedang orang kaya dimatanya sudah pasti masuk neraka padahal Nabi dan para sahabat Nabi itu orang yang kekayaannya luar biasa dan dijamin masuk surga.
2. Merasa lebih baik dan lebih suci dari orang kaya, contohnya dengan berkata: Biar sedikit asal berkah daripada banyak seperti orang itu tapi tidak berkah (padahal belum tahu yang dikerjakan orang kaya itu apa), ini menuduh/mengkafirkan orang kaya bahwa hartanya diperoleh dengan cara tidak berkah makanya dapatnya banyak, padahal bisa jadi orang yang dapatnya banyak karena ilmu, doa dan pengalamannya juga banyak dibanding orang yang menuduhnya itu.
3. Merasa lebih bahagia dibanding orang kaya dengan berkata : Bisa jadi orang yang tinggal dirumah besar itu hidupnya penuh dengan tangisan, mending miskin asal bahagia daripada kaya tapi banyak penderitaan. Kalau teorinya bisa jadi, bisa jadi yang rumahnya besar itu jauh lebih bahagia daripada orang yang menuduh itu.
4. Suka mengkafirkan orang yang kaya dengan menyamakan sifatnya dengan Qarun yang diazab dan dilaknat Allah, karena suka bekerja keras, gigih dan ulet dalam berbisnis. Padahal Nabi Muhammad juga pedagang yang gigih dan ulung, beliau juga berdagang sampai kenegeri Syam (Suriah, Libanon, Palestina kini).
Artinya Nabi itu berbisnis secara internasional. Jarak antara Mekkah sampai ke Syam berapa ribu Kilometer ya? Nabi itu orang sukses dan kaya raya, beliau pernah hidup miskin karena hartanya dihabiskan untuk perjuangan. Apa beliau gila harta? Kan tidak Memang harta tak akan dibawa mati tapi bukan dijadikan alasan untuk bermalas-malasan atau untuk menutupi kelemahan diri karena malas cari ilmu dan malas bekerja.
5. Berburuk sangka kepada orang kaya dan mensifatinya dengan sifat-sifat orang kafir seperti Fir'aun, dll yaitu sombong, suka pamer, riya, ujub, dll. Padahal bisa jadi dia sendirilah yang sombong, riya, ujub dan suka pamer bahwa dirinya bukanlah orang sombong alias rendah hati, tidak suka pamer, tidak riya dan tidak ujub atau sok suci.
Kesombongan yang besar ada dalam hatinya namun tidak disadarinya. Karena urusan hati itu ghaib hanya dia dan Allah saja yang tahu sedang selainnya hanya pakai prasangka saja. Ketika menuding orang lain sombong, riya dan ujub satu jari mengarah keorang itu PADAHAL 3 jarinya mengarah kedirinya sendiri.
“Jika ada orang lelaki yang mengkafirkan saudaranya, maka pengkafirannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri.”(HR. Muslim)
“Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya (seiman) :”Hai kafir.”, kata-kata itu terpulang kepada salah satu di antara keduanya. Jika tidak, maka kata itu akan kembali kepada yang mengucapkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
So sahabat.... Biarpun kita ini masih miskin, Usahakan untuk selalu positif thinking dan jangan suka membuat perandai-andaian untuk menghibur diri atas segala kelemahan diri, perbanyak ilmu dan perbanyak doa serta ikhtiar agar sukses dan jauhi sifat-sifat buruk seperti iri dan dengki diatas.
Wallahu A'lam.